Presiden Jokowi diminta konsisten mewujudkan statementnya pada 30 September 2019

Dewan Gereja Papua di antaranya Pdt. Socratez Sofyan Yoman, Pdt. Benny Giay, Pdt. Andrikus Mofu, dan Pdt. Dorman Wandikbo. - Ist

Papua No.1 News Portal | Jubi

Enarotali, Jubi – Dewan Gereja Papua sebagai Pimpinan Gereja, mencermati kondisi Papua yang masih berduka, akibat konflik Bangsa Papua yang menuntut hak politik untuk merdeka dari Pemerintah Indonesia, yang terus memperjuangkan agar Papua tetap menjadi bagian dari NKRI.

Dewan Gereja Papua di antaranya Pdt. Benny Giay, Pdt. Andrikus Mofu, Pdt. Dorman Wandikbo dan Pdt. Socratez Sofyan Yoman dalam jumpa pers, Kamis (25/11/2021), mengaku ternyata Deklarasi Damai di Tanah Papua (Provinsi Papua dan Papua Barat) yang dibacakan di hadapan para petinggi negara selama ini, belum pernah terealisasi.

Karena itu seiring seruan Moral 194 orang para Pastor Katolik yang menyikapi situasi Papua, pihaknya meminta kepada Presiden Joko Widodo tetap konsisten mewujudkan statementnya pada 30 September 2019 untuk berdialog.

“Kami minta Presiden Jokowi tetap konsisten mewujudkan statementnya pada 30 September 2019 dengan kelompok proreferendum, United Liberations Movement for West Papua (ULMWP) yang dimediasi pihak ketiga, sebagaimana yang pernah terjadi antara Pemerintah RI dengan GAM (Gerakan Aceh Merdeka) pada 15 Agustus 2005,” kata Pdt. Socratez Sofyan Yoman didampingi ketiga rekannya Pdt. Benny Giay, Pdt. Andrikus Mofu, Pdt. Dorman Wandikbo.

Pihaknya meminta kepada Dewan HAM PBB (Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa) datang berkunjung ke Tanah Papua, untuk melihat secara langsung situasi penderitaan panjang orang Papua selama 58 tahun.

“Sudah saatnya Pemerintah Indonesia menghentikan kebijakan rasisme sistemik pada orang Papua yang semakin meningkat,” katanya.

Pdt. Andrikus Mofu mengatakan, pelaksanaan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua telah gagal dilaksanakan selama 20 tahun di Papua.

“Karena itu, kami menolak tegas pengesahan Undang-Undang No. 02 tentang Otonomi Khusus Jilid II, sebab Undang-Undang ini merupakan kebijakan sepihak pemerintah tanpa melibatkan rakyat Papua,” kata Mofu.

Pihaknya menegaskan, hentikan pengembangan infrastruktur sipil dan pemekaran provinsi di Papua. Hentikan juga pengembangan infrastruktur militer yang semakin masif, penambahan pasukan yang terus meningkat dalam menghadapi tuntutan dan perjuangan hak-hak dasar, dan hak politik orang Papua.

Pdt. Dorman Wandikbo mengaku pihaknya juga menyaksikan upaya pemerintah secara sistematis, masif dan kolektif dalam mendorong proyek islamisasi di Papua, tanah yang manusia Papua 99 persen pengikut Kristus.

“Pemerintah, TNI dan Polri, elite politik supaya menghentikan semua ambisi dengan orang Papua, yang kemudian mengindentikkan penganut agama Kristen dengan kafir,” ujar Wandikbo.

Selain itu, pihaknya menyampaikan keprihatinan atas pengangkatan Panglima TNI yang di masa lalu terlibat dalam operasi khusus di Tanah Papua.

“Kami menilai Presiden Joko Widodo tidak memperlihatkan itikad baik dalam mempromosikan HAM dan demokrasi di Tanah Papua,” ujarnya.

“Kami juga meminta Bapak Luhut Binsar Panjaitan supaya menghentikan kriminalisasi terhadap Haris Azhar dan Direktur Kontras Fatia Maulidiyanti. Kami juga minta supaya demi kemanusiaan bebaskan Victor Yeimo dan para pejuang politik Papua Merdeka yang sedang ditahan dari semua dakwaan dan mendesak presiden memenuhi janjinya,” tegasnya. (*)

 

Editor: Kristianto Galuwo

Leave a Reply