Filipina di bawah Duterte yang terpilih sebagai presiden pada 2016, mengerahkan polisi dalam program menumpas kejahatan yang telah menewaskan sekitar 6.600 orang saat adu-tembak dengan para tersangka pengedar narkoba.
Papua No. 1 News Portal | Jubi,
Jenewa, Jubi – Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Kamis (11/7/2019) memutuskan untuk menyelidiki pembunuhan massal di Filipina selama “perang melawan narkoba” yang dilancarkan Presiden Rodrigo Duterte.
Resolusi pertama kalinya yang dicapai menyangkut Filipina itu diusung oleh Islandia dan disahkan melalui pemungutan suara oleh negara-negara anggota Dewan HAM. Pemungutan suara menghasilkan 18 suara dukungan, 14 menentang, termasuk China, dan 15 abstain, termasuk Jepang.
Tercatat pemerintah Filipina di bawah Duterte yang terpilih sebagai presiden pada 2016, mengerahkan polisi dalam program menumpas kejahatan yang telah menewaskan sekitar 6.600 orang saat adu-tembak dengan para tersangka pengedar narkoba.
Namun, kalangan pembela HAM mengatakan angka korban tewas itu mencapai sedikitnya 27 ribu orang. Para pegiat HAM Filipina mengatakan puluhan ribu orang terbunuh sementara polisi meneror kalangan masyarakat miskin dengan menggunakan “daftar orang di bawah pengawasan” untuk menentukan tersangka pengguna atau pengedar narkoba.
Para pegiat menuduh polisi membunuhi orang-orang melalui operasi-operasi terselubung.
Kepolisian Filipina membantah tuduhan tersebut dengan mengatakan bahwa pembunuhan terjadi saat polisi membela diri.
Juru bicara Duterte, Salvador Panelo, mempertanyakan keabsahan resolusi Dewan HAM itu, yang tidak didukung oleh mayoritas anggotanya. Ia mengatakan rakyat Filipina mendukung kepemimpinan Duterte yang unik beserta pendekatan yang diambil sang presiden dalam menyelesaikan masalah.
Delegasi Filipina, negara yang juga merupakan salah satu dari 47 anggota Dewan HAM, telah berupaya membendung pengesahan resolusi tersebut. Resolusi berisi desakan kepada pihak berwenang nasional Filipina untuk mencegah kejadian pembunuhan sewenang-wenang serta untuk bekerja sama dengan Komisioner Tinggi PBB urusan HAM Michelle Bachelet.
Bachelet akan melaporkan hasil penyelidikan pada Juni 2020 soal pembunuhan di Filipina itu. Di Manila, Presiden Duterte ditanya para wartawan apakah ia akan mengizinkan para pejabat HAM PBB mendapat akses untuk menjalankan penyelidikan.
“Biarkan mereka menjelaskan tujuan mereka dulu dan saya akan mengkajinya,” kata Duterte.
Salvador Panelo mengatakan jika Duterte mengizinkan penyelidikan dijalankan serta investigasi itu dilakukan secara seimbang.
“Kami yakin hasilnya hanya akan membuat para penyelidik, demikian juga dengan Islandia dan 17 negara lainnya, kehilangan muka,” katan Panelo. (*)
Editor : Edi Faisol