Papua No. 1 News Portal | Jubi,
Jayapura, Jubi – Pasangan Eltinus Omaleng–Johannes Rettob, Jumat (23/2/2018), menjalani sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) tentang kode etik, di Mapolda Papua dengan didampingi kuasa hukum.
Calon Wakil Bupati Mimika, Johannes Rettob, dalam keterangan persnya mengatakan laporan mengenai pelanggaran kode etik sebernarnya sudah dilaporkan sebelum adanya penetapan calon peserta Pilkada Mimika.
“Kami buat surat ini tertanggal 10 Januari 2018 dan kami kirim juga ke Panwas, KPU provinsi, Bawaslu provinsi, KPU RI, dan Bawaslu RI serta DKPP. Oleh Panwas kabupaten, surat kami ini ditolak, tetapi DKPP mengabulkan sehingga jadwal sidang hari ini. Kami harap sidang DKPP ini bisa mempengaruhi keputusan-keputusan di gugatan kami yang lain,” kata Rettob, di Jayapura, Jumat (23/2/2018).
Ia menjelaskan dirinya bersama Omaleng adalah pasangan petahana yang didukung 12 partai politik dan pada rapat pleno penetapan calon 17-18 Februari 2018, dari tujuh bakal calon bupati dan wakil bupati yang mencalonkan diri dalam Pilkada Mimika, diputuskan calon petahana digugurkan karena alasan ijazah SMP yang dianggap KPU tidak sah karena sekolah tempat Omaleng menempuh pendidikan sudah tidak aktif lagi (tutup).
“Bupati sekolahnya di Makassar dan ijazah beliau sudah dilegalisir oleh Dinas Pendidikan Makassar serta dilengkapi dengan surat keterangan dari dinas. Jadi Omaleng memiliki ijazah yang sah, asli, dan dilegalisir sesuai dengan aslinya dan sesuai standar operasi dinas terkait, namun tetap digugurkan,” ujarnya.
Mengenai keputusan ini, pihaknya telah melakukan upaya hukum dengan melakukan gugatan ke Panwas, yang mana ada dua gugatan yakni, terkait penetapan secara administrasi dan pidana yang dilakukan oleh KPUD Mimika.
“Waktu kami tinggal beberapa hari dan menunggu panggilan dari Panwas kabupaten Mimika,” kata dia.
Menyinggung soal kabar surat edaran Mendagri yang minta Omaleng di nonaktifkan dari jabatan bupati Mimika karena memiliki ijazah palsu, Rettob menjelaskan pada saat itu memang ada isu yang berkembang, Omaleng ketika mendaftar sebagai calon Pilkada tahun sebelumnya memakai ijazah palsu, yang mana ijazah tersebut menjelaskan beliau tamat dari SMP dan SMA di Jayapura.
Mengenai ini, Omaleng sendiri sudah mengklarifikasi kalau dirinya tidak pernah sekolah di Jayapura, tetapi di Makassar. Sementara dalam sidang DKPP juga terungkap tahun 2013 Omaleng mendaftar dengan ijazah yang lain dan sekarang dengan ijazah yang lain lagi. Terkesan bupati memiliki dua ijazah dalam tahun yang sama.
“Ini tentu tidak benar. Apalagi pihak Polda Papua dalam pemeriksaan juga telah mengeluarkan SP3 (surat penghentian penyidikan) karena tidak terbukti,” katanya.
Kuasa Hukum Omaleng – Rettob, Zulkarnain Yunus, mengatakan gugatan di DKPP ada enam poin dan didalam menentukan apakah ijazah itu sah atau tidak. Untuk hal ini, DKPP sudah minta pentunjuk dari KPU Pusat dan provinsi , namun mereka tidak diberikan pentunjuk soal apakah benar itu palsu atau tidak.
“Jadi sebetulnya keputusan yang mengatakan ijasah palsu itu adalah tindakan subjektif dari KPUD Mimika, jadi tidak punya alasan apa-apa,” kata Yunus.
Selain itu, pihaknya juga mempersalahkan hubungan kekeluargaan dalam hal ini tidak netral, terutama yang dilakukan Ketua KPUD Mimika Teodora Ocepina Magal. Sebab, salah satu calon yang maju di Pilkada Mimika adalah kakak kandungnya sendiri, Hans Magal.
“Kalau berkaitan dengan saudara kandung seharusnya dalam sidang dia tidak boleh ambil keputusan, tapi pada kenyataannya Ketua KPUD mengambil keputusan yang sangat penting pada waktu penetapan paslon, sehingga kami merasa dirugikan karena kami dianggap tidak memenuhi syarat,” ujarnya.
Melihat hal itu, pihaknya menilai keputusan KPUD cacat administrasi sejak awal. Sebab seharunya KPUD sudah menggugurkan calon yang memiliki hubungan keluarga.
“Kemudian kami hampir bisa membuktikan, dalam penghitungan dukungan perseorangan itu terdapat pengelembungan suara,” sambungnya.
Marvey J. Dangeubun, yang juga merupakan kuasa hukum Omaleng-Rettob, mengatakan pihaknya juga mempersoalkan syarat dukungan untuk pasangan perseorangan, dengan menghadirkan saksi-saksi dari PPS dan dalam kesaksian, mereka ada yang tidak paham apa itu verifikasi faktual, padahal itu tugas mereka.
“Bagaimana mereka bisa melakukan verifikasi faktual sementara mereka sendiri tidak pegang form B1 KWK perseorangan. Jadi fakta yang terjadi adalah mereka hanya disodorkan fotocopy KTP, sementara yang utama adalah surat dukungan dari yang memberi suara. Kejanggalan ini sudah kami laporkan ke Panwas,” kata Marvey.
Sementara kuasa hukum lainnya, Sururudin, mengatakan pokok persoalan adalah kode etik penyelenggara pemilu yang dilanggar oleh KPUD Mimika. Pasalnya menurut peraturan DKPP nomor 2 tahun 2017 salah satunya adalah profesionalisme, mandiri, independen, dan bisa menjaga keutuhan NKRI, semua ini tidak dijalankan sama sekali oleh KPUD.
“Pertama ada hubungan kekerabatan dan ini harus digaris bawahi, itu terlihat vulgar dan nyata. Terbukti dari penetapan terakhir, Ketua KPU bilang melalui media kalau dia independen tetapi pada kenyataannya tidak,” kata Sururudin.
“Waktu penetapan terakhir dua komisioner menyatakan pasangan Omaleng-Rettob memenuhi syarat, sementara dua lannya mengatakan tidak memenuhi syarat (TMS). Ketua KPUD malah mendukung keputusan TMS, padahal kalau dia netral seharusnya dia abstain sehingga ada pleno ulang,” ujarnya.
Disamping itu, penundaan pleno hampir 10 hari juga menjadi hal yang janggal karena alasan yang disampaikan tidak sesuai fakta. Jelas ini sebuah skenario yang sengaja dilakukan KPUD dan jelas-jelas melanggar kode etik pemilu, atas pelanggaran itu kami ajukan ke DKPP.
“Dalam sidang kami minta semua anggota KPUD Mimika diberhentikan. Sementara Osepina Magal selaku ketua, kami minta dihukum berat karena sudah terlihat nyata melanggar kode etik pemilu,” katanya.
Ia menambahkan pihaknya juga sedang mengajukan proses sengketa administrasi pemilihan di Panwaslu Kabupaten Mimika. Apabila pihaknya tetap dinyatakan TMS, akan mempersiapkan diri untuk gugatan di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Makassar.
“Semua langkah-langkah ini sudah kami persiapkan dan kami melawan apapun yang dilakukan oleh KPUD yang jelas merugikan kita,” katanya. (*)