Penolakan PPS kembali digaungkan mahasiswa Papua Selatan

Mahasiswa dari empat kabupaten di Selatan Papua bersama PMKRI Cabang Merauke foto bersama – Jubi/Frans L Kobun
Mahasiswa dari empat kabupaten di Selatan Papua bersama PMKRI Cabang Merauke foto bersama – Jubi/Frans L Kobun

Papua No. 1 News Portal | Jubi

“Jangan membawa dan mengatasnamakan agama (untuk) meyakinkan masyarakat kalau kehadiran Provinsi Papua Selatan (PPS) karena Firman Tuhan. Ingat bahwa Tuhan tak punya rencana dalam pembentukan provinsi ini.”

Read More

GELOMBANG penolakan pembentukan Provinsi Papua Selatan (PPS) kembali digulirkan mahasiswa Selatan Papua dari empat kabupaten yakni Merauke, Boven Digoel, Mappi, dan Asmat serta Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Merauke.

Sikap tegas para mahasiswa ini, tidak lain menjawab dan meneruskan apa yang diinginkan dan diharapkan masyarakat. Karena aspirasi di bawah (masyarakat akar rumput) terutama orang asli Papua, belum menerima kehadiran Provinsi Papua Selatan dalam waktu dekat.

Ketua Presidium PMKRI Cabang Merauke, Efiplanus Faot, yang didampingi sejumlah mahasiswa dari empat kabupaten saat konfrensi pers mengatakan, musuh PMKRI bukan person tetapi musuh yang menindas masyarakat.

“Dengan visi-misi kami yakni berjuang dan terlibat merupakan panggilan kemanusiaan.  Sehingga kami benar-benar bersama masyarakat. Dengan penolakan PPS, kami akan menyampaikan kepada pemangku kebijakan terutama orang-orang yang selama ini berjuang   pemekaran,” katanya.

Menurut dia, Presiden RI, Joko Widodo, telah menyatakan pemekaran provinsi di Papua, perlu melalui kajian mendalam.

“Kami dari PMKRI mendukung apa yang disampaikan Presiden. Dimana perlu pengkajian dari berbagai sisi yakni sosial politik, kebudayaan, hak ulayat, dan lain-lain,” ungkapnya.

Ini yang mestinya dilakukan terlebih dahulu. Sehingga ketika PPS hadir nanti, benar-benar menjadi harapan orang Papua terutama orang Marind.

“Apalagi kita ketahui mereka dari tahun ke tahun termarginalkan,” katanya.

Ketua Tun Solidaritas Pelajar, Mahasiswa, dan masyarakat Selatan Papua, Arnold Anda,  menegaskan pemerintah dari empat kabupaten belum melakukan suatu kajian tentang daerahnya masing-masing. Selama ini masyarakat, terutama OAP masih hidup dalam keterbelakangan.

“Saya contohkan saja kegiatan belajar mengajar di sekolah-sekolah tidak berjalan baik, terutama di kampung lokal. Selain itu, belum adanya peningkatan sumber daya manusia (SDM),” katanya.

Dengan demikian, jika PPS ‘dipaksakan’ akan menjadi tanda tanya.

“Sekali lagi kita belum siap pemekaran. Masih terlalu banyak kekurangan yang harus dibenahi,” ujarnya.

Ditegaskan, jika penolakan tak didengar dan direspons, para mahsiswa dari lima kabupaten termasuk Pegunungan Bintang akan turun jalan dalam skala besar melakukan aksi demonstrasi.

Wakil Ketua Ikatan Mahasiswa Boven Digoel, Serviana M Pitang, juga menolak adanya pemekaran PPS.

“Kita harus tahu dulu tujuan pemekaran sesungguhnya untuk siapa? Kalau untuk masyarakat asli Papua, belum saatnya sekarang,” tegas dia.

Perlu butuh waktu dan kajian mendalam, termasuk persiapan SDM secara baik. Jika dipaksakan, sudah pasti orang Papua akan menjadi penonton di negerinya sendiri.

Koordinator Himpunan Mahasiswa Malind, Natalis Kuyaka – Jubi/Frans L Kobun

Koordinator Himpunan Mahasiswa Malind, Natalis Kuyaka, menegaskan populasi masyarakat asli Papua khususnya orang Marind semakin bekurang. Sementara jumlah non-Papua dari waktu ke waktu terus bertambah.

Pembentukan PPS, menurutnya, bukan atas keinginan masyarakat asli Papua. Ini hanya atas kelompok tertentu mengatasnamakan rakyat demi kepentingan pribadi.

Dia juga mempertanyakan kira-kira ibu kota Provinsi PPS nantinya dimana? Jika di Merauke, tanah masyarakat adat mana akan dimanfaatkan.

“Kami tidak mau hanya dihargai sebagai orang Papua, tetapi karena kemampuan yang kami miliki. Olehnya, perlu kesiapan SDM secara matang terlebih dahulu,” pintanya.

Natalis kembali mengingatkan kepada para tokoh yang mengeluarkan pernyataan bahwa PPS terbentuk karena firman Tuhan.

“Sebaiknya pernyataan demikian dihentikan. Karena PPS itu bukan rencana Tuhan. Jangan bawa-bawa nama agama untuk meyakinkan masyarakat,” pintanya.

Para mahasiswa di Selatan Papua tak alergi dengan pemekaran PPS, namun perlu dilakukan pembenahan SDM dulu.

“Untuk sekarang beri kami OAP program untuk dilaksanakan, bukan menghadirkan provinsi baru,” pinta dia.

“Saya ulangi lagi bahwa OAP belum siap menerima hadirnya PPS. Kami tak ingin menjadi hantu di negeri ini. Kami ingin menjadi tuan di negeri sendiri,” tegasnya. (*)

Editor: Yuliana Lantipo

Related posts

Leave a Reply