“Semua dalam perang saudara yang memerangi Da’esh sekarang saling menyerang”
Papua No. 1 News Portal | Jubi,
Antalya, Jubi – Perang saudara yang terjadi di Libya saat ini dinilai menguntungkan kelompok gerilyawan fanatik Da’esh. Tercatat pada pekan lalu, komandan militer Khalifa Haftar, yang berafiliasi dengan pemerintah berpusat di Libya Timur, melancarkan operasi merebut Ibu Kota Libya, Tripoli, tempat Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang didukung PBB.
“Semua dalam perang saudara yang memerangi Da’esh sekarang saling menyerang”, kata Tarek Megerisi, seorang peserta program Timur Tengah dan Afrika Utara di Dewan Eropa mengenai Hubungan Luar Negeri.
Berita terkait : Pasukan Libya rebut dua pangkalan dari pasukan Haftar
Libya kerahkan tentara hadapi pasukan Haftar
Serangan tentara Libya tewaskan 12 petempur IS
Tarek menyebutkan kondisi yang terjadi di Libya memberi kesmepatan Da’esh membenai diri dan kembali ke kondisinya sebelumnya. Meski diakui kondisi tersebut kembali dapat menjadi ancaman yang sangat nyata, berupa potensi kekacauan yang pernah terjadi pada tahun 2014.
“Saat Da’esh meraih kesempatan untuk menjejakkan kaki di negeri tersebut, mengakibatkan krisis migrasi, yang saya kira masih membuat Eropa menderita,” kata Tarek menambahkan.
Menurut Tarek, diperlukan waktu tiga hari dari awal perang bagi Da’esh untuk melancarkan serangan pertama mereka yang menyerbu kota kecil Libya.
Tarek berbicara pada Sabtu di Rose-Roth dalam seminar parlementer Kelompok Khusus Timur Tengah dan Laut Tengah (GSM), yang dituan-rumahi oleh Parlemen Turki.
Sejak penggulingan mendiang presiden Muammar Gaddafi pada 2011, dua pemerintah telah muncul di Libya, satu di Libya Timur, di bawah Khalifa Haftar, dan satu lagi di Tripoli yang mendapat dukungan PBB.
Baca juga : Aksi jalan kaki menolak perang Afghanistan
Tentara Yaman dan gerilyawan Syiah Al-Houthi bentrok
Megirisi mengatakan jika serangan pasukan Haftar ke Tripoli dikalahkan, pasukannya dapat membawa perang ke Libya Timur. “Mereka sudah memikirkan untuk membuka front lain di Libya Timur dan Selatan,” katanya.
Kondisi perang memutar-balikkan semua keberhasilan kecil lain yang mungkin telah dinikmati oleh Libya selama dua tahun belakangan. Sedangkan dukungan internasional yang telah diperoleh Haftar selama empat tahun belakangan ini telah memberi dia rasa kekebalan. (*)
Editor : Edi Faisol