Penjual sayur di Pasar Hamadi tetap optimis

Penjual sayur di Pasar Hamadi - Jubi/Ramah
Penjual sayur di Pasar Hamadi – Jubi/Ramah

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Penjual sayur di Pasar Hamadi berbagi siasat agar sayur mereka laku. Membeli ke petani lebih awal salah satu agar untuk lebih banyak.

Jam sudah menunjukkan pukul 04.30 pagi, seorang penjual sayur bergegas menuju depan rumahnya untuk menunggu angkot yang lewat dengan tujuan Pasar Youtefa.

Ia berjualan denga berbekal modal Rp2 juta untuk membeli sayur jenis kangkung cabut, sawi, bunga pepaya, bayam, dan daun singkong. Sayur-sayuran tersebut ia beli kepada petani di Arso, Kota, dan Youtefa.

Tepat pukul 06.00 pagi ia bergegas menunggu angkot berikutnya tujuan Pasar Hamadi untuk menjajakan dagangannya yang masih segar-segar.

Itulah rutinitas Siska Pekey setiap hari, kecuali Minggu ia libur untuk ke gereja. Perempuan asal Kabupaten Paniai, Papua ditemui Jubi di lapaknya di Pasar Hamadi, Sabtu, 14 September 2019.

Pekey seorang ibu rumah tangga, memiliki suami dan dua anak, satu duduk di bangku SMP dan satu lagi di SMA. Meski usia Pekey sudah tidak terlihat muda lagi, tapi ia tetap semangat berjualan sayur.

Dengan pakaian yang terlihat kusam dan memakai sandal jepit swallow, semangatnya terus membara demi menambah kebutuhan perekonomian sehari-hari keluarganya dan biaya sekolah kedua anaknya.

Pekey bercerita, ia berasal dari keluarga yang ekonominya pas-pasan. Ia datang ke Kota Jayapura meninggalkan kampung halamannya di Paniai demi mengadu nasib bersama suaminya.

Setahun pertama di Kota Jayapura, Pekey bekerja sebagai tukang cuci pakaian harian yang gajinya selalu habis untuk biaya hidup sehari-hari. Pekerjaan tersebut ia jalankan selama dua tahun.

Karena kebutuhan semakin benyak, Pekey memutuskan berhenti dan mencoba berjualan sayur di Pasar Hamadi. Modal awal ia dapatkan dengan meminjam uang kepada temannya.

Itu sepuluh tahun silam dan kini ia mengaku kehidupannya jauh lebih baik. Meski merasa masih banyak kekurangan namun ia tidak perlu meminjam lagi untuk modal usaha.

“Pertama berjualan sayur hasil penjualannya tidak bagus, kadang sayur yang saya jual tinggal layu di atas meja, saya rugi, tapi harus tetap jualan demi menyekolahkan anak-anak saya supaya dapat pendidikan yang bagus dan bisa menjadi orang sukses,” katanya.

Agar bisa menjual berbagai jenis sayuran yang merupakan kebutuhan pokok untuk menunjang kelangsungngan hidup setiap keluarga,  Pekey menyiapkan modal Rp2 juta. Modal itu digunakanya untuk membeli sayur yang dijualnya selama dua hari.

“Satu ikat saya beli dari petani untuk setiap jenis sayur rata-rata Rp7 ribu dan saya jual Rp10 ribu, saya dapat untung Rp3 ribu saja, tapi belum lagi ongkos gerobak dan beli air, kalau sampai habis semuanya kadang saya dapat untung bersih Rp500 ribu sampai Rp700 ribu,” ujarnya.

Untungnya sayuran memang konsumsi sehari-hari masyarakat sehingga setiap hari sudah pasti ada yang membelinya. Namun pembeli suka sayur yang segar, karena itu kesegarannya harus tetap dipertahankan.

Hal yang dikeluhkan Pekey adalah sejak tiga tahun terakhir sepinya pembeli sayuran di Pasar Hamadi. Menurutnya penyebabnya karena adanya pedagang sayur keliling yang menggunakan motor dan mobil. Mereka berjualan ke kompleks-kompleks perumahan sehingga warga tidak mau lagi belanja ke pasar karena sudah langsung diantar ke rumah.

“Kami bayar karcis setiap hari, sementara pembeli sayur sepi, kalau habis kami sangat bersyukur walau untung sedikit tapi tidak habis kami rugi, dulu meski menyediakan sayuran 500 ikat tetap habis, sekarang jual 50 ikat susah sekali lakunya, bahkan tinggal busuk,” katanya.

Meskipun demikian, Pekey tetap mensyukuri rezeki dari Tuhan karena masih bisa berjualan. Baginya berdagang sayuran adalah salah satu profesi yang bisa menghasilkan uang untuk kebutuhan sehari-hari tanpa harus mengharap belas kasih orang lain.

Ia berpesan kepada anak-anak muda asli Papua agar jangan berpangku tangan, keluyuran yang tidak jelas mau kemana arahnya, atau berdiam diri di rumah tanpa harus melakukan apa-apa.

“Tuhan kasih kita tangan, kaki, dan otak untuk digunakan agar bermanfaat demi kebaikan, jangan bermalas-malasan, kalau tidak kerja siapa yang mau kasih makan kita, kalau masih sehat itu harus dimanfaatkan untuk kebaikan hidup,” katanya.

Berbeda dengan Pekey yang mau berbagi kisahnya, penjual sayur lainnya di Pasar Hamadi, Marice Tabuni, memilih menyampaikan kisahnya dengan pendek

“Saya jualan sayur untuk sekolahkan anak saya yang masih SD, puji Tuhan bisa juga untuk kebutuhan sehari-hari, dengan modal Rp1 juta setiap hari saya sudah bisa berjualan,” katanya.

Supaya bisa mendapatkan sayuran yang segar dan khawatir tidak mendapatkan sayur yang ingin dijual, Tabuni menyiasati dengan membeli sayur ke petani lebih awal.

“Untungnya cuma sedikit saja, kalau habis semua kadang dapat Rp500 ribu, kalau ada yang busuk cuma dapat Rp300 ribu, ini untung bersih, kalau buat modal beli sayur, ongkos mobil, gerobak, air, dan es sudah saya sisihkan” katanya.

Tabuni berpesan kepada anak-anak muda asli Papua untuk tidak meremehkan pekerjaan.

“Bila dikerjakan dengan semangat dan sungguh-sungguh pasti ada hasilnya untuk kebaikan diri sendiri dan juga orang lain,” katanya. (*)

Editor: Syofiardi

Related posts

Leave a Reply