Pelajar dipukul oknum polisi Teluk Wondama hingga pingsan, Kapolres minta maaf

Papua No. 1 News Portal | Jubi,

Jayapura, Jubi – Seorang pelajar Kelas X, SMUN 01 Wondama, Papua Barat bernama Yunus Manaruri  dipukul oleh sejumlah oknum polisi hingga tak sadarkan diri. Peristiwa ini terjadi pada Rabu (11/10/2017) ketika Yunus hendak berangkat kesekolahnya.

Dari kronologis yang dikumpulkan Jubi diketahui Yunus sedang berkendara motor roda dua dari Rado menuju sekolah. Dipertengahan jalan ia melihat Polisi Lalu Lintas (Polantas) dan sempat berniat kembali ke rumah. Namun niat itu ia urungkan. Ia terus melaju menuju sekolah.

Saat ia  sampai di depan mata jalan menuju sekolahnya, seorang Polantas menahannya dan melakukan pemeriksaan.  Yunus mengidentifikasi Kasat Lantas Polres Teluk Wondama yang menahannya dan menanyakan SIM dan STNK nya.

Karena tidak ada SIM dan STNK, polisi tersebut mencabut kunci motor itu. Yunus mengatakan itu motor kakaknya dan meminta kembali kunci tersebut karena ada kunci lemari di jok motor yang ia gunakan itu. Polisi tersebut mengembalikan kunci motor kepada Yunus. Namun Yunus malah menghidupkan motornya, berencana melaju ke sekolah. Karena bagian belakang motor ditahan oleh polisi, Yunus mengaku jatuh ke dalam parit. Ia kemudian berdiri dari parit lalu meninju polisi tersebut di mulutnya. Sejumlah polisi lainnya yang berada di tempat kejadian tak terima rekannya dipukul. Mereka lalu mendorong Yunus masuk ke dalam salah satu bangunan kios baru dan memukulnya hingga pingsan.

Ketika sadar kembali, Yunus diperintah naik ke mobil menuju Kantor Polres Teluk Wondama di Isei (Distrik Rasiei). Dalam perjalanan, petugas Polres di mobil memukul wajahnya dan memotretnya dengan HP.

Frangky Samperente, aktivis lingkungan yang sering mendampingi masyarakat di Teluk Wondama mengatakan kepada Jubi setelah turun dari mobil dan tiba di ruang jaga Polres, petugas ruang jaga  masih memukul Yunus.

“Tiba-tiba datang seorang petugas Lantas memukul dia dua kali di bagian kepala. Petugas tersebut menggunakan cicin batu akik sehingga mengakibatkan bagian dahi kepala Yunus benjol,” kata Frangky.

Lanjut Frangky, polisi juga menakut-nakuti dan mengancam Yunus  dengan mengatakan Yunus dibawa saja ke lapangan tembak  dan tembak. Yunus juga disuruh mengangkat tangannya untuk dipotong menggunakan sangkur.

Korban Yunus juga mengalami penyiksaan saat ditahan. Polisi menyuruh dia memungut sapu yang gagangnya dari pipa besi,  lalu memukulnya dengan gagang sapu. Polisi lainnya menyuruh Yunus duduk merapat dekat pintu sel, lalu menendang rahangnya dengan sepatu.

“Yunus masih merasa sakit dirahang.  Ia disiksa, dipukul dengan menggunakan selang air hingga tangannya bengkak, selain disuruh push up dan loncat jumping jack dalam sel,” ungkap Frangky.

Menurut Frangky, saat ini, Yunus merasakan sakit di seluruh badan, pinggang, mata bengkak, gangguan pendengaran, bibir pecah mengeluarkan darah, hidung bengkak dan susah bernafas.

“Ia mengalami susah tidur dan makan karena tenggorokan dan rahang terasa sakit,” jelas Frangky.

Setelah ditahan dua hari, Yunus diantarkan pulang ke rumahnya oleh seorang polisi. Keluarga lalu membawanya UGD Rumah Sakit Teluk Wondama.

Pada tanggal 19 Oktober, pihak Kepolisian Resort Teluk Wondama membawa Yunus ke Rumah Sakit untuk diperiksa. Menurut saudaranya yang juga seorang petugas kesehatan, Yunus akan di rujuk ke Manokwari, karena ada indikasi tulang jari  tangan diduga retak.

Kapolres Teluk Wondama, AKBP. Drs Frits Sokoy saat dikonfirmasi Jubi, menyampaikan permohonan maaf atas peristiwa yang dialami Yunus.  Ia mengaku saat kejadian itu sedang melakukan perjalanan dinas di luar Teluk Wondama dan belum bisa menjelaskan kejadian sebenarnya seperti apa.

“Kami atas nama pribadi, keluarga dan Polri mohon maaf yang sebesar-besarnya atas kejadian ini. Kami lagi tangani masalah ini dengan mengambil keterangan dari anggota-anggota yang ada di lapangan, masyarakat dan orangtua Yunus sendiri. Ini tanggungjawab dan resiko kami selaku pimpinan,” jelas Kapolres Sokoy. (*)

Related posts

Leave a Reply