Pemprov Papua dan Pemkab Jayapura siap fasilitasi masyarakat adat temui Mendagri

papua-masy-adat-besum
Suasana pertemuan Pemprov Papua, Bupati Jayapura dengan masyarakat empat distrik terkait lahan transmigrasi - Jubi/Alex

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jayapura siap memfasilitasi masyarakat di empat distrik di Kabupaten Jayapura yakni Namblong, Nimbokrang, Kemtuk, dan Kemtuk Gresi untuk menemui Menteri Dalam Negeri (Mendagri) terkait lahan yang pakai untuk program transmigrasi.

Pertemuan dengan Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, adalah untuk membahas penyelesaiaan tuntutan masyarakat adat atas lahan transmigrasi lokasi Besum Kampung Karya Bumi, Distrik Namlong, Kabupaten Jayapura, seluas 300 hektare lebih.

Read More

Hal ini sebagaimana keputusan dalam pertemuan antara Penjabat Sekda Papua, Doren Wakerkwa, bersama Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw, dan perwakilan masyarakat adat dari empat distrik di Sasana Karya Kantor Gubernur Papua, Kota Jayapura, Jumat (20/11/2020).

Penjabat Sekda Papua, Doren Wakerkwa, mengatakan duduk bersama pemerintah pusat perlu dilakukan, guna melaporkan persoalan yang terjadi sekaligus meminta petunjuk dan arahan terkait langkah-langkah penyelesaian pembayaran biaya ganti rugi lahan transmigrasi di Besum.

“Gubernur atau Bupati Jayapura bayar tidak bisa, sebab ini terkait dengan aset. Tanah ini kan diduduki oleh masyarakat transmigrasi yang ditempatkan oleh Pemerintah Pusat pada tahun 70-an. Semoga ada titik terang penyelesaiannya, karena Mendagri dulu cukup lama di Papua,” katanya.

Baca juga: Warga adat buka pemalangan permukiman transmigrasi

Hal senada disampaikan Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw. Dirinya mengatakan transmigrasi adalah program nasional. Dengan demikian, Pemerintah Pusat harus bertanggung jawab menyelesaikan persoalan tanah transmigrasi ini.

“Mudah-mudahan Pemerintah Pusat bisa menyelesaikan masalah ini tidak terlalu lama. Kesepakatan dalam pertemuan ini juga menjamin tidak ada pemalangan lagi dari masyarakat adat setempat,” kata Awoiatauw.

Ia pun mengapresiasi pemerintah provinsi yang dengan cepat merespons dengan menggelar pertemuan bersama pihaknya dengan masyarakat adat. Sebab, masyarakat memang menginginkan pertemuan seperti itu untuk mendengar langsung langkah-langkah yang diambil pemerintah.

“Dalam surat Mendagri memang meminta kami berkoordinasi dengan Pemerintah Papua dan hari ini sudah ada komunikasi yang baik. Jadi kami sampaikan terima kasih ke Gubernur Papua bisa fasilitasi pertemuan ini,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Tim penyelesaian sekaligus perwakilan dari masyarakat adat, Bernadus Sanggrawai, mengaku sepakat dengan hasil keputusan dalam pertemuan tersebut. Namun, hal ini tak mempengaruhi tenggat waktu penyelesaian yang ditentukan oleh masyarakat.

“Saat kami buka palang 18 November kemarin, sudah ada kesepakatan dari kami paling lambat tunggu selama 1 bulan untuk sudah harus ada penyelesaiannya. Apabila tidak selesai, maka kami akan lakukan pemalangan kembali,” katanya tegas.

Ia berharap dari pertemuan bersama Mendagri nanti, masyarakat adat bisa mendapat kepastian pembayaran ganti rugi tanah yang sudah disepakati oleh pihaknya sebesar Rp50 ribu per meter dengan luas tanah mencapai 397,18 hektar.

“Dari total 526,34 hektar, 129,16 hektar sudah dibayar oleh Pemerintah Papua karena lahan itu ditempati oleh SKPD Pemprov Papua. Sisanya ini yang kami tuntut adanya pembayaran ganti rugi,” tutupnya. (*)

Editor: Dewi Wulandari

Related posts

Leave a Reply