Petani kopi Dogiyai siap tularkan ilmunya di tingkat distrik

Papua No. 1 News Portal | Jubi,

Nabire, Jubi – Para petani yang selama ini membudidayakan kopi jenis Arabika asal Dogiyai, siap menularkan ilmunya ke petani di sejumlah distrik daerahnya. Tercatat ada 10 petani mewakili distrik di daerah itu sedang ikut pelatihan menjadi pelatih atau trainer  budidaya dan penanganan pasca panen kopi Arabika.

“Mereka  para petani yang memiliki kebun kopi sendiri dengan luas antara 1 hingga 2 hektare dan jumlah pohon kopi antara 250 pohon hingga 1700 pohon,” ujar Sekretaris dinas perindustrian dan perdagangan, Kabupaten Dogiyai, Andrias Gobay, ketika ditemui Jubi di Nabire, Jumat, (10/11/2017).

Menurut dia, pelatihan selama dua hari ini sejak selasa 7  November 2017 di Moanemani sengaja digelar bekerja sama Yayasan Pembangunan Kesejahteraan Masyarakat (Yapkema) Papua dan Sustainable Coffee Platform Indonesia (SCOPI).

“Para petani mewakili distrik Kamu Timur, Mapia Barat, Dogiyai, Mapia, Kamu, Kamu Utara, Sukikai Selatan, dan Mapia Tengah,” kata Andrias, menambahkan.

Mereka dilatih di kelas pembekalan materi dan praktek di kebun kopi, pembekalan meliputi dua pengetahuan utama terkait perawatan tanaman kopi dan pengolahan kopi Arabika pasca panen.  Materi tersebut sebagai pengetahuan yang relatif baru bagi para petani kopi arabika Dogiyai.

“Pelatihan itu pertama yang kami lakukan untuk menghasilkan 10 petani kader kopi Arabika,” katanya.

Tercatat pelatihan menghadirkan tiga orang master trainer yang mendampingi para petani, mereka terdiri Hanok Herison Pigai dari Yapkema Papua, memberikan materi pengolahan pasca panen. Sedangkan Ruben Dogomo dan Frans Pigai selaku master trainer kopi Arabika tahun 2017 yang mengajarkan teknik perawatan dan pemberian pupuk pada tanaman kopi Arabika. 

Trainer kopi Ruben Dogomo, menjelaskan beberapa perbedaan tipe kebun kopi di tanah Papua, khususnya Meuwo, dengan kebun kopi di Jawa dan Sumatera. Ia menyebutkan kopi Sumatera banyak dimiliki oleh perusahaan, berskala luas dan berteknologi tinggi.

“Sementara di Papua tanah bersifat ulayat, dan kebun kopi dimiliki keluarga,” kata Ruben.

Ia menjelaskan Papua juga tidak mengenal musim panas atau kemarau  dan musim hujan, karena curah hujan dan panas di Dogiyai cukup merata dan tidak bergantung musim.

“Berkah alam itu seharusnya menjadi keunggulan komparatif kopi Arabika di Papua,” katanya.

Hasil panen biji kopi petani di Papua bisa dipetik 6 bulan dan bisa lebih maksimal, sedangkan kebutuhan pupuk tidak sebanyak kebutuhan di pulau lain.(*)

Related posts

Leave a Reply