Jayapura, Jubi – Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) memberikan perhatian khusus dalam penerimaan calon Praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) formasi 2019 khusus untuk Papua. Tahun ini persentasenya 80 persen orang asli Papua. Sisanya 20 persen non Papua.
Rektor IPDN Jatinangor Murtir Jeddawi usai memberikan sosialisasi terkait penerimaan IPDN 2019, di Jayapura, Senin (11/3/2019) mengatakan animo anak-anak Papua dan Papua Barat untuk masuk dalam IPDN sangat tinggi, sehingga diharapkan momentum ini bisa dimanfaatkan secara baik.
“Kami langsung ke Papua untuk memberikan penjelasan kepada anak-anak Papua agar yang punya keinginan menjadi praja IPDN memahami betul apa yang perlu dipersiapkan baik teknis, digitalisasi termasuk kesehatan dan sebagainya sehingga mereka bisa berkompetisi dan lulus sebanyak-banyaknya,” katanya.
Ia tekankan, dalam proses penerimaan IPDN gratis, dalam artian tidak dikenakan biaya, cukong dan pintu kiri atau kanan. Semuanya lewat satu pintu atau pintu yang benar.
“Ini yang kami ingin sampaikan langusng kepada jajaran pemerintahan di provinsi, kabupaten dan kota se-Papua,” ujarnya.
Soal kuota, ujar ia, masih dalam proses usulan ke Menpan sehingga masih menunggu keputusan resmi. Namun tahun kemarin (2018) yang lulus sebanyak 153 orang. “Jadi kemungkinan akan berkembang terus,” sambungnya.
Sedangkan mengenai standar pesyaratan dan nilai, jelas ia, semua sama untuk tingkat nasional (tes pertama). Namun apabila kuota tidak terjadi, biasanya kepala daerah (gubernur) meminta afirmasi.
Dengan demikian, dirinya meminta masing-masing pemerintah kabupaten/kota untuk mengawal anak-anaknya untuk tes. Dalam artinya, harus sehat, bersih, pintar dan bagus dalam segala hal.
“Jangan biarkan anak-anak kita mendaftar sendiri, karena ini tugas pemerintah dalam mengawal anak-anaknya dalam sampai mendaftar. Sebab fungsi pemerintah adalah memperdayakan masyarakatnya, jadi harus dikawal sampai selesai,” katanya.
Soal permintaan ada klasifikasi mengenai kesehatan, Murtir Jeddawi tekankan, untuk kesehatan adalah prosedur tetap, jadi sepanjang tidak memperngaruhi proses pelajaran dan fisik, mungkin bisa ditoleransi. Yang terpenting tidak sakit jantung, paru-paru, mata minus yang berlebihan dan lainnya.
“Kalau hanya influenza, bekas kena typhoid dan penyakit yang bisa diobati itu tidak masalah. Tapi kalau jantung, paru-paru dan penyakit berat lainnya tentu tidak bisa,” kata Murtir dengan tegas.
Asisten Bidang Umum Papua Elysa Auri meminta pemerintah kabupaten/kota untuk memenuhi presentase yang sudah diberikan Kemenpan-RB, dengan langsung mengawal dan memberikan pelatihan kepada anak-anak Papua.
“Kalau di kabupaten/kota ada kesulitan soal jaringan dan segala macamnya segera koordinasi dengan provinsi. Sebab ini menjadi tugas kita bersama-sama, jangan sampai kuota 80 persen yang diberikan tidak bisa dipenuhi karena itu langsung hangus, tidak bisa diminta lagi,” kata Auri.
Dirinya menyarankan, agar kabupaten/kota menyiapkan satu tempat khusus untuk membina anak-anak Papua yang ingin mendaftar sebagai Praja IPDN, supaya bisa mengikuti perkembangan dan pelatihan-pelatihan.
“Terkait ini saya sudah sampaikan lewat surat resmi tahun lalu. Untuk itu, saya mohon ada komunikasi yang baik antar provinsi, kabupaten dan kota sehingga pengawalan terhadap anak-anak Papua bisa selalu terpantau dengan baik,” ujarnya. (*)
Editor: Syam Terrajana