Pemerintah dinilai tak serius tangani pengungsi di Maybrat

Pengungsi Maybrat, Papua Barat
Ilustrasi Warga sipil dari Kampung Imsun di Kabupaten Maybrat, Papua Barat, mengungsi dengan memasuki hutan. - Dok. Tim Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Pengungsi Maybrat

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Pemerintah Pusat, Pemerintah Kabupaten Maybrat dan Pemerintah Provinsi Papua Barat, dinilai tak serius menangani pengungsi di Kabupaten Maybrat.

Koordinator Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil Pembela HAM dan Lingkungan, Pastor Bernard Wos Baru, OSA, melalui konferensi pers daring, Jumat (26/11/2021) mengatakan, Gereja merasa prihatin karena jumlah pengungsi sangat banyak tapi tidak ada yang bertanggung jawab secara serius.

“Mereka (pemerintah) hanya tunggu Komnas HAM dari Jakarta baru ada pergerakan temu wicara. Tapi konkritnya tidak ada. Kelihatannya (pemerintah) acuh tak acuh, ada apa di balik itu?” kata Pater Baru.

Menurut dia, sebenarnya pemerintah memiliki tanggung jawab moral, sosial, dan tanggung jawab politik, untuk memperhatikan para pengungsi akibat konflik bersenjata.

Baca Juga : 

Seorang anak pengungsi Maybrat meninggal dalam pengungsian

Gereja melihat beberapa motif di balik konflik bersenjata di daerah tersebut, seperti motif politik, ekonomi dan militerisme. Dalam konteks politik, konflik terjadi karena permainan kepentingan politik kekuasaan, baik pusat, maupun dan lokal. “Itu yang terjadi di seluruh Papua. Rakyat justru dikorbankan,” katanya.

Selain itu, lanjutnya, konflik di Tanah Papua terjadi karena motif ekonomi (investasi) dan militerisme. Militerisme memboncengi kepentingan investasi hingga menimbulkan konflik bersenjata. Pembangunan pos-pos militer juga dianggap memicu perlawanan bersenjata dan trauma bagi masyarakat sipil.

Motif-motif ini membuat konflik di Tanah Papua terus terjadi dan tidak diselesaikan dengan baik. Maka dari itu, Gereja mendesak kepada pemerintah, untuk lebih proaktif menangani pengungsi akibat konflik bersenjata.

Dia mengkhawatirkan banyak pengungsi yang meninggal karena tidak ditangani dengan baik oleh pemerintah. Mereka mengalami kekurangan bahan makanan, kesakitan mental atau psikologis.

Dia pun meminta agar para pengungsi segera dipulangkan ke kampung halamannya, agar dapat merayakan Natal dan Tahun Baru, serta dapat bekerja dan hidup seperti sedia kala.

Gereja melalui Keuskupan Manokwari-Sorong bahkan sudah menyurati Danrem setempat beberapa minggu lalu. Surat itu dimaksudkan agar para pengungsi segera dikembalikan ke kampung-kampung halamannya. Namun hingga kini belum ada respons dari Danrem setempat.

Yohanis Mambrasar dari Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Pengungsi Maybrat mengatakan, konflik bersenjata TNI/Polri vs TPNPB/OPM sejak 2 September 2021, mengakibatkan 3.121 warga sipil mengungsi ke distrik, kota-kota dan hutan-hutan.

“Sebanyak 55 masyarakat sipil mengalami tindakan kekerasan aparat, sebanyak 8 warga sipil sedang ditahan untuk menjalani proses hukum, dan 8 warga sipil lainnya meninggal di tempat pengungsian,” ujar Mambrasar. (*)

Editor: Syam Terrajana

Leave a Reply