Papua No.1 News Portal | Jubi
Wamena, Jubi – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jayawijaya, Senin (25/10/2021), menggelar rapat bersama sejumlah SKPD menyikapi adanya data dari Badan Pusat Statistik (BPS), tentang tingkat kemiskinan yang dianggap ekstrem.
Wakil Bupati Jayawijaya, Marthin Yogobi yang juga selaku ketua penanggulangan kemiskinan ekstrem, menyebutkan rapat dilakukan guna menyesuaikan data dari SKPD yang ada baik DPMK, Dinas Sosial, Bappeda, Dukcapil, dan Badan Statistik.
Menurutnya, hal ini juga untuk memastikan warga di setiap kampung yang dianggap miskin, dapat dicocokkan kembali datanya baik dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, juga untuk mengetahui apakah warga telah mempunyai NIK, agar nantinya dapat diberikan bantuan yang tidak salah sasaran.
“Hal ini juga telah disoroti wakil presiden beberapa waktu lalu, oleh karena itu sesuai dengan arahan, dua bulan ke depan perlu dilakukan penanganan,” kata Marthin Yogobi di kantor Bupati Jayawijaya.
Ia menyebut, dalam penanganan ini nantinya akan ada lima distrik yang menjadi sasaran, dimana setiap distrik diambil sampel lima kampung, sehingga akan ada 25 kampung yang dilakukan pencocokan data.
Dalam penanganan kemiskinan ekstrem ini, kata Yogobi, pemda tidak akan mengarahkan dalam bentuk program dan kegiatan, tetapi lebih kepada bantuan sosial selama dua bulan ke depan.
“Kalau bantuan selama ini juga sudah ada dari pemerintah pusat seperti PKH maupun BLT, sehingga menjadi tanggung jawab semua SKPD,” katanya.
Untuk menentukan suatu wilayah masuk dalam kategori miskin ekstrem, katanya, ada beberapa indikator seperti ketersediaan air bersih, pelayanan dasar misal pendidikan dan kesehatan.
“Lima distrik yang menjadi sasaran yaitu Wesaput, Wouma, Bolakme, Asologaima, dan Usilimo yang menjadi indikator tingkat kemiskinan adalah keterbatasan akses pelayanan dasar,” katanya.
Wabup menyebut angka kemiskinan di Jayawijaya berdasarkan data BPS, ada di angka 30 atau 84 persen dari penduduk Jayawijaya, sehingga jika dibawa ke angka nominal sekitar 67.720 jiwa yang masuk dalam kemiskinan ekstrem.
Selain itu, pendapatan per kapita masyarakat juga memengaruhi indikator untuk menentukan kemiskinan ekstrem, dimana tiap anggota keluarga diukur berapa kalori dari makanan yang dikonsumsi sesuai standar PBB.
Sementara itu, Kepala Sub Bagian Umum BPS Jayawijaya, Arther Ludwig Purmiasa menyebut, data BPS ini merupakan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), yang dilaksanakan dua kali setiap tahunnya pada Maret dan September.
“Responden kita ini adalah rumah tangga, sehingga yang namanya survei berarti itu sampel. Untuk Susenas ini pendekatan kita menggunakan satuan blok sensus,” kata Arther.
Berbicara kemiskinan ekstrem di Jayawijaya secara makro dengan memotret hasil di lapangan, dan setelah didapat maka dihitung angka kemiskinan tersebut, dimana kepenuhan atas 2.100 kilo kalori itu yang digunakan sebagai standar internasional.
“Hasil survei dari Susenas itulah, lalu didapat angka kemiskinan itu. Selain itu melihat pengeluaran kebutuhan dasar masyarakat, juga kebutuhan pengeluarannya seperti makan minum dan lainnya,” katanya. (*)
Editor: Kristianto Galuwo