Nabire, Jubi – Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) Nabire menuntut panitia penyelenggara kejuaraan bulu tangkis kelompok umur putra putri open beregu putra dan veteran Mandala PBSI Papua Tahun 2019.
Kejuaraan itu digelar pada 20 – 26 Maret 2019. Ketua PBSI Nabire, Suroso Miswan mengatakan tuntutan tersebut berdasarkan hasil pertandingan yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
Pasalnya, dari hasil tersebut pertandingan yang Nabire memperoleh banyak medali terbanyak.
“Masalahnya adalah hasil terakhir, seharusnya menurut hasil yang sebenarnya adalah Nabire juara umum. Sebab dari tim yang mendaftar, Nabire memperoleh medali terbanyak untuk medali emas dan lainnya,” ujar Suroso di Nabire. Minggu (31/03/2019).
Namun yang terjadi, Kota Jayapura yang malah dinyatakan sebagai juara umum. Padahal, mereka (Kota Jayapura), tidak memiliki tim dalam pertandingan tersebut.
Bahkan menurutnya, pelaksanaan pertandingan tersebut penyelenggaranya adalah klub. Dan ada PBSI Papua yang numpang dalam pertandingan untuk seleksi PON dan POPNAS.
“Kota Jayapura ini yang mendaftar hanya beberapa klub dan mendaftar atas nama klub, bukan gabung. Misalkan ada BP Mandala, ada juga mendaftar atas nama PB Mutiara Timur. Dan ini agendanya PB Mandala,” terangnya.
Dijelaskan, aturan untuk menentukan juara umum adalah dilihat perolehan medali dari masing – masing tim yang mendaftar. Misalkan Nabire satu tim, maka medalinya dihitung berapa, begitu juga tim lainnya.
“Tapi entah bagaimana dan apa dasarnya sehingga ada oknum dalam panitia yang justru mengeksekusi Kota Jayapura sebagai juara umum. Padahal tim Nabire memperoleh banyak medali, malah tidak ditetapkan sebagai juara umum, karena ada beberapa klub yang digabungkan menjadi satu dan diumumkan menjadi juara. Padahal mendaftarnya per klub, ini lucu,” katanya.
Maka atas keputusan tersebut, Tim Nabire memprotes hasil keputusan panitia. Secara lisan sudah dan dari tim telah menyerahkan kasus ini ke PBSI untuk menyurat secara resmi kepada panitia yang tenmbusannya ke KONI Provinsi, KONI Kabupaten, Pengprov PBSI Papua, bahkan ke PBSI Pusat.
“Protes kita adalah, memertanyakan hasil keputusan. Yang kita mau adalah merevisi keputusan karena itu adalah tidak benar maka harus merevisi keputusan dan mengembalikan juara umum kepada Nabire karena itu haknya,” katanya.
Dalam kejuaraan tersebut, Kata Suroso, Nabire mengutus wakil sebanyak 12 atlet. Ada tujuh pemain inti dari hasil seleksi tim PBSI dan lima tambahan atlet.“Yang turun ini masing – masing mengikuti kejuaraan kelompok umur dan ada juga seleksi POPNAS,” ujarnya.
Hingga kini, apa yang dipersoalkan pihaknya belum mendapat tanggapan dari panitia penyelenggara.
Jika tidak ada niat baik dari panitia, maka pihaknya akan memproses sampai tingkat paling atas. Sehingga, kebiasaan – kebiasaan lama yang selama ini dipelihara bisa terungkap.
“Bahkan tidak menutup kemungkinan kami akan memproses secara hukum agar ada efek jera. Kalau dibiarkan, hal ini akan berdampak ke atlet (jadi) tidak percaya diri,” ujarnya.
Dia menegaskan, protes ini bukan berarti Nabire rakus akan juara umum, akan tetapi hal tersebut merupakan hak yang harus diterima oleh para atlet. Sehingga mental atlet tidak anjlok karena kelakukan panitia.
Terpisah, Ketua Harian Komite Nasional Olahraga Indonesia (KONI) cabang Nabire, Madyo Prayitno mendukung upaya yang dilakukan PBSI. Agar kecenderungan memihak kepada atlet dan Kabupaten tertentu bisa dihilangkan. Bahkan kata Prayitno, pihaknya juga telah menelepon panitia namun tidak ada respon balik.
“Saya sudah telpon tapi tidak ada tanggapan, ya sudah kita polisikan saja mereka,” tuturnya. (*)
Editor: Syam Terrajana