Papua No. 1 News Portal | Jubi ,
Oleh: Hari Suroto
KEPULAUAN Raja Ampat tak hanya memiliki pantai pasir putih, pesona bawah laut, keragaman biota laut, flora dan fauna hutan tropis yang menakjubkan. Destinasi wisata dunia ini juga memiliki pesona lukisan tebing prasejarah (rock art).
Rock art adalah wujud seni yang dituangkan pada batuan yang dapat tertuang dalam bentuk lukisan, dengan media tebing karang. Situs lukisan prasejarah di Raja Ampat dapat dijumpai di Teluk Mayalibit, Teluk Kabui, dan kawasan Misool Selatan.
Motif lukisan tergambar pada permukaan dinding tebing karst dekat permukaan air yang mudah digapai dengan tangan. Selain itu lukisan juga terletak pada permukaan dinding tebing yang lebih tinggi. Motif lukisan tebing ini berupa figur manusia, hewan, cap tangan, geometris, fauna bawah air, dan peralatan.
Figur manusia digambarkan dalam berbagai posisi, yaitu ‘manusia kangkang’, manusia sedang menari, topeng atau muka manusia, dan antropomorfik. Gambar fauna terdiri dari fauna darat maupun fauna laut seperti kadal, ular, burung, lumba-lumba, ikan, teripang, cumi-cumi, ubur-ubur, udang, kuda laut. Gambar peralatan berupa kapak batu, tombak perahu, busur, panah, dan bumerang.
Lukisan tebing umumnya berwarna merah, putih, cokelat, kuning, dan hitam. Lukisan dibuat dengan kuasan, percikan, corengan, teknik cap sembur negatif, dan teknik olesan.
Suatu gambar dibuat untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Rock art merupakan pemuas perasaan tertentu terkait dengan rasa kekhawatiran, rasa cemas, rasa aman, dan rasa syukur. Cap-cap tangan yang didominasi oleh warna merah ditafsirkan sebagai cap-cap tangan nenek moyang yang akan selalu memberikan perlindungan kepada keturunannya yang masih hidup.
Gambar binatang ditafsirkan sebagai pedoman untuk keberhasilan dalam perburuan binatang. Simbol-simbol manusia dan hiasan geometris merupakan perwujudan alam pikiran yang berkaitan dengan peristiwa tertentu dalam hidup mereka.
Walaupun masih kalah populer dengan pesona pemandangan dari atas bukit Wayag dan Pianemo, situs-situs lukisan tebing prasejarah telah menjadi obyek kunjungan terutama wisatawan asing.
Lukisan tebing bersifat unik, langka, rapuh, tidak dapat diperbaharui, tidak bisa digantikan oleh teknologi dan bahan yang sama, dan memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan dan kebudayaan.
Lukisan tebing prasejarah di Raja Ampat sekarang ini memiliki kondisi yang beragam. Sebagian masih terawat dengan baik, tapi sebagian lagi sudah mengalami kerusakan akibat faktor alam maupun manusia.
Faktor alam berupa pengelupasan, gambar pudar, pelapukan oleh jamur, gulma, uap garam, hujan, panas terik matahari, dan rawan longsor. Aktivitas manusia juga menjadi penyebab meningkatnya kerusakan pada lukisan tebing, antara lain, vandalisme baik dalam bentuk coretan maupun goresan. Perambahan lahan di sekitar lingkungan situs berupa budidaya mutiara, eksploitasi ikan, jalur pelayaran, dan aktivitas pariwisata.
Upaya pelestarian sangat penting untuk mencegah kerusakan yang lebih parah dan mempertahankan keberadaannya bagi generasi mendatang. Pelestarian lukisan tebing prasejarah di Raja Ampat menjadi tanggung jawab semua pihak.
Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, yang dimaksud dengan pelestarian cagar budaya adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan cagar budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya.
Untuk itu, perlu sosialisasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 kepada masyarakat sekitar situs;
Pertama, untuk memberi pemahaman kepada masyarakat tentang nilai pentingnya situs lukisan;
Kedua, penetapan kawasan lukisan tebing sebagai cagar budaya oleh bupati Raja Ampat;
Ketiga, meningkatkan peran aktif tokoh adat dan pemuka agama, dan;
Keempat, pemasangan papan informasi (bahasa Indonesia dan bahasa Inggris) bahwa situs ini dilindungi Undang-Undang Cagar Budaya.
Sosialisasi ke sekolah dilakukan dalam bentuk, lukisan tebing prasejarah dijadikan materi muatan lokal sekolah. Materi muatan lokal sekolah di Raja Ampat selama ini lebih kepada konservasi biota laut.
Materi ini sangat sesuai dengan motif-motif lukisan tebing berupa fauna laut, sehingga tinggal penyesuaian materi saja.
Fokus pada ragam biota laut Raja Ampat saat ini sudah ada sejak masa prasejarah dan patut dilestarikan, baik biota laut yang masih hidup, maupun tinggalan lukisan tebing prasejarahnya.
Sosialisasi juga bisa dalam bentuk pameran dan publikasi kepada masyarakat luas. Pameran dapat dilakukan pada event tahunan seperti Festival Bahari Raja Ampat atau pameran pembangunan dalam rangka hari jadi Kabupaten Raja Ampat.
Pameran bertujuan untuk membangun apresiasi dan kepedulian masyarakat dari berbagai ilmu, latar belakang, dan usia terhadap pelestarian lukisan tebing prasejarah yang terdapat di Raja Ampat.
Selain itu pameran juga dilakukan untuk membangun rasa memiliki dan kebanggaan masyarakat, sehingga muncul kepedulian untuk bersama-sama melestarikan lukisan tebing demi kelangsungannya pada masa mendatang.
Eksistensi lukisan tebing prasejarah pada masa mendatang sangat tergantung pada apa yang kita lakukan saat ini. Apa yang terjadi sekarang akan berdampak pada keberadaan lukisan tebing di masa depan.
Perlindungan adalah upaya mencegah dan menanggulangi kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan dengan cara penyelamatan, pengamanan dan zonasi, pemeliharaan, dan pemugaran cagar budaya.
Perlindungan terhadap lukisan tebing harus dilakukan terhadap fisik benda dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Pentingnya penelitian tentang cerita-cerita rakyat yang terkait dengan keberadaan lukisan tebing. Menggali kearifan lokal tentang hukum adat, terutama penerapan sasi, yaitu batas wilayah penangkapan ikan secara tradisional. Hal ini bisa disinkronkan dengan batas wilayah konservasi lukisan tebing.
Pemanfaatan adalah pendayagunaan cagar budaya untuk kepentingan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan kelestariannya.
Pariwisata Raja Ampat yang selama ini dikenal berbiaya mahal, hanya orang-orang tertentu yang bisa menikmati surga bawah air dan pesona alam Raja Ampat.
Namun, kini telah berubah. Pariwisata Raja Ampat telah mengarah pada wisata massa, ditandai dengan maraknya pembangunan homestay oleh warga setempat. Perlu moratorium pembangunan homestay. Tidak diperbolehkan membangunan homestay di sekitar kawasan lukisan tebing.
Pemanfaatan dapat dilakukan dengan pembangunan pariwisata dan ekonomi kreatif berkelanjutan, yaitu dengan menerapkan wisata minat khusus, bukan wisata massa.
Pemberdayaan ekonomi kreatif warga dengan pembuatan noken, batik motif Raja Ampat, tikar pelepah sagu dan kuliner asli setempat. Peningkatan penguasaan bahasa asing warga sebagai pemandu wisata.
Pengembangan adalah peningkatan potensi nilai, informasi, dan promosi cagar budaya serta pemanfaatannya melalui penelitian, revitalisasi dan adaptasi secara berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan pelestarian.
Salah satu cara untuk menyelamatkan keberadaan lukisan tebing prasejarah yaitu dengan mengkombinasikan dengan konservasi laut.
Seluruh lukisan tebing prasejarah di Raja Ampat belum diteliti dan didokumentasi, sehingga perlu penelitian lanjutan, serta perlunya pembuatan peta persebaran lukisan dalam bentuk peta digital.
Pemetaan kawasan karst yang di dalamnya terdapat situs-situs lukisan tebing prasejarah dan potensi alam yang ada dapat dijadikan kawasan geopark. Selain itu juga, kawasan situs lukisan tebing dipetakan dalam zona rawan bencana.
Keberhasilan konservasi laut di Raja Ampat perlu ditiru. Konservasi ini berupa penerapan larangan menangkap ikan untuk wilayah perairan tertentu. Hal ini bisa diterapkan pada kawasan lukisan tebing prasejarah.
Situs lukisan tebing dijadikan sebagai kawasan khusus, hanya aktivitas tertentu seperti kunjungan yang terbatas bagi wisatawan.
Alternatif lainnya adalah pelestarian in situ, yaitu bentuk pelestarian dengan tetap menjaga keberadaan lukisan tebing di lokasi aslinya, aktivitas hanya diperbolehkan berupa penelitian dan konservasi.
Dapat juga dibuat duplikasi lukisan, untuk ditampilkan di area khusus wisata atau museum, situs asli tidak boleh dikunjungi wisatawan.
Untuk wilayah Misool Selatan perlu dibuat jalur lintasan baru untuk kapal penumpang arah Seram, agar kapal besar tidak boleh melintas di kawasan lukisan tebing prasejarah. Selain itu speed boat wisatawan atau perahu masyarakat perlu ditertibkan agar tidak ditambatkan pada situs lukisan tebing. (*)
Penulis adalah peneliti di Balai Arkeologi Papua