Papua No. 1 News Portal | Jubi
Apia, Jubi – Perdana Menteri Samoa, Tuilaepa Dr. Sailele Malielegaoi, mengecam media karena melaporkan kejahatan seksual yang menggambarkan Samoa dengan negatif.
Tuilaepa mengungkapkan komentarnya dalam program mingguannya dengan radio 2AP, ketika ia ditanyai tentang Sesi Luar Biasa ke-84 Komite Hak-Hak Anak yang diselenggarakan di Apia. Ketua Partai Perlindungan HAM itu mengatakan pertemuan komite tersebut diadakan, untuk mengingatkan orang tua akan tugas dan tanggung jawab mereka yang berkaitan dengan kesejahteraan anak-anaknya.
Tuilaepa lalu berkata dia terkejut dengan media lokal yang melaporkan kejahatan seksual melibatkan ayah dan anak perempuan, ini, menurutnya, membuatnya masalah ini tampak seperti masalah yang terus berkembang di Samoa.
“Kasus seperti itu tidak sering terjadi, tetapi masalahnya adalah media senang melaporkan kasus-kasus dimana seorang lelaki tua yang melakukan hal-hal tidak senonoh kepada anak perempuannya,” katanya. “Kasus-kasus ini mungkin jumlahnya tidak mencapai 10 dalam satu tahun, tetapi dilaporkan setiap minggu. Laporan-laporan ini dibaca oleh orang-orang di luar negeri dan kelihatannya seperti ini adalah yang dilakukan semua laki-laki di Samoa, setiap hari,”
PM Tuilaepa berkata ketika dia melihat liputan tentang kejahatan seksual disiarkan televisi, dia mematikan televisinya. Ia menambahkan bahwa di Selandia Baru dan Australia, mungkin banyak kasus yang serupa, tetapi tidak sering dilaporkan karena masyarakat umum tidak suka mendengarnya.
Tuilaepa juga mengkritik komentar yang diungkapkan oleh seorang pelajar selama sesi konferensi hak-hak anak bahwa rekan-rekannya sering dipukuli. Dia menyatakan bahwa komentar pelajar itu terdengar seperti sesuatu yang dilatih.
Perdana Menteri lalu mendesak media untuk lebih fokus melaporkan berita yang positif tentang orang-orang sukses. Contohnya, kata PM, adalah melaporkan buah-buah dari pohon yang tumbuh di depan gedung pemerintah, serta ketika petugas kepolisian turun tangan untuk mengarahkan lalu lintas ketika lampu lalu lintas lambat.
Ditanya pandangannya tentang komentar PM Tuilaepa, Presiden Asosiasi Wartawan Samoa Barat (JAWS), Rudy Bartley, tidak setuju dengan pandangan Tuilaepa.
Bartley menegaskan bahwa sudah perannya media untuk melaporkan masalah-masalah yang menjadi perhatian publik.
“Beberapa persoalan mungkin tidak menyenangkan bagi beberapa pihak, tetapi melaporkannya berarti menyoroti pentingnya masalah tersebut ditangani oleh Pemerintah dan otoritas yang bertanggung jawab,” tuturnya. “Dalam mengungkap masalah seperti itu, ini memulai diskusi dan mencari solusi untuk masalah ini.”
Presiden JAWS lalu mengatakan bahwa meningkatkan kesadaran publik akan masalah semacam itu melalui liputan media, lebih baik daripada mengabaikannya begitu saja.
Lebih lanjut, Bartley tidak setuju dengan komentar Perdana Menteri bahwa pelaporan semacam itu menggambarkan Samoa dengan negatif.
Dia menerangkan bahwa laporan itu menunjukkan kepada dunia, bahwa Samoa tidak akan menoleransi kekerasan terhadap anak-anak dan pelakunya akan ditangani sesuai hukum.
“Ini adalah tanda negara modern yang mengambil tindakan tegas dalam menangani masalah kekerasan terhadap anak,” jelasnya. “Mengekspos kejahatan semacam itu juga menyebabkan jera yang kuat bagi pelaku lainnya.”
Bartley menambahkan bahwa memberikan suara untuk para korban, akan memberdayakan korban lain yang masih menderita dalam hening, untuk maju dan menuntut keadilan.
Sementara itu, menurut RNZ, seorang penyintas kekerasan seksual di Samoa telah mendorong korban lainnya untuk berbagi pengalaman mereka, dalam peluncuran inisiatif PBB melawan kekerasan berbasis gender.
Leilua Lino, yang menjadi korban kekerasan seksual pada usia sembilan tahun dan kini berada di bawah asuhan Kelompok Pendukung Samoa Victim Supports Group, berbicara pada penutupan itu.
“Saya telah membagikan kisah saya dengan anak-anak di sekolah dan orang-orang muda di gereja. Saya bahkan membagikan kisah saya dengan kalian hari ini. Kenapa saya berbagi dengan kalian? Untuk menyelamatkan nyawa lainnya. Saya tidak ingin anak-anak lain dilecehkan seperti saya. Kalian harus berani berbicara dengan bebas.” (Samoa Observer)
Editor: Kristianto Galuwo