Pelaku UMKM orang asli Papua terus tumbuh

Papua No. 1 News Portal | Jubi ,

KEPALA Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Disperindagkop dan UKM) Kota Jayapura, Robert L. N. Awi, mengatakan pelaku UMKM di Kota Jayapura khususnya orang asli Papua (OAP) terus tumbuh.

"Dari 80 persen pelaku UMKM di Kota Jayapura, OAP perempuan ada 60 persen dan 20 persen perempuan non-Papua, yang 60 persen tersebut umumnya bergerak di bidang hasil bumi, kios, kerajinan, dan industri rumahan," kata Awi, kepada Jubi di Kantor Wali Kota Jayapura, Selasa, 22 Januari 2019.

Lanjutnya, 60 persen OAP yang menggeluti UMKM di Kota Jayapura paling dominan usia antara 30 hingga 50 tahun. Mereka tersebar di lima distrik, yaitu Distrik Jayapura Utara, Jayapura Selatan, Abepura, Heram, hingga Distrik Muara Tami.

Pembinaan dan pendampingan kepada seluruh pelaku UMKM, katanya, diberikan setiap tahun. Tujuannya bila dianggap berhasil maka Pemerintah Kota Jayapura memberikan bantuan agar mereka lebih eksis di dunia usaha.

"Lewat evaluasi, disimpulkan bahwa harapan pembangunan dan sekaligus pengelolaan UMKM di Kota Jayapura ke depan di tangan kaum perempuan,” katanya.

Kerena itu sejak 2017 dinasnya lebih fokus kepada kaum perempuan.

“Karena memang terbukti memiliki perhatian, kemampuan, dan kemauan untuk maju, terutama di bidang UMKM," ujarnya.

Kemampuan ekonomi sebagian besar masyarakat asli Papua, kata Awi, berada pada taraf ekonomi yang cukup rendah, sehingga 60 persen sumber daya yang digunakan dari dana Otonomi Khusus (Otsus) yang difokuskan pada OAP.

"Hal ini menjadi motivasi terutama kepada kaum perempuan untuk lebih baik lagi, maka jalan satu-satunya yang akhirnya dipilih oleh kaum perempuan ini adalah potensi masing-masing, itulah yang diangkat Pemkot Jayapura," katanya.

Terutama, lanjutnya, usaha yang dekat dengan kehidupan perempuan asli Papua, seperti usaha hasil bumi, kios, dan industri kerajinan. Usaha seperti itu yang perlu dikembangkan.

"Ternyata ini mendapat perhatian yang sangat besar karena sesuai dengan keseharian perempuan asli Papua, sehingga mereka betul-betul tertarik, dampaknya bantuan dan pembinaan bahkan pendampingan yang diberikan betul-betul disambut baik oleh para pelaku UMKM ini yang rata-rata usaha perorangan," jelasnya.

Awi mengaku sudah ada beberapa UMKM Papua yang usahanya mulai menonjol. Bahkan sudah berani mengajukan kredit ke bank, terutama dari industri ikan asar, industri minyak kelapa, dan kerajinan lainnya.

"Kami harapkan ke depan lebih banyak pelaku UMKM, khususnya perempuan asli Papua yang punya keberanian untuk mengembangkan usaha mereka dengan memanfaatkan fasilitas yang sudah disiapkan oleh pemerintah," katanya.

Untuk pelaku UMKM yang belum berkembang, kata Awi, karena menyangkut kemampuan mengelola keuangan. Misalnya, kalau dapat Rp 100 ribu dipakai habis untuk kebutuhan sehari-hari tanpa menyisakan untuk ditabung, sehingga usahanya sulit berkembang.

"Kesulitan yang paling utama mereka belum dapat menjaga jumlah pesanan yang dibutuhkan, ketika dibutuhkan baru dibuat, sebaiknya dibuat dulu sambil menunggu pesanan, ini yang sedang didorong oleh pendamping kami di lapangan," ujarnya.

Kemudian, jumlah barang menjadi kendala, karena pekerjaan tersebut menjadi pekerjaan sampingan bukan yang utama. Akibatnya pelaku UMKM di Kota Jayapura kalah di waktu.

“Meski begitu pelaku UMKM terus didorong agar setiap hari menghasilkan barang, contohnya ada pesanan dari daerah pegunungan Papua, ada 500 buah, tapi yang ada hanya 50 buah, akibatnya pembeli berpindah ke tempat lain, ini salah satu contoh yang menghambat berkembangnya pelaku UMKM asli Papua,” ujarnya.

Yang menjadi andalan dari sektor UMKM, katanya, adalah kaum perempuan karena sangat rajin, tekun, dan serius untuk menekuni bidang usaha.

“Berbeda dengan kaum bapak-bapak, karena menjalankan pekerjaan UMKM membutuhkan ketekunan, kesabaran, dan keuletan,” katanya.

Karena itu sampai sekarang lebih banyak kaum perempuan. Kaum perempuan tersebut kemudian menjadi objek Pemkot Jayapura dalam mengembangkan pelaku UMKM.

Meski begitu, kata Awi, pada 2019 jumlah penerima bantuan pelaku UMKM OAP menurun dibanding tahun sebelumnya. Dari 2011 hingga 2019 jumlah UMKM tercatat 18 ribu, baik kelompok maupun perorangan.

"Untuk tahun ini jumlah bantuan untuk UMKM asli Papua menurun menjadi 200 UMKM, menurun dari 2018 sebanyak 250, tapi bantuan keuangan meningkat, kalau tahun lalu Rp 1 juta maka tahun ini Rp 2 juta, sumbernya dari dana Otsus," ujarnya.

Jumlah UMKM OAP yang dibantu menurun karena Dinas mulai mengutamakan kualitas produk dan kesungguhan pelaku. Berbeda dari tahun sebelumnya yang menginginkan sebanyak-banyaknya.

"Sekarang kami mulai meningkatkan kualitas pengelolaan usaha maupun menghasilkan produk supaya mereka bisa bersaing," katanya.

Tati Youwe, pelaku UMKM di Pasar Hamadi, mengatakan tahun ini mendapat bantuan dari Pemkot Jayapura berupa dana dan peralatan.

"Setiap Minggu pendamping dari Pemkot selalu cek usaha kami, saya sudah jalan lima tahun dengan satu kelompok lima orang," katanya.

Berbagai jenis pernak-pernik aksesoris khas Papua ditampilkan dalam UMKM yang  digelutinya, seperti gelang, kalung, anting, gantungan kunci, bros, tas noken, kotak tisu, hiasan bunga, patung dan lain-lain.

Omset usaha Youwe bisa sampai Rp 5 juta bila sedang mengikuti pameran. Namun sehari-hari Rp 200 ribu hingga Rp 500 ribu.

"Kalau ada orang dari luar datang kadang borong bisa Rp 500 ribu, kalau patung ukiran Asmat saya beli Rp 50 ribu, lalu saya jual Rp 70 ribu," ujarnya. (*)

Related posts

Leave a Reply