Papua No. 1 News Portal | Jubi
Nouméa, Jubi – Partai anti-kemerdekaan paling besar di Kaledonia Baru, meminta Prancis untuk menyelenggarakan referendum kedua – hanya tujuh bulan setelah lebih dari 56 % suara memilih untuk tetap bergabung dengan Prancis.
18 Anggota Kongres dari koalisi Future with Confidence telah menggunakan ketetapan dalam Perjanjian Nouméa, yang memungkinkan permintaan diadakannya referendum jika sepertiga dari kongres dengan 54 anggota itu setuju.
Dalam sebuah surat yang ditujukan pada Komisaris Tinggi Prancis di Nouméa, kelompok itu menekankan bahwa mereka ingin pemungutan suara itu diadakan sesegera mungkin.
Koalisi Future with Confidence juga menyatakan bahwa kelompok FLNKS yang pro-kemerdekaan, telah mengisyaratkan kalau mereka tidak akan keberatan jika referendum kedua atas penentuan nasib Kaledonia Baru itu dilakukan. Menurut Future with Confidence, referendum itu harus dilakukan secepatnya untuk mengakhiri ketidakpastian di wilayah tersebut.
Tanggal pengadaan referendum akan ditetapkan langsung oleh Pemerintah Prancis, namun diperkirakan paling lambat November 2020.
Perjanjian Nouméa memperbolehkan referendum yang ketiga pada 2022, jika mayoritas pemilih kembali menolak untuk merdeka tahun depan.
Sementara itu, FLNKS menolak untuk memberikan dukungan mereka kepada politisi dari sisi anti-kemerdekaan untuk maju sebagai presiden. Kongres yang baru terpilih ini dijadwalkan untuk bertemu lagi Kamis ini (13/6/2019), untuk memilih pemerintah beranggotakan 11 orang yang nantinya akan memilih presiden dan wakil presiden.
Pemerintah inti itu harus dibentuk secara proporsional, sesuai dengan kursi partai-partai itu di Kongres, yang berarti mayoritasnya nanti, setidaknya enam orang, adalah perwakilan dari dari sisi anti-kemerdekaan.
Namun, partai Caledonia Together, yang akan mendapatkan salah satu dari enam kementerian, juga tidak ingin memilih calon presiden dari kelompok Future with Confidence.
Jika tidak ada calon presiden yang dapat memperoleh setidaknya enam suara, pemerintah yang baru tidak akan dapat dibentuk dan pemerintah lama tetap menjadi caretaker.
Dalam pemilu terakhir pada 2014, diperlukan hingga beberapa bulan untuk menyelesaikan masalah serupa, yang disebabkan oleh perbedaan pendapat di dalam kamp anti-kemerdekaan. (RNZI)
Editor: Kristianto Galuwo