Papua No.1 News Portal | Jubi
Oleh Samantha Cook
Setelah pelancong berhenti berdatangan dan Covid-19 melumpuhkan perekonomian, industri ganja yang dikelola dengan baik mungkin bukan ide yang buruk.
Ibu kota Fiji, Suva, sudah berulang kali menerapkan karantina wilayah akibat penyebaran Covid-19 selama beberapa minggu terakhir, dan akun Netflix saya benar-benar digunakan semaksimal mungkin. Saya menonton acara TV yang disebut ‘Cooked with Cannabis’. Memang ada beberapa hipster yang mabuk, tapi masakannya enak. Tanpa berkelakar terlalu lama, acara tersebut mengungkapkan betapa industri ganja global yang canggih dan menguntungkan, yang diproyeksikan akan tumbuh hingga AS $90,4 miliar secara internasional pada 2026.
Menonton acara itu mengalihkan pikiran saya ke masalah perekonomian Fiji sementara negara ini berupaya menghadapi gelombang kedua pandemi dengan memberlakukan karantina wilayah dan mendorong vaksinasi. Fiji telah menerima pukulan yang signifikan. PDB negara itu turun menjadi sekitar $4,3 miliar pada 2020, dimana ekonominya turun sebesar 19%, menurut Dana Moneter Internasional (IMF). Turis-turis asing tak lagi berkunjung, semua usaha-usaha yang tidak dianggap esensial terpaksa ditutup, dan gelembung perjalanan Pasifik yang ramai dibahas sebelumnya mungkin tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Dengan tingkat utang nasional yang melonjak, sebuah krisis tidak terelakkan.
Fiji perlu mendiversifikasi perekonomian dari ketergantungan pada sektor pariwisata. Terlepas dari upaya terbaik pemerintah untuk memberikan bantuan melalui pengiriman makanan dan bantuan keuangan sebesar $90 kepada keluarga yang terkena dampak Covid-19, pada tahap ini inisiatif yang tujuannya mulai bisa dibilang gagal. Banyak orang yang mengeluh bahwa panggilan mereka ke saluran siaga bantuan makanan tidak pernah dijawab, atau pengiriman mereka tidak pernah tiba. Selain itu orang-orang Fiji juga diwajibkan untuk memberikan rincian pajak mereka jika ingin mengklaim bantuan finansial, yang berarti masyarakat yang ada di sektor informal semuanya tidak dapat dilibatkan.
Di sinilah ganja membawa peluang lainnya.
Saat ini ganja atau saba (dibaca ‘samba’ seperti jenis tarian) masih ilegal di Fiji. Tapi, tentu saja, daun ini masih ditanam. Salah satu berita favorit saya dari tahun 2020 adalah tentang penduduk desa yang menembak jatuh sebuah pesawat nirawak milik kepolisian dengan tombak untuk menyembunyikan ladang ganja mereka di Kadavu, sebuah pulau di selatan Suva. Polisi berhasil mengangkut hasil panen yang nilainya dilaporkan capai FJ $86 juta dalam operasi selama empat minggu. Itu dilaporkan sebagai penyitaan ganja terbesar yang pernah terjadi di negara tersebut.
Tetapi tampaknya ironis bahwa pada saat ada keluarga tidak mampu menyediakan makanan di atas meja, tanaman ilegal yang nilainya jutaan dolar saat ini akan dicabut dan dihancurkan begitu saja.
Ketergantungan yang berlebihan pada sektor pariwisata, yang mencakup hampir 40% dari PDB Fiji sebelum pandemi, telah menyebabkan kejatuhan ekonomi. Menghidupkan kembali sektor pertanian adalah bidang yang telah diidentifikasikan oleh pemerintah Fiji sebagai salah satu sektor yang dapat diperkuat. Fiji memiliki sejarah ekspor pertanian yang solid. Pada tahun 1970-an, ekspor gula mendominasi 70% dari pendapatan ekspor negara itu. Baru-baru ini, yaqona (minuman kava) telah ditargetkan sebagai salah satu peluang di sektor ini berkat penggunaannya yang meluas untuk relaksasi dan menghilangkan stres. Sayangnya, yaqona perlu waktu beberapa tahun sebelum akarnya dapat dipanen. Seperti produk pertanian lainnya, itu juga menghadapi risiko kerusakan lingkungan yang lebih tinggi, misalnya jika terjadi siklon tropis.
Namun ganja itu berbeda. Ganja adalah tanaman yang tangguh dan dapat panen setelah tiga bulan, dan seperti yang dibuktikan oleh ‘insiden tombak’ tadi, tanaman itu jelas tumbuh subur di Fiji.
Dengan iklim yang ideal, pulau-pulau terpencil bisa membatasi operasi industri ganja, ‘merek Fiji’ yang terkenal di dunia juga menawarkan peluang khusus untuk diversifikasi ekonomi. Lihat saja kepopuleran brand Fiji Water.
Ide mengenai industri ganja di Fiji bukanlah hal yang baru. Topik itu dibahas baru-baru ini, pada Maret lalu, di rapat Kadin Fiji di Nadi. Pemerintah berkeras dengan tanggapan bahwa mereka tidak ada rencana untuk melegalkan ganja.
Tetapi ‘legalisasi’ itu bukan berarti kita semua harus ‘mabuk ganja’. Fiji bisa melakukan apa yang telah dilakukan berbagai negara lain, melegalkan ganja untuk keperluan medis dan serat rami untuk tekstil, sambil tetap melarang penggunaan non medis. Langkah tersebut akan mirip dengan peraturan di negara-negara lain termasuk Malawi, Lesotho, dan Uganda, serta Thailand di Asia Tenggara.
Sebuah sistem perizinan dapat dikembangkan untuk budidaya ganja di pulau-pulau khusus yang ditetapkan sebelumnya di Fiji. Atau, pemerintah dapat membuka sebuah BUMN yang baru untuk mengelola produknya – jika ada Fiji Sugar Corporation, mengapa tidak Fiji Cannabis Co.?
Industri ganja di Fiji tidak akan terbatas hanya pada menanam tanaman itu. Seluruh rantai pasokan dapat diciptakan, misalnya melalui produksi serat rami (industri manufaktur tekstil Fiji juga saat ini tertekan akibat Covid-19), serta laboratorium untuk mengekstrak minyak CBD yang berharga, yang lalu bisa digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dan berbagai penyakit lainnya. Ini semua bisa dilakukan di Fiji dan menciptakan lapangan kerja bagi orang-orang Fiji.
Akan ada kekhawatiran akan legalisasi parsial seperti ini bisa mengarah pada meningkatnya penggunaan ganja rekreasi di antara masyarakat lokal. Ini tidak dapat dikesampingkan, tetapi argumen ‘slippery slope’ yang sama juga dapat diterapkan pada legalisasi tembakau dan minuman beralkohol sebagai gerbang penyalahgunaan narkoba. Mereka yang menggunakan saba masih akan menggunakannya, baik itu legal atau tidak. Ini adalah jenis-jenis risiko yang harus dapat dikelola oleh pemerintah dengan regulasi dan penegakan yang bertanggung jawab.
Dari perspektif bisnis, ada peluang bagi Fiji untuk menjadi penggerak utama di kawasan ini dalam industri ganja. Penelitian dan studi kelayakan harus dilakukan terlebih dahulu untuk menentukan kelayakan dan peluang yang dapat dibawa oleh industri ganja. Dari sana, penilaian yang lebih seimbang dapat dibuat tentang apa yang diperlukan untuk bisa mengelolanya dengan baik.
Dan mungkin saja kerentanan ekonomi akibat pandemi bisa menjadi katalis bagi Fiji untuk lebih inovatif dalam mendiversifikasi perekonomiannya dan menghasilkan pasar ekspor yang baru agar dapat meraup keuntungannya. (The Interpreter)
Samantha Cook bekerja sebagai pengacara korporat di Pacific Legal Network. Saat ini ia berbasis di Fiji.
Editor: Kristianto Galuwo