Papua No.1 News Portal | Jubi
Jakarta, Jubi – Pemimpin Suriah, Bashar al-Assad menuduh Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan sebagai pemicu utama dalam pertempuran mematikan antara pasukan Armenia dan Azerbaijan di wilayah sengketa Nagorno-Karabakh. Assad mengatakan militan dari Suriah telah dikerahkan ke daerah konflik tersebut.
“Dia (Erdogan) adalah penghasut utama dan pemrakarsa konflik baru-baru ini di Nagorno-Karabakh antara Azerbaijan dan Armenia,” kata Assad dalam sebuah wawancara, kantor berita Rusia, RIA.
“Damaskus dapat mengonfirmasi ini,” ujar Assad menambahkan.
Pernyataan Assad mengulangi tuduhan yang dilontarkan Presiden Prancis, Emmanuel Macron bahwa Turki telah mengirim jihadis Suriah untuk berperang dalam konflik tersebut.
Baca juga : Jurnalis Prancis terluka saat liput perang Armenia-Azerbaijan
Tolak pembicaraan damai, Armenia-Azerbaijan lanjutkan pertempuran
Middle East Monitor melansir Assad tidak memberikan bukti atas tuduhannya tersebut. Sementara Turki tidak segera menanggapi pernyataan tersebut. Di sisi lain, Ankara sering membantah terlibat dalam pertempuran di Karabakh dan menepis tuduhan bahwa pihaknya mengirim tentara bayaran ke daerah sengketa itu. Turki juga menggambarkan tuduhan serupa sebagai bagian dari upaya Armenia untuk menciptakan “propaganda gelap” tentang negaranya.
Hampir 300 orang dilaporkan tewas dalam pertempuran di Nagorno-Karabakh. Konflik tersebut pecah pertama kali pada 27 September dan meningkatkan kekhawatiran bahwa konflik akan semakin meluas. Turki diketahui sangat mendukung Azerbaijan, sementara Rusia memiliki pakta pertahanan dengan Armenia.
Kepala Badan Intelijen Luar Negeri Rusia (SVR), Sergei Naryshkin menggarisbawahi keprihatinan Moskow dengan memperingatkan bahwa Karabakh dapat menjadi landasan peluncuran bagi “organisasi teroris internasional” untuk memasuki Rusia dan negara lain.
Sergei mengatakan perang baru di wilayah itu tidak dapat diterima oleh Moskow dan menyebut bahwa pertempuran itu berbeda dari bentrokan sebelumnya dalam konflik berkepanjangan, karena skalanya jauh lebih besar ditambah dukungan kuat Turki untuk Azerbaijan. (*)
CNN Indonesia
Editor : Edi Faisol