Papua No. 1 News Portal | Jubi
Timika, Jubi – Banyak yang terpesona dengan kehadiran ikan terbang, pada pembukaan Cabang Olahraga Tarung Derajat di Venue Eme Neme Yauware, Jumat (8/10).
Namun yang dimaksudkan di sini bukanlah ikan terbang dalam bentuk harafiah. Melainkan sebuah tarian yang dibawakan oleh beberapa orang suku Kamoro.
Namanya Tarian Tikiri atau warga di sini menyebutnya Tarian Ikan Terbang. Tarian ini kemarin dipentaskan oleh kelompok tari suku Kamoro dari Sanggar Imatea.
Tarian yang dibawakan oleh sekitar 16 penari tersebut bercerita tentang mengapa sampai ada ikan terbang. Tarian Tikiri dibawakan dengan gerakan seperti burung yang terbang diiringi bunyi Tifa.
Wakil Koordinator Sosial Budaya pada PON XX Klaster Mimika, Dominggus Kapiyau menjelaskan tarian tersebut bercerita tentang Suku Kamoro di Mimika yang dulunya adalah Kokonao.
“Kokonao itu asal kata dari Kaukanao, kauka itu berarti perempuan, nao berarti dibunuh. Jadi itu perempuan yang dibunuh pada saat itu dalam sejarah terjadi peperangan dari Timur ke Barat,” katanya ketika diwawancarai di Gedung Eme Neme Yauware.
Tikiri, adalah ikan Tikiri yang merupakan ikan terbang dimana dahulu kala ada sebuah cerita yang mengisahkan seorang ibu muda yang diperkosa oleh keponakannya sendiri.
“Lalu kasus itu tertangkap basah akhirnya ada keributan lalu ular mengejar orang yang membuat kasus tersebut (ponakan -red), lalu dia lari tunduk – tunduk, jadi itu seperti yang ada dalam gerakan tarian, dia lalu masuk ke dalam air terus tiba tiba muncul dia sudah jadi ikan terbang,” ujarnya mengisahkan.
Dijelaskan, makna dari tarian Tikiri mengisahkan tentang putra dan putri suku Kamoro yang pergi meninggalkan kampung halaman mereka untuk mengenyam pendidikan (sekolah-red).
Mereka pergi merantau jauh ke negeri orang namun ketika sukses, mereka pasti akan kembali ke kampung halaman.
“Dia tidak bisa menetap di sana (tanah rantau -red) suatu saat dia harus pulang ke daerah asalnya. Itu maknanya, entah berhasil atau tidak suatu saat pasti dia akan kembali, meskipun meninggal di tanah orang tetap harus dibawa pulang ke daerah asal,” jelasnya.
Pada kesempatan ini, Dominggus Kapiyau mengingatkan semua orang untuk menjaga dan melestarikan budaya dan adat istiadat suku Amunge dan Kamoro.
Ia berharap agar budaya tari tarian perlu di lestarikan dan perlu ada perhatian dari pemerintah.
“Budaya kita, tarian kita, adalah ibu yang kita harus pertahankan dan dengar sehingga walaupun jaman terus berkembang, jati diri ran tradisi kita tidak tenggelam apalagi hilang,” ujarnya mengingatkan.
Sementara itu, selain pementasan tarian Tikiri, semua yang berada di venue Tarung Derajat pada pembukaan kemarin juga dikagetkan dengan kedatangan Kapolda Papua Irjen Pol Mathius D. Fakhiri.
“Saya senang datang ke sini (Cabor tarung derajat-red) karena dulu saya ketua harian tarung derajat sehingga saya perlu memberikan dukungan kepada mereka,”kata Kapolda dirampingi Bupati Mimika Eltinus Omaleng di venue.
Dirinya mengaku sangat mendukung kontingen Papua pada cabor ini. Ia berharap kontingen Papua bisa meraih emas di PON XX ini. Bahkan bila perlu harus bisa lebih dari 10 emas biar Papua tetap juara.
“Saya sangat mendukung tim Papua, jadi mereka harus juara,” ujarnya.
Kedatangan Kapolda Fakhiri mendapat apresiasi dari Manuel Maker Pelatih Kepala Tarung Derajat Papua. Ia mengucapkan terima kasih kepada Kapolda Papua yang telah memberikan dukungan secara langsung dengan hadir di venue.
“Ini sangat memotivasi kami terkhusus atlet karena Kapolda Papua bersedia datang untuk berikan dukungan bagi atlet. Kami sangat bahagia,”ungkapnya.
Perlu diketahui, kehadiran Kapolda Papua Irjen Pol Mathius D. Fakhiri dan Bupati Mimika Eltinus pada pembukaan kemarin ternyata sangat berdampak besar pada pencapaian tim Tarung Derajat Papua.
Pasalnya, pada tarung hari pertama kemarin, kontingen Papua turun pada 6 laga yakni 5 lagi seni tarung dan 1 laga seni gerak. Hasilnya, 5 atlet di kategori seni tarung berhasil lolos ke babak semifinal. (*)
Editor: Syam Terrajana