Papua No.1 News Portal | Jubi
Lviv, Jubi – Sebanyak 160 ribu warga sipil di Kota Mariupol masih terjebak saat terjadi serangan Rusia ke Ukraina yang masih berlangsung. Kota pelabuhan selatan di Laut Azov itu tanpa pemanas dan listrik setelah berminggu-minggu pemboman Rusia.
Wali Kota Mariupol Boichenko, dikutip Antara dari Reuters, Senin, (28/3/2022) kemarin mengatakan pada Senin semua warga sipil harus dievakuasi dari kota Ukraina yang terkepung untuk memungkinkan mereka mengelak dari bencana kemanusiaan. Dia mengatakan 26 bus sedang menunggu untuk mengevakuasi warga sipil dari Mariupol, yang berpenduduk sekitar 400 ribu orang, tetapi pasukan Rusia tidak setuju untuk memberi mereka jalur yang aman.
“Situasi di kota tetap sulit. Orang-orang berada dalam ancaman bencana kemanusiaan,” kata Boichenko di televisi nasional.
Baca juga : Invasi Rusia ke Ukraina PBB kemungkinan gelar pemungutan suara
Sutradara ukraina produksi film dokumenter ketika rusia menginvasi negaranya
Rusia ubah strategi hancurkan kota di Ukraina setelah invasi enam hari invasi
Rusia, yang menginvasi Ukraina pada 24 Februari, membantah menargetkan warga sipil dan menyalahkan Ukraina atas kegagalan berulang kali untuk menyepakati koridor yang aman bagi warga sipil yang terperangkap.
Presiden Vladimir Putin mengatakan pasukan Rusia sedang melakukan operasi khusus untuk demiliterisasi dan “denazifikasi” Ukraina.
Mariupol secara luas dipandang sebagai hadiah strategis bagi penjajah Rusia untuk menciptakan jembatan antara Krimea, yang dianeksasi oleh Moskow pada 2014, dan dua wilayah separatis di Ukraina timur.
Ukraina mengumumkan tidak ada rencana untuk mencoba membuat koridor yang aman di mana saja di negara itu pada Senin, memperjelas bahwa mereka khawatir atas serangan Rusia.
“Intelijen kami telah melaporkan kemungkinan ‘provokasi’ oleh penjajah di rute koridor kemanusiaan. Jadi, untuk alasan keselamatan publik, kami tidak membuka koridor kemanusiaan hari ini,” kata Wakil Perdana Menteri Iryna Vereshchuk. (*)
Editor : Edi Faisol