Rumpaidus, sang penjual akar bahar dan besi putih Biak

Yolanda Rumpaidus sedang menjajakan dagangannya di Pasar Hamadi - Jubi/Ramah
Yolanda Rumpaidus sedang menjajakan dagangannya di Pasar Hamadi – Jubi/Ramah

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Di pelataran sebuah toko di Pasar Hamadi, Kota Jayapura, Papua, Yolanda Rumpaidus duduk tenang, sambil sesekali menawarkan dagangannya. Gelaran barang dagangan Rumpaidus di depan toko tutup itu terbilang mulai susah dicari, gelang akar bahar dan gelang besi putih Biak. Setiap hari, selalu ada satu-dua pengunjung Pasar Hamadi yang terpikat dengan jualan Rumpaidus.

Read More

Gelang akar bahar memang cinderamata yang semakin langka. Untuk mendapatkannya, Rumpaidus harus menyelam sendiri ke dasar lautan di perairan Biak, pulau yang terletak di sebelah utara pulau besar Papua. “Saya harus menyelam sedalam 10 sampai 20 meter, karena akar bahar hanya tumbuh di dasar lautan, di atas terumbu karang yang sehat,” kata Rumpaidus saat ditemui di Pasar Hamadi, Selasa (5/3/2019).

Mengupas kulit akar bahar adalah pekerjaan paling sulit, sebelum akar bahar bisa dibentuk menjadi gelang yang cantik. Rumpaidus yang sudah menekuni kerajinan gelang akar bahar sejak kecil itu mewarisi cara mengolah akar bahar dari orangtuanya.

“Setelah diambil dari dasar laut, akar bahar itu harus ditanam lagi di dalam pasir, sampai kulit akarnya terlepas. Atau bisa juga direbus air mendidih, baru kemudian kulitnya kita kupas. Setelah itu, baru bisa dibuat menjadi gelang,” kata Rumpaidus yang sudah menjual perhiasan gelang akar bahar sejak setahunan terakhir.

Meski dibuat dengan susah payah, gelang akar bahar buatan Rumpaidus hanya dijual seharga Rp20 ribu hingga Rp100 ribu per buah. “Saya biasa membuat dan mengumpulkan persediaan gelang akar bahar dalam jumlah banyak di Biak, lalu saya bawa ke Jayapura. Saya biasa berjualan selama sebulan di Jayapura. Setelah barang dagangan habis, saya kembali ke Biak,” ujar Rumpaidus.

Selain menjual gelang akar bahar, Rumpaidus juga menjual gelang besi putih Biak yang ternama di Papua. “Saya juga jual gelang dari besi putih asli, harganya Rp50 ribu sampai Rp100 ribu,” ungkapnya.

Jika sedang beruntung, dalam sehari Rumpaidus bisa mengantongi uang penjualan kotor senilai Rp1 juta. Jika sedang sepi pembeli, ia bisa hanya mendapatkan uang Rp400 ribu per hari, atau malah kurang. Jika seluruh dagangannya telah terjual, Rumpaidus bisa pulang ke Biak dengan membawa keuntungan kotor berkisar Rp5 juta.

Salah satu warga Kota Jayapura, Anton mengatakan, akar bahar banyak diburu oleh sejumlah wisatawan lokal maupun mancanegara untuk dijadikan perhiasan atau cendera mata. Akan tetapi, kini akar bahar semakin langka. “Saya setuju dibuat peraturan tentang ekslpoitasi soal akar bahar, jangan nanti setelah habis baru ada penyelesalan dan buru-buru buat peraturan,” tuturnya.

Anton berharap pengaturan pemanfaatan akar bahar akan membuat usaha kerajinan akar bahar berkelanjutan. “Apalagi kalau pengambilannya tidak ramah lingkungan, misalnya, merusak terumbu karang untuk mengambil akar bahar. Saya berharap agar ada ketegasan dari pemerintah sehingga keberadaan akar bahar tidak tinggal hanya nama tapi tetap terjaga dengan baik sebagai keindahan di dalam laut,” jelasnya. (*)

Editor: Aryo Wisanggeni G

Related posts

Leave a Reply