Untung hingga Rp15 juta dari berjualan lampu hias Natal di Kota Jayapura

papua
Calon pembeli melihat lampu hias Natal yang dipajang pedagang di pinggir jalan di Kota Jayapra. - Jubi/Theo Kelen.

Papua No.1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Perayaan Natal selalu dibarengi dengan kebiasaan masyarakat Kristen untuk menghiasi rumah mereka agar terlihat indah. Kebiasaan menghiasi rumah menjadi wajib setiap tahunnya menjelang perayaan hari kelahiran Yesus Kristus.

Mulai dari membersihkan rumah, mengecet, memasang pohon natal hingga memasang lampu kelap-kelip. Lampu yang mampu memancarkan lebih dari tiga cahaya, seperti putih, merah, hijau, biru, dan kuning. Semua akan terasa lengkap jika ada hiasan-hiasan tersebut.

Peluang ini pula yang dimanfaatkan para pedagang untuk meraup keuntungan dari penjualan lampu hias. Bahkan mereka dapat  memperoleh keuntungan belasan juta hingga puluhan juta rupiah dari penjualan tersebut.

Eka Putra, pria 32 tahun, mengatakan Natal menjadi berkah bagi dirinya untuk meraup keuntungan. Eka yang sudah berjualan lampu hias sejak delapan tahun silam mampu memperoleh keuntungan hingga Rp15 juta.

“Untungnya lumayan, tiap tahun saya jualan mulai tanggal 5 sampai 24 Desember,” katanya kepada Jubi, Senin, 6 Desember 2021.

Eka biasa berjualan di samping SMK Negeri 3 Jayapura. Ia mulai berjualan pukul 6 sore sampai dengan pukul 12 malam. Harganya pun bervariasi dari termurah Rp80 ribu hingga paling mahal Rp900 ribu.

“Lampu selang itu yang paling mahal,” ujarnya.

BACA JUGA: Jelang Natal, Pemkot Jayapura dan TPID lakukan sidak

Eka memang seorang wirausaha yang memiliki bisnis utama, yakni variasi motor. Ia menekuni bisnis sampingan menjual lampu hias karena alasan keuntungannya cukup besar. Selain itu, bisnis ini tidak memiliki waktu kadaluarsa seperti halnya makanan dan minuman.

“Intinya disimpan di tempat yang aman dan jauh dari tikus saja,” katanya.

Untuk memulai bisnis ini ia mengeluarkan modal sekitar Rp50 juta untuk membeli lampu-lampu hias Natal. Modal tersebut tidak dikeluarkan setiap tahun, itu juga menjadi alasannya berjualan lampu hias Natal.

Pedagang lampu hias lainnya, Anton juga mengaku berjualan lampu hias lumayan menguntungkan. Ia sudah tiga tahun menekuni bisnis tersebut.

Anton sehari-hari pedagang barang pecah belah di Pasar Youtefa. Ia memilih untuk  berjualan lampu hias Natal sebab keuntungan yang besar. Tahun lalu ia meraup keuntungan hingga Rp10 juta.

Ia memesan lampu tersebut dari Jakarta dengan modal Rp20 juta. Lampu-lampu hias tersebut kemudian dijual dengan harga Rp80 ribu hingga Rp1,2 juta. Ia mulai berjualan pukul 6 sore hingga pukul 12 malam.

“Awalnya jualan pohon Natal, tapi kurang laku. Jadi saya pilih jualan lampu hias Natal. Lampu kan tahan lama, yang penting jangan usaha kecilkena air saja,” ujarnya.

Rifai, pria 30 tahun, mengatakan dari berjualan lampu hias Natal saja bisa mendapatkan keuntungan hingga puluhan juta. Ia bahkan pada tahun lalu meraup keuntungan hingga Rp30 juta.

“Jualan lampu hias Natal menguntungkan sekali,” katanya.

Rifai kesehariannya berjualan sembako di Pasar Hamadi. Ia mencari penghasilan tambahan dengan berjualan lampu hias Natal. Berjualan lampu hias Natal sudah ditekuni sejak delapan tahun.

“Untuk tambah-tambah penghasilan keluarga,” ujarnya.

Ia berjualan di samping Lapangan Mega Futsal Abepura hingga pukul 12 malam. Harga lampu hias Natal bervariasi mulai Rp100 ribu hingga Rp1,5 juta.

Melki Bonay juga mengaku berjualan lampu hias Natal banyak digemari masyarakat di Kota Jayapura. Bonay baru pertama kali berjualan lampu hias Natal.

“Saya baru tahun ini jualan,” katanya.

Walaupun baru pertama kali, kata Bonay, dalam lima hari sudah mendapatkan pemasukan hingga Rp5 juta. Ia jualan di samping rumah bernyanyi Nav Abepura.

“Lima hari ini sudah sekitar 20 pelanggan yang beli. Dong beli yang harga Rp120 ribu dan yang harga Rp250 ribu,” ujarnya.

Bonay tidak memiliki pekerjaan tetap. Ia biasa bekerja sebagai tukang las, pasang baliho, hingga kerja bangunan. Karena itu ia selalu memanfaatkan setiap momen untuk mendapatkan penghasilan.

“Kalau tunggu pekerjaan susah, bisa sampai nganggur satu bulan di rumah, padahal ada anak-istri di rumah yang harus diberi makan,” katanya. (*)

Editor: Syofiardi

Leave a Reply