Pasifik bersiap untuk situasi terburuk sementara virus corona mendekat

Terisolasi secara geografis telah membantu melindungi Kepulauan Pasifik dari virus corona. - Al Jazeera News/ Fazry Ismail/EPA
Terisolasi secara geografis telah membantu melindungi Kepulauan Pasifik dari virus corona. – Al Jazeera News/ Fazry Ismail/EPA

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Oleh Catherine Wilson

Read More

Sementara jumlah kasus Covid-19 di seluruh dunia mencapai lebih satu juta, 22 negara dan wilayah yang tersebar di kawasan Samudra Pasifik sejauh ini berhasil menghindari bagian terburuk wabah itu, ada 119 kasus yang sudah dikonfirmasikan di seluruh wilayah itu hingga 1 April.

Namun pemerintah-pemerintah Kepulauan Pasifik sangat menyadari potensi fatal di komunitas-komunitas yang erat hubungannya dan pusat-pusat kota yang berpenduduk padat, jika wabah Covid-19 menyerang, dan kapasitas pelayanan kesehatannya yang minim sumber daya untuk menghadapinya.

“Kita harus bekerja dari posisi yang sudah lebih sulit dibandingkan dengan sebagian besar negara lainnya … kekhawatiran utama dari hampir kita semua, adalah bahwa kita tidak, dan tidak akan, memiliki kapasitas untuk menangani besarnya wabah yang telah kita saksikan secara global, yang kemungkinan besar akan melumpuhkan sistem pelayanan kesehatan yang sudah susah payah, dan negara kita secara keseluruhan,” kata Dr. Lynda Sirigoi, seorang dokter di ibu kota Papua Nugini, Port Moresby, dan Presiden Perhimpunan Dokter Perempuan PNG, berkata kepada Al Jazeera.

Terisolasi secara geografis bagi banyak negara kepulauan, seperti Kiribati, Tuvalu dan Kepulauan Solomon, telah menciptakan hambatan alami terhadap penularan penyakit itu.

Dan keputusan sigap dari sejumlah negara untuk memberlakukan karantina wilayah yang ketat, segera setelah virus corona pertama kali dilaporkan di kota Wuhan di Tiongkok pada Desember tahun lalu, sekarang dilihat sebagai berpikiran maju, bukan reaksi berlebihan.

Pada Januari, Papua Nugini (PNG) telah memboikot penerbangan masuk dan pengunjung dari Asia, menutup perbatasan daratnya dengan Indonesia, berhenti memberikan visa, dan mulai melaksanakan pemeriksaan kesehatan wajib untuk semua yang memasuki negara itu. Ini jauh sebelum virus corona dinyatakan sebagai pandemi oleh Organisasi Kesehatan Dunia pada 11 Maret. Hingga saat ini, negara itu hanya melaporkan satu kasus positif Covid-19 – seorang pekerja tambang.

Dr. Paula Vivili, Direktur Divisi Kesehatan Masyarakat di organisasi pembangunan regional Pasifik, Pacific Community, di Nouméa, Kaledonia Baru, berkata strategi ini telah mengulur waktu negara-negara kecil itu.

“Jika tes massal yang lebih luas dapat dilakukan di negara-negara, kita akan tahu dengan pasti apakah langkah-langkah ini berhasil, tetapi secara teori, tampaknya ia berhasil karena kita belum mendengar konfirmasi positif Covid-19 di banyak negara di Kepulauan Pasifik, terutama yang menutup perbatasan mereka dari awal,“ jelasnya.

Penerbangan diboikot, kapal-kapal pesiar ditolak

Larangan total atas penerbangan internasional telah diberlakukan oleh sebagian besar negara-negara Kepulauan Pasifik, termasuk Fiji dan Federasi Mikronesia (FSM), dan kapal pesiar telah ditolak dari negara-negara populer, seperti Kepulauan Cook dan Vanuatu.

Hampir semua kasus Covid-19 di wilayah ini telah dikaitkan dengan pengunjung internasional atau warga setempat yang kembali.

Dua wilayah seberang laut Prancis di Pasifik, Kaledonia Baru dan Polinesia Prancis, dan wilayah yang berafiliasi dengan Amerika Serikat, seperti Guam, telah melaporkan kasus Covid-19 tertinggi sejauh ini. Belum ada kasus Covid-19 yang dilaporkan di Vanuatu, Kepulauan Solomon, Tonga, Kepulauan Cook, Kiribati, Tuvalu, Niue, Nauru, Samoa, Palau atau Federasi Mikronesia (FSM).

Sejumlah negara telah menyatakan keadaan darurat, dan memberlakukan pembatasan pergerakan masyarakat di dalam negeri. Fiji telah menghentikan semua layanan transportasi dari pusat populasi terbesar ke pulau-pulau terluar, untuk mencegah penyebaran virus corona. PNG telah menghentikan semua penerbangan domestik dan melarang orang-orang untuk bepergian di antara 22 provinsinya.

Namun di Kepulauan Solomon, penduduknya meninggalkan ibu kota, Honiara.

Josephine Teakeni, presiden dari ormas lokal, Vois Blong Mere, di Honiara, menerangkan kepada Al Jazeera: “Apa yang kita alami saat ini adalah eksodus masyarakat yang meninggalkan Honiara untuk kembali ke desa-desa mereka di provinsi lain. Di Honiara, risiko terbesar adalah bahwa ini adalah titik masuk ke negara kita dari orang-orang yang mungkin membawa virus itu… Pemerintah telah mengumumkan bahwa jika orang-orang tidak ada urusan apa-apa di Honiara, mereka harus kembali ke provinsi masing-masing.”

Banyak yang khawatir virus itu akan menyebar dengan cepat di kota-kota utama di negara-negara kepulauan itu, seperti Port Moresby dan Honiara, di mana hingga 40% orang tinggal di permukiman padat penduduk dan sistem distribusi air bersih dan sanitasi buruk. Menjaga jarak sosial pun sangat sulit, tidak hanya karena lingkungan dimana orang-orang menetap, tetapi karena alasan budaya.

“Kita adalah komunitas yang sangat komunal, yang sering melakukan pertemuan besar dengan keluarga dan kerabat, dan saran untuk menjaga jarak sosial ini sangat sulit… Selain itu, banyak keluarga yang hidup bersama di bawah satu atap dalam keadaan sangat padat, jadi ini sudah pasti menimbulkan risiko penyebaran yang lebih besar,” tambah Sirigoi.

Jika virus itu mulai menyebar dalam komunitas, konsekuensinya bisa fatal.

Diabetes dan penyakit jantung

Virus Corona menyerang paru-paru dan sistem pernapasan, dan lebih berbahaya bagi orang-orang dengan kedua gangguan kesehatan itu. Kepulauan Pasifik sudah memiliki jumlah penyakit tidak menular (NCD) tertinggi di dunia, termasuk diabetes dan jantung. Di Fiji saja, NCD turut menyebabkan 84% dari semua kematian.

Tuberkulosis (TB) juga merupakan masalah kesehatan lainnya. Di PNG, insiden TB adalah 432 per 100.000 jiwa, jauh lebih tinggi dari rata-rata global yaitu 130 per 100.000 orang. Sirigoi berkata bahwa wabah Covid-19 “berpotensi untuk mengurangi sumber daya yang dialokasikan untuk pengendalian TB, dan kemungkinan besar akan meningkatkan angka kematian.”

Penyakit-penyakit seperti itu telah membebani pelayanan kesehatan nasional yang minim sumber daya dengan staf yang tidak memadai dan infrastruktur yang buruk di daerah pedesaan. Kemungkinan besar negara-negara ini akan kewalahan jika ada keadaan darurat penyakit yang baru. Ini dibuktikan tahun lalu, ketika epidemi campak menyebar pada November dari Selandia Baru ke Samoa dan negara-negara Kepulauan Pasifik lainnya, mempengaruhi ribuan orang di kawasan ini.

Menurut Vivili, keperluan utama wilayah Pasifik sebelum Covid-19 memburuk adalah fasilitas laboratorium untuk pengujian, alat pelindung diri (APD) untuk tenaga kerja medis, dan fasilitas perawatan yang lebih intensif. Dia menekankan bahwa beberapa negara Kepulauan Pasifik hanya memiliki kurang dari lima tempat tidur di unit perawatan intensifnya.

Saat ini, WHO sedang bekerja dengan pemerintah-pemerintah Kepulauan Pasifik dan mitra-mitra kemanusiaan dan pembangunan lainnya, termasuk Australia, Selandia Baru, dan badan-badan PBB, untuk menyediakan pasokan alat medis, pelatihan keahlian dan kesehatan yang sangat diperlukan di kawasan itu.

Dampak Covid-19 juga sudah terasa di ekonomi Kepulauan Pasifik.

Tanpa pengunjung, industri pariwisata akan mengalami penurunan drastis. Usaha-usaha, jaringan suplai, retail, dan layanan transportasi sudah terpengaruh, pasar lokal sudah ditutup, dan perdagangan yang berkurang juga berarti pendapatan bagi pemerintah pun menurun.

Di Honiara, “banyak orang telah kehilangan pekerjaan, (dan) usaha-usaha ditutup untuk sementara ini. Banyak orang bergantung pada pekerjaan di pasar-pasar, tetapi ini telah ditutup,” jelas Teakeni. “Banyak keluarga sekarang tidak memiliki dana untuk membeli makanan dan kebutuhan pokok lainnya. Hal ini jelas sangat mempengaruhi kehidupan mereka.” (Al Jazeera News)

 

Editor: Kristianto Galuwo

Related posts

Leave a Reply