Pemimpin komunis: prioritas di Tibet lawan Dalai Lama

Jubi | Portal Berita Tanah Papua No. 1

Beijing, Jubi – Agenda prioritas Tiongkok atasi masalah di Tibet dengan melawan pengaruh Dalai Lama, demikian pemimpin Partai Komunis di wilayah itu.

Ia menegaskan, semua kegiatan biksu itu akan dianggap "pemberontakan" dan "merongrong".

Kementerian Luar Negeri Tiongkok tampak geram dan mengancam akan bertindak keras, setelah pemimpin spiritual Tibet berbicara di depan Parlemen Eropa, Prancis.

"Pertama, kami akan meningkatkan perlawanan terhadap pengaruh Dalai Lama, hal itu merupakan prioritas tertinggi dalam isu etnis di Tibet, sementara misi jangka panjangnya, memperkuat kesatuan etnis di wilayah tersebut," kata sekretaris partai di Tibet, Wu Yinjie dalam pidato yang diterbitkan harian pemerintah, "Tibet Daily", Jumat (30/9).

"Kita harus menentang aksi reaksioner Dalai Lama ke-14, melawan segala kegiatan separatis dan subversif, serta menghapus akar pengaruhnya yang membahayakan kesatuan etnis," kata Wu.

Penghormatan masyarakat terhadap Dalai Lama dilarang di Tibet, sejak dia melarikan diri dari Tiongkok pada 1959 karena pemberontakan yang gagal. Meski secara diam-diam, banyak warga Tibet memuja sosoknya dan memajang fotonya di rumah.

Pemerintah menyangkal kritik dari pegiat HAM dan para pelarian politik. Mereka menilai pemerintah Tiongkok membatasi hak religius dan budaya warga Tibet.

Namun pemerintah berdalih pihaknya telah menyejahterakan rakyat tertinggal di Tibet. Masalah lain pemerintah Tiongkok di Tibet diantaranya, kemiskinan, hambatan bahasa, dan program pembangunan yang tak sesuai dengan tradisi pengembala.

Rakyat Tibet sempat diakui sebagai kelompok minoritas Tiongkok pada 1956, dan mendapat jaminan perlindungan hukum atas bahasa serta budayanya.

Namun, mereka kerap dipinggirkan dan dicurigai otoritas di Beijing yang beranggapan rakyat Tibet berpotensi separatis.

Otoritas menilai, pembelajaran bahasa Mandarin bagi kelompok minoritas mampu menjamin kesatuan nasional serta membuka peluang ekonomi.

Akan tetapi, ada semacam penolakan terhadap pembelajaran bahasa Mandarin untuk sekolah di Tibet. Masyarakat setempat khawatir, pemerintah mengasimilasi budayanya. Namun, pemerintah Tiongkok menyangkal dugaan tersebut.(*)

Related posts

Leave a Reply