Papua No. 1 News Portal | Jubi

 

Jayapura, Jubi – Pandemi korona yang muncul sejak akhir 2019 menyentak aktivitas pengiriman ikan segar khususnya ikan tuna loin dari Kota Jayapura ke beberapa kota, yaitu Makassar, Bali, dan Jakarta.

Faktor penyebab terhambatnya pasar pengiriman ikan tuna loin ke beberapa kota di Indonesia tersebut, salah satunya terkendala penutupan sementara akses keluar masuknya kapal pengangkut barang.

Berdasarkan data Dinas Perikanan Kota Jayapura, produksi ikan tuna setiap tahunnya terjadi peningkatan. Pada 2016 produksi ikan tuna berada di angka 8.834.790 ton, pada 2017 berada di angka 9.034.4 ton, pada 2018 berada di angka 10.410.28 ton, dan pada 2019 produksi ikan tuna mencapai 11.113.1 ton.

Seiring mewabahnya korona hingga menghantam jutaan orang di dunia, juga berdampak pada rantai dagang di Kota Jayapura yaitu terhentinya proses pengiriman khusunya ikan tuna loin.

“Sebelum korona, masing-masing pengusaha bisa mengirim 1 sampai 2 ton. Setiap hari. Kami ada lima pengusaha atau biasa kami sebut Unit Pengolahan Ikan,” ujar Kepala Dinas Perikanan Kota Jayapura, Matheys Sibi, kepada Jubi melalui telepon, Selasa (2/6/2020).

Dampak virus korona juga memangkas penghasilan para Unit Pengolahan Ikan (UPI) dari para buyer atau pembeli di luar kota, serta merontokkan penghasilan nelayan di Kota Jayapura karena tidak melaut dan tidak adanya permintaan.

UPI mengambil dari nelayan dihitung per kilogram. Satu kilogram antara Rp 30 ribu sampai Rp 34 ribu, apalagi kalau sampai ikannya masuk dalam kategori grade A, harganya lebih tinggi lagi.

“Selama pandemi korona belum ada pengiriman, hanya melayani yang lokal saja. Terhambatnya pengiriman ikan juga berdampak pada PAD menurun. Ekspor ikan ke luar negeri juga menjadi menurun,” ujar Sibi.

Salah satu nelayan di Hamadi, Marani, mengatakan untuk mendapatkan ikan tuna loin ukuran 25-30 kilogram harus memancing di laut lepas atau sejauh 1-2 mil dan masih menggunakan alat tangkap jenis pancingan.

“Ikan tuna hanya tertarik dengan umpan hidup dan berukuran kecil seperti ikan teri dan ikan mayang, karena memiliki warna mengkilat dan segar. Satu kali berlayar 3-4 hari di laut. Kalau lagi beruntung bisa membawa ikan tuna ukuran besar kadang bisa 2 ton. Satu kali berlayar, modal yang dibutuhkan bisa Rp 15 juta (pembelian bahan bakar, alat pancing, persediaan makanan),” ujar Marani.

Namun, selama pandemi virus korona, ia hanya bisa memancing di laut dangkal, dengan hasil tangkapan cukup untuk dimakan, kalaupun ada sisa dijual untuk kebutuhan seadanya.

“Saya berharap virus korona ini cepat hilang supaya saya bisa melaut lagi agar ada uang yang bisa ditabung,” ujar Marani. (*)

Editor: Edho Sinaga

Leave a Reply