Papua No. 1 News Portal | Jubi,
Nabire, Jubi – Ketidakadilan ikut menyumbang terbakarnya konflik di Tembagapura, Mimika, dalam hal distribusi hasil-hasil pertambangan, dan selama hal itu belum diselesaikan, konflik akan terus berkepanjangan.
Demikian diungkap akademisi dan Profesor Antropologi Australia, Eben Kirksey menanggapi kontak senjata antara Brimob dan kelompok bersenjata di seputaran kawasan pertambangan PT. Freeport Indonesia di Tembagapura, Timika, Papua sejak Sabtu (21/10) lalu.
Seorang anggota Brimob dikabarkan tewas dan enam lainnya mengalami luka tembak akibat kontak senjata tersebut.
Sebagaimana dilansir RNZI (24/10) Kirksey menyebutkan peristiwa kekerasan belakangan ini di areal tambang emas Grasberg sangat mungkin berhubungan dengan rencana divestasi operasi perusahaan yang sebagian dimiliki AS itu ke Indonesia.
Menurut dia kelompok bersenjata yang melakukan kontak senjata dengan aparat Brimob adalah milisi separatis yang sedang berusaha mendestabilisasi perlindungan aparat atas tambang tersebut.
Dia menduga dengan adanya prospek divestasi pertambagan, kelompok bersenjata sedang berupaya menyeimbangkan keadilan finansial bagi provinsi Papua.
“Provinsi ini kan memiliki Indeks Pembangunan Manusia yang terendah di seluruh Indonesia, padahal di sana ada tambang Freeport serta deposit gas alam cair yang menempatkan provinsi itu di puncak sumber pemasukan negara,” kata dia.
Dia menambahkan kepemilikan pertambangan itu sedang dipertaruhkan. Ada pemerintah Indonesia dan perusahaan Freeport sedang membicarakan bentuk kepemilikan masing-masing. “Saya rasa kita perlu kelompok HAM internasional memonitor situasi di lapangan ini secara independen,” kata dia.
Terpisah, legislator Papua Laurenzus Kadepa kepada BeritaBenar (23/10) terkait insiden penembakan dan baku tembak selama tiga hari terakhir, mengatakan wajar jika ada pihak yang menduga ada skenario di balik kekerasan itu.
“Ada yang menduga ini adalah pengalihan isu terkait keracunan gas di area Biggossan Level, 2640 Cross Cut 21 Underground Tembagapura Rabu lalu yang menyebabkan seorang karyawan, Hendry (50) meninggal dunia, dan dua rekannya dalam keadaan kritis,” kata Kadepa.
Penyisiran
Selain korban dari aparat keamanan, Sekretaris Klasis Gereja Sinode Kemah Injili (Kingmi) Nemangkawi Tembagapura, Kristian Jangkup, mengatakan beberapa tenda masyarakat Kimbeli dan Banti di Utikini juga dibakar aparat keamanan yang mengejar kelompok bersenjata paska penembakan Minggu.
“Satu orang tua berusia berusia 65 tahun terbakar dalam rumah (kamp). Orang tua bernama Iluwe Kogoya memang lumpuh sehingga tidak bias keluar dari dalam rumah,” kata Kristian kepada BeritaBenar.
Seorang warga Timika yang mengaku penghubung dengan pihak Tentara Pembebasan Nasional – Organisasi Papua Merdeka (TPN/OPM), membenarkan pembakaran kamp di Kimbeli.
Menurutnya, paska penembakan, aparat keamanan melakukan pengejaran hingga di Kali Kabur pada Minggu malam.
“Akibatnya, masyarakat di sekitar lokasi pendulangan, Banti dan Arwanok, lari sembunyi di hutan. Mereka lari meninggalkan harta mereka seperti emas hasil dulang,” kata warga yang menolak disebutkan namanya saat dihubungi BeritaBenar.
“Di Kimbeli, ada satu orang yang lumpuh tertinggal dalam rumah saat aparat keamanan membakar kamp-kamp milik masyarakat yang mendulang di situ.”
Namun Kabid Humas Polda Papua membantah informasi pembakaran ini. Menurutnya, di Utikini, Brimob melakukan pemeriksaan rumah yang sudah ditinggalkan oleh kelompok bersenjata, sehingga aparat Brimob tidak menemukan warga.(*)