Papua No. 1 News Portal | Jubi ,
Oleh : Christov Manuhutu
INDONESIA telah menerapkan aturan terkait Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) pada berbagai industri terutama untuk proyek-proyek padat modal seperti proyek-proyek infrastruktur dan pengadaan skala besar. Kebijakan ini bertujuan mengurangi defisit perdagangan akibat banyaknya barang dan jasa impor yang masuk ke Indonesia sehingga adanya multiplier effect bagi ekonomi/industri lokal di Indonesia dapat bertumbuh lewat kebijakan keberpihakan tersebut.
Otonomi khusus di Papua telah berjalan sejak tahun 2001, dan telah banyak kebijakan keberpihakan atau afirmasi positif dilakukan dalam semangat Otsus kepada pengusaha Papua. Bahkan data BPS Provinsi Papua menunjukan ekonomi Papua pada triwulan ke-2 tahun 2018 tumbuh sebesar 24,68% (year on year), terutama karena industri pertambangan dan penggalian di Provinsi Papua.
Namun pertumbuhan ekonomi yang begitu pesat berbanding terbalik dengan pertumbuhan industri lokal. Hal ini dipengaruhi adanya impor barang dan jasa yang begitu besar dari wilayah lain di luar Papua. Data tersebut dapat dilihat dari angka Net Ekspor Antar-Daerah dari BPS Provinsi Papua bahwa di triwulan ke-2 pada tahun 2017 minus Rp5,9 Triliun, dan di triwulan ke-1 2018 minus Rp3,7 Triliun dan di triwulan ke-2 2018 minus Rp14,4Triliun.
Dampak dari hal tersebut jelas dirasakan baik di tingkat individu maupun industri. Data dari BPS pada Maret 2018 menunjukan tingkat kemiskinan Papua 27,74% yang jauh lebih tinggi dibandingkan tingkat kemiskinan nasional 9.82% dari keseluruhan penduduk. Sedangkan di tingkat industri manufaktur berdasar survei BPS triwulan ke-2 tahun 2018, golongan industri besar dan sedang di Papua hanya terdiri dari industri makanan, minuman dan kayu saja. Akibatnya harga jual produk di Papua selalu menjadi kurang kompetitif dibandingkan produk dari Jawa.
Oleh karena itu, kebutuhan akan adanya suatu kebijakan TKDN versi Papua atau Tingkat Kandungan Dalam Papua (TKDP) menjadi krusial agar TKDP menjadi salah satu syarat pertimbangan utama untuk pemenang tender proyek-proyek infrastruktur dan pengadaan pemerintah di Papua.
Dengan demikian, TKDP akan mendorong penggunaan tingkat penggunaan barang dan jasa lokal di Papua sebelum menggunakan barang dan jasa dari wilayah lain. Cerita lama bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi (24,68%) itu lari ke luar Papua dapat berkurang drastis dan pertumbuhan ekonomi itu terasa bagi banyak orang di tanah Papua dan multiplier effect dari pertumbuhan ekonomi itu dapat mendorong pertumbuhan industri lokal yang dipegang oleh pengusaha lokal di tanah Papua.
Dari tahapan perencanaan hingga tahapan pelaksanaan proyek, TKDN di industri minyak dan gas, industri telekomunikasi dan industri lainnya di tingkat nasional telah berhasil diterapkan dengan efektif demi pemberdayaan ekonomi lokal Indonesia. Pelaksanaan TKDP di Papua dapat mencontoh dari pelaksanaan TKDN di tingkat nasional, demi kemajuan ekonomi lokal di Papua.
Kebijakan keberpihakan TKDP ini haruslah dimulai dari kemauan politik dari para pemimpin dan pemangku kepentingan di Tanah Papua. Dengan terpilihnya kembali bapak Gubernur Enembe, kebijakan politik semacam TKDP ini dapat didorong untuk penguatan ekonomi dan industri lokal di Papua. (*)
Penulis adalah pengamat ekonomi Papua