Papua No.1 News Portal | Jubi
Wamena, Jubi – Pemerintah Kabupaten Jayawijaya melakukan rembuk stunting, guna menurunkan angka penyebarannya yang kini telah 21 lokus stunting. Kegiatan ini melibatkan lintas OPD maupun sektor lainnya.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jayawijaya, Ludia Logo mengatakan, sebagai koordinator pihaknya melakukan sinkronisasi terkait dengan program kegiatan yang masuk di OPD, yang nantinya program kegiatan itu berdampak pada penurunan kasus stunting di lokus yang ada di Jayawijaya.
“Hal ini sesuai dengan dasar mekanisme Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021, harapan kami karena Bappeda menjadi fasilitator, sehingga tetap ada koordinasi pertemuan tim yang dilakukan secara berkesinambungan tiga bulan sekali, agar penanganan stunting ini betul-betul dimonitor,” katanya.
Untuk itu, ia berharap rembuk stunting tidak hanya dilaksanakan di tataran kabupaten, tetapi dapat dilakukan di tingkat kampung. Di mana, penanganannya tidak hanya dilakukan di lokus stunting pada 25 kampung, namun dilakukan di 238 kampung yang ada.
“Hal ini sebagai bentuk upaya tindakan preventif pencegahan peningkatan kasus stunting. Perlu penting peran OPD terkait lainnya untuk bekerja sama dengan pihak lain, sehingga bisa melakukan analisis situasi dalam setiap kampung,” katanya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Jayawijaya, Thony M. Mayor menyebut percepatan penurunan stunting sebagai kegiatan prioritas nasional, dan ini sejatinya menjadi momentum strategis untuk menata kembali penyelenggaraan pelayanan dasar, khususnya yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan ibu dan anak.
“Seperti konseling gizi, air minum dan sanitasi, pendidikan anak usia dini dan perlindungan sosial agar lebih terpadu dan tepat sasaran,” katanya.
Dalam rembuk stunting ini sekda berharap adanya sharing pembelajaran dalam pelaksanaan aksi konvergensi/integrasi, koordinasi penanganan isu-isu pelaksanaan, dan pemanfaatan hasil konvergensi bagi perbaikan perencanaan dan penganggaran.
Sekretaris Dinas Kesehatan, Monika Malisa mengatakan rembuk stunting ini untuk mengetahui jumlah data yang akan menjadi perhatian di 2023. Dari data 2021, untuk penanganan pada 2022 ini terdapat 21 lokus. Data yang disampaikan nantinya akan dianalisis oleh Bappeda lalu dimasukkan dalam aplikasi, kemudian akan keluar tingkatan kasus stunting yang ada dan penanganannya.
“Tahun 2021 untuk penanganan di 2022 ada 21 lokus stunting. Di mana sebaran prevalensinya di 21 distrik dan ada enam dari 25 desa lokus yang berwarna merah, tujuh dari 25 lokus berwarna orange. Warna ini masuk dalam beberapa kriteria yang jadi penilaian. Ketika data diinput di aplikasi, maka akan keluar data sesuai dengan penilaian dalam warna yang diberikan,” katanya. (*)
Editor: Kristianto Galuwo