Jubi | Portal Berita Tanah Papua No. 1,
Jayapura, Jubi – Minggu esok, 20 November, akan menjadi hari istimewa bagi anak-anak di seluruh dunia. Tiap tahunnya, pada tanggal yang sama selalu diperingati sebagai hari anak Internasioanal. Lantas, bagaimana dengan anak-anak di kota Jayapura? Apakah harapan untuk taman bermain anak yang aman dan nyaman itu dapat terwujud?
Pada saat yang bersamaan dengan musim panjaringan aspirasi warga kota ini, warga mengharapkan calon wali kota dan wakil wali kota Jayapura periode 2017-20122 dapat menempatkan kebutuhan perempuan dan anak dalam program prioritas mereka.
Berikut beberapa harapan perempuan dan orang tua yang barangkali dapat dikata sederhana, kepada calon kandidat pasangan Benhur Tomi Mano-Haji Rustam Saru dan Boy Markus Dawir-Nuralam, yang telah melakukan “jaring aspirasi warga” dibeberapa lokasi di kota ini.
Taman bermain anak
Salah satunya adalah pembuatan taman bermain anak atau ruang interaksi warga di setiap kelurahan. “Di kelurahan ini tidak ada tempat bermain untuk anak-anak,” kata Nuimin, warga kelurahan Gurabesi, Distrik Jayapura Utara, kepada Jubi, Kamis (17/11/2016).
Kelurahan Gurabesi termasuk salah satu daerah perumahan padat penduduk di kota Jayapura. “Anak-anak kami seringnya bermain di jalan dan memang itu sangat membahayakan mereka,” imbuh Nuimin yang ikut dalam kegiatan penjaringan aspirasi warga oleh kandidat nomor urut 1 “BTM-Harus.”
Harapan Nuimin terhadap pasangan BTM-Harus adalah, “jika BTM terpilih sebagai walikota, saya ingin melihat janjinya saat kampanye ini karena beliau mau jadikan kota Jayapura sebagai barometer kota layak anak. Jadi kalau boleh setiap kelurahan dibangunkan taman bermain keluarga maupun anak,” ucapnya.
Situasi sama dialami warga di Dok IX. “Rata-rata kami di sini tinggal dirumah berlabuh dan kadang di sini anak-anak kami mau bermain sangat susah. Selama ini mereka bermain di jalan raya aspal. Semoga calon walikota nanti bisa buatkan tempat bermain anak-anak di kelurahan kami,” ujar Baljo, pria asal Buton yang berprofesi sebagai nelayan.
Perempuan pedagang
Keinginan lain yang terlewatkan dalam penjaringan aspirasi adalah harapan para perempuan dan istri para nelayan di Kelurahan Tanjung Ria, Kota Jayapura.
Mewakili para perempuan yang sebagian besar berdagang di Pasar Inpres Dok IX, Imelda Ansanay mengatakan pihaknya membutuhkan adanya peraturan tentang usaha berdagang. Menurutnya, usahanya jualan sayur menggunakan kendaraan bermotor yang semakin marak berlakangan ini turut berdampak pada pedagang sejenisnya di pasar tersebut.
Perempuan 38 tahun itu mengaku telah menyampaikan hal tersebut kepada salah satu pasangan calon wali kota yang sedang “menjaring aspirasi warga,” ditempatnya pada Kamis, namun tak mendapat jawaban.
“Kami minta ke bapak tentang persoalan yang kami alami… bagaimana jika yang biasa julan sayur pakai motor ini bisa ditertibkan. Namun, bapak tidak menjawab pertanyaan kami, jadi harapannya lewat media ini bisa didengar calon walikota itu,” kata Imelda kepada Jubi, Kamis (17/11/2016). Siang itu, pasangan nomor urut 1, BTM-Harus melakukan kunjungan tatap muka dan menjaring aspirasi warga di Tanjung Ria.
“Yang menjadi persoalan di Pasar Inpres itu sejak ada penjual sayur yang pakai motor, kami punya pelanggan tidak ke pasar lagi, mereka beli di motor-motor,” ujarnya.
Kemudahan air bersih
Mama Debora, perempuan yang mewakili suara kaum perempuan di Kampung Vietnam, mengaku suara kaumnya tak diberikan kesempatan untuk didengar oleh kandidat calon wali kota Jayapura lainnya, pada Rabu (16/11/2016).
Ia mengatakan, kemudahan akses akan air bersih adalah salah satu harapannya, sebagaimana warga lainnya di kelurahan mereka. Kekecewaan diterimanya karena tak mendapat secercah harapan mendapat kemudahan air bersih itu.
“Dalam penyampaian visi misinya bagus namun lebih bagus lagi kalau turun langsung melihat persoalan kami seperti sulitnya air di kampung Vietnam karena banyak warga yang potong pipa untuk sambung air,” ujarnya.
Sebuah masukan disampaikan oleh Richard Rumbiak bagi para kandidat. Ia berharap siapapun kandidatnya, menemui, bertanya dan mendengarkan keluhan serta harapan warga untuk kemudian dicarikan solusi ketika mereka terpilih menjadi kepala daerah.
“Saat menjaring aspirasi di setiap kelurahan dan RT/RW, masing-masing kandidat itu harus turun langsung melihat persoalan yang dihadapi oleh masyarakat lalu ketika terpilih sebagai walikota pasti mereka sudah tahu dengan persoalan yang dihadapi warga, karena pengambilan keputusan anggaran dengan persoalan yang dilihat langsung oleh kandidat tersebut saat menjaring aspirasi warga,” kata Richard. (*)