Papua No. 1 News Portal | Jubi
Samarinda, Jubi – Ani Juwairiah (45) tidak bisa menutupi kebahagiaannya usai mendapatkan Surat Izin Mengemudi (SIM). Penantian selama 3 tahun, dia bersama teman-teman penyandang disabilitas lainnya terwujud.
Meski harus berpanas-panas di bawah terik matahari yang menyengat sejak tengah hari tadi, tidak menyurutkan semangat Ani, yang juga Ketua Persatuan Penyandang Disabilitas Provinsi Kalimantan Timur, bersama 49 penyandang disabilitas lain untuk mendapatkan SIM. Mereka umumnya penyandang tuna rungu dan tuna wicara.
Satu persatu dari mereka, mendaftar pembuatan SIM D khusus penyandang disabilitas di loket tenda khusus yang sudah disediakan Polresta Samarinda. Usai mendaftar, para penyandang disabilitas pun mengikuti uji praktik roda dua.
"Luar biasa, saya sangat bersyukur dan mengapresiasi dari Polresta. Karena ini pertama kali di Samarinda, khususnya di Kaltim," kata Ani, saat berbincang bersama merdeka.com, di sela uji praktik SIM D khusus penyandang disabilitas di halaman parkir Mapolresta Samarinda, Jalan Slamet Riyadi, Selasa (12/12) siang.
"Dua atau 3 tahun lalu, saya sudah mengajukan permohonan itu ke sini. Jadi keinginan buat SIM ini bukan tiba-tiba. Waktu itu memang boleh, tapi waktunya belum ada akses ke ruangan (pendaftaran SIM)," ujar Nia sambil memeluh keringatnya.
"Kebetulan kali ini, tempat pembuatan SIM dibenahi, disediakan tempat khusus. Jadi, ada semangat buat saya dan teman-teman membuat SIM. Terlebih lagi, Undang-undang sekarang sudah melindungi," ungkapnya lagi.
Sementara itu, Kapolresta Samarinda AKBP Vendra Riviyanto dalam kesempatan itu juga menjelaskan, penyediaan layanan khusus penyandang disabilitas merupakan inisiatif Polresta Samarinda ikut peduli penyandang disabilitas.
"Jadi kalau kita lihat Undang-undang, memang ada perlindungan disabilitas. Kami lihat pada saat saya patroli dan kontrol situasi, menemukan penyandang disabilitas ini," kata Vendra.
"Saya tanya, apakah sudah dilengkapi surat-surat sebagaimana mestinya? Ada yang sudah, ada yang mungkin enggan mengurus. Jadi, Polresta Samarinda jemput bola melayani penyandang disabilitas," ungkapnya.
Tahap awal, hari ini Satlantas Polresta Samarinda melayani 50 orang penyandang disabilitas membuat SIM. "Hari ini 50 orang. Ke depannya, akan terus dilayani berapapun jumlahnya. Kami akan tetap layani. Kita keluarkan SIM D khusus disabilitas dan sementara untuk pengendara motor," janji Vendra.
"Di hari Sabtu hari khusus ya pembuatan SIM, waktu sedikit longgar, loket sampai jam 12 siang. Memang pelayanan khusus, misal ada ibu sambil menggendong anaknya," jelas Vendra.
Kasat Lantas Polresta Samarinda Kompol Boney Wahyu Wicaksono juga menambahkan, memang, sebelum uji praktik memang penyandang disabilitas melakukan tes kesehatan terlebih dulu.
"Prosesnya sama, semua tes dilalui. Hanya memang ada tempat khusus untuk rekan-rekan penyandang disabilitas ya," demikian Boney Wahyu.
Pada akhir Oktober lalu, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang PS Brodjonegoro menegaskan, pembangunan infrastruktur di daerah harus memperhatikan kepentingan penyandang disabilitas di daerahnya.
"Kami ingin kota-kota di Indonesia jadi yang namanya liveable city (kota yang nyaman didiami),” ujarnya di Jakarta, Selasa (31/10/2017) sebagaimana dikutip CNN Indonesia.
Lebih lanjut Bambang menjelaskan, kota yang nyaman ditinggali haruslah memberikan kemudahan akses bagi para seluruh penduduknya, termasuk di dalamnya penyandang disabilitas.
Dengan memberikan kemudahan akses bagi penyandang disabilitas, menurut dia, dapat memutuskan rantai masalah kemiskinan yang membelenggu di Indonesia.
"Ada korelasi yang kuat antara poverty (kemiskinan) dengan disability (cacat),” imbuh dia.
Berdasarkan data United Nation (UN), sekitar 80 persen penyandang disabilitas di dunia hidup di bawah garis kemiskinan.
Sementara, melansir data Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 68,3 persen penyandang disabilitas di Indonesia memiliki tingkat Capital Expenditure (Capex) dibawah US$2 ribu per hari.
Beberapa akses penting yang dibutuhkan oleh kaum disabilitas adalah akses kesehatan dan pendidikan. Hingga kini, hanya 77 persen kaum disabilitas yang mampu mengenyam pendidikan.
Tidak cuma itu, Bambang juga meminta kesetaraan perlakuan kerja bagi para kaum disabilitas. Menurutnya, hal ini sejalan dengan tujuan butir 8 yang tertuang dalam Sustainable Goal Development (SDG) untuk meningkatkan pembangunan berkelanjutan.
Ia mengaku, masih melihat banyak kaum disabilitas yang mengalami tindak diskriminatif dalam mencari pekerjaan. Hal ini dikhawatirkan meningkatkan jumlah pengangguran.
Temuan International Labor Organisation (ILO) menyebut bahwa tingkat pengangguran penyandang disabilitas lebih tinggi dua hingga tiga kali dibandingkan dengan penduduk nondisabilitas.
“Penyandang disabilitas masih diperlakukan diskiriminatif. Mereka susah mendapatkan kerja,”(*)
Sumber: Merdeka.com/CNN Indonesia