Pertempuran di Nagorno-Karabakh meletus saat menjelang mediasi

pertempuran papua
Ilustrasi perang, pixabay.com

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jakarta, Jubi – Pertempuran Azerbaijan dan etnis Armenia kembali meletus saat sebelum pembicaraan dengan Amerika Serikat, Prancis, dan Rusia soal mengamankan gencatan senjata dan mencegah perang yang lebih luas di Nagorno-Karabakh, Kaukasus Selatan

Read More

Reuters melansir agenda Menteri Luar Negeri Azerbaijan, Jeyhun Bayramov, yang akan tetap bertemu dengan utusan AS, Rusia, dan Prancis di Jenewa, Swiss, pada Kamis, (8/10/2020). Selanjutnya, Menteri Luar Negeri Armenia, Zohrab Mnatsakanyan, diharapkan untuk bertemu dengan pejabat dari tiga negara di Rusia pada hari Senin, 10 Oktober 2020.

“Posisi Amerika Serikat sudah jelas dan tidak berubah, kedua belah pihak harus segera menghentikan permusuhan dan bekerja dengan OSCE untuk kembali ke negosiasi substantif secepat mungkin, “kata juru bicara AS, di Jenewa, Swiss, Kamis kemarin.

Berita terkait : Jurnalis Prancis terluka saat liput perang Armenia-Azerbaijan

Tolak pembicaraan damai, Armenia-Azerbaijan lanjutkan pertempuran

Pembicaraan itu menandai dimulainya upaya bersama oleh tiga negara untuk menghentikan pertempuran yang berkobar sejak 27 September 2020 lalu, dan meningkatkan kekhawatiran tentang keamanan jaringan pipa di Azerbaijan. Pipa itu membawa gas alam dan minyak ke Eropa.

Tercatat Amerika Serikat, Prancis, dan Rusia adalah Ketua Bersama Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Grup Minsk Eropa (OSCE). Mereka telah memimpin mediasi dalam konflik atas daerah pegunungan Nagorno-Karabakh yang sudah berlangsung puluhan tahun.

Ada kekhawatiran dari OSCE bahwa jika gencatan senjata tak kunjung tercapai, eskalasi akan terjadi dengan melibatkan sekutu Armenida dan Azerbaijan. Hal tersebut menyusul sikap Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, yang mendesak etnis Armenia untuk keluar dari Nagornono-Karabakh. Turki diketahui memiliki kesepakatan militer dengan Azerbaijan.

Di bawah hukum internasional, Nagorno-Karabakh adalah milik Azerbaijan. Namun, di kenyataan, wilayah itu dihuni dan diperintah oleh etnis Armenia, yang memisahkan diri dalam perang 1991-1994 silam di mana menewaskan sekitar 30.000 orang.

Presiden Azerbaijan, Ilham Aliyev, telah mendesak Armenia untuk segera menentukan kapan mereka akan menarik diri dari Nagorno-Karabakah dan wilayah Azeri lainnya. Selain itu, Aliyev juga berkeinginan Turki dilibatkan dalam negosiasi gencatatan.

“Kehadiran Bayramov di Jenewa untuk menunjukkan siapa yang mau bernegosiasi,” ujar Aliyev, dikutip dari kantor berita Reuters.

Menanggapi pernyataan Aliyev, PM Armenia Nikol Pashinyan mengatakan bahwa pihaknya tidak akan menarik diri dari Nagorno-Karabakh. Namun, ia mendukung penyelesaian isu di sana tanpa jalur kekerasan.

Per berita ini ditulis, otoritas Azerbaijan mengatakan 30 warga sipil telah tewas dan 143 luka-luka, sejak 27 September 2020 lalu. Namun, mereka belum mengungkapkan informasi tentang korban militer.

Sementara itu, Nagorno-Karabakh mengatakan pusat administrasi utamanya, Stepanakert, telah dibom dan menewaskan 30 prajurit. Hal tersebut menjadikan jumlah korban tewas militernya 350. Dikatakan juga ada 19 warga sipil yang tewas. (*)

Editor : Edi Faisol

Related posts

Leave a Reply