Papua No.1 News Portal | Jubi
Oleh Dewan Editorial Samoa Observer
Pidato sambutan Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, dalam pertemuan pemimpin-pemimpin Forum Kepulauan Pasifik (Pacific Islands Forum/ PIF) itu bersejarah dalam beberapa hal.
Ini adalah pertama kalinya seorang Presiden dari Amerika Serikat berbicara dalam forum tersebut.
Dalam makan simbolis yang lebih luas, hal itu menunjukkan bahwa kawasan Pasifik itu juga signifikan sebagai blok kekuatan diplomatik yang diakui di panggung dunia.
Delapan belas negara-negara anggota PIF ini menempati zona-zona ekonomi berdaulat di sebuah wilayah luas yang terbentang di lautan dunia.
Istilah-istilah seperti benua ‘Blue Pacific’ dan kekuatan kolektif kita bersama untuk memperjuangkan diri kita sendiri ketika kita bertindak bersama-sama sebagai sebuah blok yang bersatu, telah diterima untuk beberapa waktu.
Tetapi pada umat, kita telah menyaksikan pemimpin negara adidaya terbesar di dunia mengakui pentingnya kita di Pasifik.
Mantan Sekretaris Jenderal PIF yang baru turun, Dame Meg Taylor, mengatakan dia merasa kesal ketika wilayah kita disebut sebagai bagian dari ‘Indo-Pasifik’. Dia menyesalkan ketika jargon-jargon militer AS, yang membagikan dunia menjadi zona strategis, itu membawa mentalitas merendahkan; yang mengabaikan nilai-nilai dan warisan Pasifik kita bersama.
Pidato pada Jumat lalu adalah contoh langka dari hegemoni Amerika yang mengubah dirinya dan mengakui bahwa kita memiliki identitas regional yang unik, bukan sekedar zona strategis yang ditandai dalam peta militer di dalam Pentagon.
Mengapa sekarang?
Abad ke-20 telah menjadi pengingat kembali tentang betapa pentingnya Kepulauan Pasifik dalam permainan diplomasi global.
Saat ini wilayah kita merupakan jalur pasokan perdagangan yang penting dan sumber ketahanan pangan.
Laporan terbaru panel antarpemerintah Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) mengungkapkan bahwa, saat ini, dunia berada pada titik kritis dalam hal pertanian berbasis lahan. Jika kita terus melanjutkan, seperti saat ini, mengonsumsi daging sapi dalam jumlah besar, tidak akan mungkin untuk pulih dari dampak perubahan iklim sebelum terlambat.
Dalam 60 tahun terakhir, peningkatan emisi metana dari produksi daging sapi telah berkembang sebesar 70%, tetapi kebangkitan dari sektor pertanian global juga telah mengorbankan lahan yang dapat digunakan secara produktif: untuk menciptakan energi terbarukan atau membuat program offset gas rumah kaca besar-besaran.
Semakin jelas bahwa laut harus menjadi bagian dari solusi masa depan dunia – dan sesegera mungkin.
Di sinilah kita berperan penting.
Sering kali diabaikan karena populasi dan luas daratan kita yang kecil, fakta bahwa wilayah perairan negara-negara Kepulauan Pasifik mencapai sekitar 30.500.000 kilometer persegi dari luas lautan di seluruh dunia (atau hampir 30%) tiba-tiba meningkatkan keberartian secara signifikan.
Namun bentangan lautan luas yang dikenal sebagai Blue Pacific itu bermakna, lebih dari sekadar untuk ketahanan pangan.
Sebagian besar ahli mengakui bahwa ketegangan antara Beijing dan Washington (dan proksinya di Canberra) itu akan melebihi supremasi angkatan laut.
Orang-orang yang pesimis berpandangan bahwa Tiongkok dapat mengambil alih dominasi angkatan laut Amerika pada tahun 2030. Tetapi pasukan pertahanan Amerika memiliki rencana lain
Sudah pasti pulau-pulau Pasifik akan memainkan peran penting dalam persaingan antara kedua negara adidaya ini, tidak hanya untuk kawasan lautan yang kita kendalikan, tetapi juga lokasi yang strategis.
Perang Dunia Ke-2 adalah bukti pentingnya lokasi geostrategis kita, ketika Pasifik menjadi lokasi penting untuk pasokan militer.
Dalam konteks modern, secara hipotetis, jika ada konflik yang besar, setiap pelabuhan militer Tiongkok di wilayah ini akan cukup untuk mengganggu akses yang biasanya damai dari Pantai Barat Amerika Serikat ke Pantai Timur Australia. Dua mitra militer paling karib di dunia.
Namun, fakta yang tidak dapat disangkal adalah bahwa saat ini kita berada di tengah-tengah persaingan terbesar untuk mendapatkan dukungan di dunia modern.
Mungkin ini bukan kebetulan, bahwa Presiden Biden memutuskan untuk memberikan sambutan di forum itu terjadi setelah ia mengumumkan bahwa dia akan menarik semua pasukan Amerika dari Afghanistan, mengakhiri keterlibatan yang paling panjang, paling, dan, bisa dibilang, paling tidak menguntungkan dalam sejarah negara itu.
Penyusunan kebijakan luar negeri AS telah mendorong agar fokus negara itu dari kawasan timur tengah, di mana keuntungan strategisnya minimal, dihentikan dan diarahkan ke ‘Indo-Pasifik’. Sekarang kita melihat ini sedang terjadi.
Juga bukan kebetulan, semua sekutu Amerika telah mengubah arah kebijakan luar negeri mereka: seperti kebijakan Australia ‘Pacific step up’; Selandia Baru dengan ‘Pacific Reset’; dan investasi yang besar untuk kehadiran diplomatik Inggris di wilayah Pasifik, yang dibuktikan dengan pembukaan Komisi Tinggi Inggris di Apia setahun yang lalu.
Uang adalah kunci dari perlombaan kekuatan lunak.
Dana miliaran tala dalam bentuk bantuan asing telah disalurkan melalui pemerintah-pemerintah Pasifik setiap tahun dalam persaingan yang nyata antara Canberra dan Beijing.
Pidato Biden di PIF mungkin tidak menghasilkan kebijakan yang substansial, tetapi kita harus memuji Presiden Amerika yang baru atas komitmennya untuk menghidupkan kembali Kesepakatan Paris dan melawan perubahan iklim global.
Pendahulunya, Presiden Trump, tentu saja, mengadopsi langkah yang, pada saat itu, belum pernah terjadi sebelumnya di Pasifik. Tetapi itu ia pusatkan pada negara-negara Pasifik Utara, dan melibatkan kunjungan ‘bersejarah’ oleh Mantan Menteri Pertahanan AS, Mark Esper, ke Palau.
Tetapi pidato Biden adalah indikator penting bahwa waktu kita telah tiba, sebagai blok politik yang berbeda di wilayah ini. Makna yang sudah lama kita ketahui, yang akhirnya diakui.
Bagaimana seharusnya kita menggunakan ini? Dengan bijaksana.
Menurut pandangan kita, pidato Presiden Biden adalah bukti, jika sebelumnya diperlukan, bahwa Samoa harus berfokus pada upaya untuk memperbaiki perpecahan dalam regionalisme Pasifik yang disebabkan oleh keluarnya lima negara dari PIF.
Para pemimpin kelima negara Mikronesia itu termasuk beberapa pemimpin negara yang pertama dan secara resmi memberikan ucapan selamat kepada Fiame Naomi Mata’afa – sebuah indikasi bahwa Perdana Menteri baru Samoa, yang telah lama menekankan pentingnya mengembangkan dan menggunakan kebijakan luar negeri Pasifik yang koheren – sebuah tanda yang menggembirakan bahwa dia dapat mengambil peran aktif dalam memperbaiki hubungan diplomatik yang sedang rapuh sebelum proses pengunduran diri Mikronesia rampung.
Tetapi mengenai memilih sisi mana yang akan didukung, kita bisa melihat kebijaksanaan di President Biden.
Jauh sebelum ia diangkat ke posisinya saat ini, dia menulis – untuk ‘Foreign Affairs’ – sebuah artikel tentang keuntungan dari fleksibilitas; tentang membentuk aliansi ketika mereka ingin mendorong kepentingan kawasan Pasifik yang bersatu, dan membantu menegaskan kekuatannya di panggung dunia:
“Daripada membentuk suatu koalisi besar yang berfokus pada setiap masalah, kita harus mengejar badan-badan khusus atau ad hoc. Tujuan dari koalisi-koalisi yang berbeda ini—dan strategi yang lebih luas ini—adalah untuk menciptakan keseimbangan dalam beberapa aspek, meningkatkan konsensus tentang aspek-aspek penting dari tatanan regional.” (Samoa Observer)
Editor: Kristianto Galuwo