Papua No.1 News Portal | Jubi
Jakarta, Jubi – Pemerintah Amerika mengeksekusi hukuman mati terhadap warga kulit hitam, Christopher Vialva, pada Kamis, (24/9/2020). eksekusi tersebut menjadi yang pertama untuk warga kulit hitam dalam 17 tahun terakhir.
Vialva adalah terpidana kasus pembunuhan yang terjadi pada 1999 lalu. Korbannya pasangan suami istri Tood dan Stacie Bagley yang bekerja sebagai pengurus Gereja Kristen di Fort Hood, Iowa.
“Vialva dieksekusi di Terre Haute, Indiana di mana merupakan eksekusi federal keenam tahun ini dan yang kedua pekan ini,” ujar Kementerian Hukum Amerika, dikutip kantor berita Al Jazeera, Jumat, (25/9/2020).
Baca juga : Polisi kembali tembak mati pria kulit hitam
Korban penembakan polisi AS terancam lumpuh selamanya
Al Jazeera melaporkan Vialva tidak dieksekusi dengan cara ditembak ataupun kursi listrik yang dulu populer. Ia dihukum mati suntik pada pukul 22:00 waktu setempat dan dinyatakan tewas pada pukul 23:00.
Sebelum disuntik mati, pesan terakhir Vialva doa untuk keluarga pasangan yang ia bunuh. Dalam doanya, ia meminta keluarga Bagley untuk diberi kekuatan dan ketabahan. “Tuhan, berikan mereka kasih dan berkat-Mu. Aku sudah siap,” ujar Vialva yang mengakui tindakannya salah ketika dirinya masih muda.
Tercatat dari 56 terpidana hukuman mati di AS, nyaris separuhnya adalah warga kulit hitam yaitu 26 orang. Adapun angka tersebut selisi empat dengan warga kulit putih yang dihukum mati, 22 terpidana. Dalam laporannya, Death Penalty Information Center (DPIC) menyatakan bahwa besarnya angka terpidana mati warga kulit hitam adalah bukti rasisme pun ada dalam pemberian pidana.
“Hukuman mati telah digunakan secara timpang terhadap warga kulit hitam selama puluhan tahun. Banyak orang tidak sadar bahwa banyak warga kulit hitam telah dipidana mati ketika mereka belum dewasa,” ujar laporan DPIC. Kritik dari DPIC tersebut senada dengan kritik-kritik atas rasisme di Amerika lewat gerakan Black Lives Matter. (*)
Editor : Edi Faisol