Papua No.1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Rektor Universitas Cenderawasih (Uncen) Prof. Apolo Safanpo dalam jawaban somasinya menegaskan upaya pindah sementara ke asrama lain yang tidak dilakukan renovasi atau sedapat mungkin untuk membiayai sewa kamar sementara (baca: Isi Surat Nomor : 1662/UN20/HK/2021).
Namun, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua, Emanuel Gobay selaku kuasa hukum mahasiswa Uncen Jayapura menegaskan, pada praktiknya Rektor Uncen mengabaikannya dan selanjutnya membongkar atap delapan unit asrama mahasiswa Uncen Sakura Abepura pada 10 Mei 2021 dan 11 Mei 2021, serta mengeluarkan mahasiswa Uncen beserta barang-barangnya secara paksa dan membongkar tangga naik menuju lantai atas asrama mahasiswa Uncen Kampwolker Kampus Uncen Waena pada 21 Mei 2021.
Hal ini menurut Gobai, berdampak pada tidak terpenuhinya hak atas tempat tinggal dan dapat berujung pada dilanggarnya hak atas pendidikan bagi para mahasiswa penghuni kedua asrama mahasiswa Uncen tersebut.
“Secara langsung menunjukkan bukti Rektor Uncen melakukan tindakan penggusuran paksa yang merupakan pelanggaran HAM sebagaimana dimaksudkan dalam ketentuan Komentar Umum/General Comment No. 7 Pasal 11 ayat (1) Kovenan Hak-Hak Ekonomi Sosial dan Budaya di atas,” ujar Emanuel Gobay kepada Jubi melalui keterangannya, Minggu (23/5/2021).
Berdasarkan data yang diperoleh LBH Papua sejak pembongkaran atap rumah delapan unit asrama mahasiswa Uncen Sakura Abepura pada 10 Mei 2021 dan 11 Mei 2021, para mahasiswa penghuni asrama tersebut harus menumpang di keluarga-keluarga terdekat, maupun menumpang di kos-kosan milik teman-temannya. Sementara itu, bagi mahasiswa aktif penghuni asrama mahasiswa Uncen Kampwolker Waena yang dikeluarkan pada 21 Mei 2021 kurang lebih tujuh orang terpaksa tinggal bersama-sama dalam satu kamar kos-kosan, serta ada juga sebanyak 14 orang yang terpaksa menumpang di satu rumah yang jaraknya tidak jauh dari asrama itu.
“Fakta kondisi mahasiswa Uncen aktif penghuni asrama mahasiswa Uncen di atas secara langsung menunjukkan sikap Rektor Uncen yang jelas-jelas telah, sedang dan akan mencoreng citra Universitas Cenderawasih sebagai sebuah wadah pendidikan yang disediakan negara melalui pemerintah untuk mememenuhi HAM sesuai Pasal 28i ayat (4) UUD 1945) khususnya terkait ‘Setiap orang berhak atas perlindungan bagi pengembangan pribadinya, untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa, bertanggung jawab, berakhlak mulia, bahagia, dan sejahtera sesuai dengan hak asasi manusia’ sebagaimana diatur pada pasal 12, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Selain itu, terkait ketentuan ‘Setiap orang berhak untuk bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak’ sebagaimana diatur pada pasal 40, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,” ungkapnya.
Ia mengatakan, penggusuran paksa adalah pelanggaran HAM dan merupakan tindakan perbuatan melawan hukum. LBH Papua menegaskan Rektor Uncen harus menjamin mahasiswa yang sebelumnya menempati asrama-asrama yang direnovasi dan diupayakan pindah sementara ke asrama lain yang tidak dilakukan renovasi. Alternatif kedua adalah Rektor Uncen berupaya sedapat mungkin untuk membiayai sewa kamar sementara selama proses renovasi sampai kegiatan PON selesai dilaksanakan.
“Selanjutnya tanpa ada pembahasan perihal upaya pindah sementara ke asrama lain yang tidak dilakukan renovasi atau sedapat mungkin untuk membiayai sewa kamar sementara, pihak Rektorat mengeluarkan Surat Imbauan Nomor : 1081/UN20.3/KM/2021 yang ditujukan kepada seluruh penghuni asrama mahasiswa Uncen tertanggal 15 April 2021 yang dibuat oleh Pembantu Rektor III dan Ketua Tim Penertiban yang ditujukan kepada seluruh penghuni asrama mahasiswa Uncen, terkait penertiban dan pembenahan asrama mahasiswa Uncen akan digelar operasi yustisi disetiap unit asrama sehingga diimbau agar wajib lengkapi dokumen seperti Kartu Pengenal Mahasiswa (KPM), Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Surat Keterangan Aktif Kuliah,” tutur Gobay.
Di tengah ketidakjelasan tempat tinggal itu, lanjut dia, pada 21 Mei 2021 pihak Uncen bersama kuasa hukum didukung oleh anggota TNI dan Polri serta Satpol PP kembali mengeluarkan mahasiswa Uncen beserta barang-barangnya secara paksa dan membongkar tangga naik menuju lantai atas asrama mahasiswa Uncen Kampwolker Waena.
Pihaknya menegaskan kepada Presiden Republik Indonesia melalui Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia dengan alamat Gubernur Provinsi Papua untuk segera memerintahkan Rektor Uncen memenuhi hak atas pendidikan dan hak atas tempat tinggal bagi mahasiswa Uncen aktif yang menjadi korban penggusuran paksa Asrama Mahasiswa Uncen yang terjadi pada 10 Mei 2021 dan 11 Mei 2021 serta 21 Mei 2021.
“Kapolda Papua segera menegur Kapolresta Jayapura dan Kapolsek Abepura beserta jajarannya serta Anggota Brimob yang terlibat dalam tindakan penggusuran paksa sesuai Komentar Umum (General Comment) No. 7 Pasal 11 ayat (1) Kovenan Hak-Hak Ekonomi Sosial dan Budaya sesuai dengan Perkap Nomor 8 Tahun 2009, dan Pangdam Cenderawasih segera menegur anggota TNI yang terlibat dalam tindakan penggusuran paksa sesuai Komentar Umum No. 7 Pasal 11 ayat (1) Kovenan Hak-Hak Ekonomi Sosial dan Budaya,” kata dia.
Pihaknya meminta kepada Komnas HAM RI Perwakilan Papua segara memfasilitasi mediasi antara Rektor Uncen dengan para penghuni asrama itu sesuai dengan kewenangan Komnas HAM RI yang diatur pada Pasal 89 ayat (4) huruf b, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia untuk merealisasi isi surat Nomor :1662/UN20/HK/2021, perihal tanggapan atas Somasi LBH Jayapura.
Ketua Komnas HAM Perwakilan Papua Frits Ramandey yang ditemui Jubi menegaskan, pihaknya telah melakukan komunikasi kepada Rektor Uncen, namun sulit untuk terealisasi soal penempatan sementara bagi penghuni asrama itu.
“Iya saya sudah bicara kepada Rektor Uncen. Tapi menurut Rektor Uncen sudah sejak April 2021 telah dikeluarkan imbauan agar penghuni bisa kosongkan asrama dan mencari tempat tinggal sementara,” ujarnya.
Namum demikian, ia mengatakan pihaknya tetap melakukan berbagai upaya agar para penghuni bisa nyaman. (*)
Editor: Kristianto Galuwo