Papua No. 1 News Portal I Jubi
Jakarta, Jubi – Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari bakal melawan status tersangka yang diberikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan menempuh jalur hukum. Ini disampaikan Rita sebelum dibawa ke rumah tahanan baru milik KPK.
"Insya Allah akan melakukan praperadilan," ujar Rita saat keluar pemeriksaan Jumat malam ( 6/09/2017).
Upaya perlawanan itu ditempuh Rita karena KPK dinilai tidak memiliki cukup bukti dalam menetapkannya sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi. Rita secara tegas merasa tidak bersalah atas semua tuduhan KPK.
"Karena menurut saya pribadi proses penetapan saya sangat cepat, tergesa-gesa, terburu-buru dan saya merasa tidak bersalah dengan 2 hal yang dituduhkan KPK, tapi proses ini harus saya lewati. Kalau diperiksa, harus ditahan, kan begitu yah," ucapnya.
Dia mengakui adanya penerimaan uang Rp 6 miliar dari Direktur Utama PT Sawit Golden Prima, Hery Susanto Gun. Namun dia membantah penerimaan tersebut sebagai bentuk suap atau gratifikasi. Menurutnya, penerimaan itu dalam rangka bisnis.
Ada dua kasus yang membuat Rita menjadi tersangka dengan nilai gratifikasi dan suap mencapai Rp 12 miliar lebih.
“Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari dijerat dalam dua kasus yaitu diduga menerima uang Rp 6 miliar dari Direktur Utama PT Sawit Golden Prima, Hery Susanto Gun (HSG)," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan
Kasus kedua, Rita juga menerima gratifikasi dari komisaris PT Media Bangun Bersama, KHR (Khairudin) sebesar 775 ribu USD atau setara Rp 6,975 miliar. "Berkaitan dengan sejumlah proyek di Kutai Kartanegara selama masa jabatan tersangka," tambah dia.
Jumlah total uang yang diterima bakal cagub Kalimantan Timur dari Partai Golkar itu mencapai Rp 12,975 miliar. KPK juga telah menyita empat mobil mewah milik Rita yang namanya disamarkan menggunakan pihak lain.
Rita tak sendiri melawan, Setya Novanto juga berniat melaporkan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi ke polisi. Kuasa hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi, mengatakan laporan ke polisi akan dibuat pada Senin, 9 Oktober 2017.
"Jika KPK berani mengeluarkan sprindik baru, kami tidak segan-segan akan mengambil langkah hukum, meminta kepolisian mengambil langkah sebagaimana mestinya," ujarnya.
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Cepi Iskandar, pada Jumat, 29 September lalu, memenangkan gugatan praperadilan yang diajukan tersangka kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP), Setya Novanto. Atas putusan tersebut, status tersangka Setya sejak 17 Juli 2017 pun dinyatakan tidak sah.
Mantan Bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman juga dikabarkan mengajukan gugatan praperadilan terkait dua kasus korupsi yang menjeratnya.
Diketahui, Aswad dijerat dua kasus oleh KPK. Pertama, ia selaku Bupati Konawe Utara periode 2007-2009 dan 2011-2016 ditetapkan sebagai tersangka karena diduga telah menyalahgunakan wewenangnya untuk memberi izin eksplorasi pertambangan, eksploitasi pertambangan serta izin usaha produksi kepada sejumlah perusahaan di Pemkab Konawe Utara dari 2007 sampai 2014. Kerugian negara dalam kasus ini ditaksir mencapai Rp 2,7 triliun.
Kasus kedua, Aswad diduga menerima suap dari sejumlah perusahaan sebesar Rp 13 miliar. Uang itu diterima Aswad selama menjabat sebagai bupati Konawe Utara 2007-2009.
Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat indikasi pelemahan KPK, setidaknya dengan manuver yang dilakukan DPR untuk melemahkan kerja-kerja pemberantasan korupsi.
Antara lain, penolakan anggaran KPK pada 2008, mendorong wacana pembubaran KPK sejak 2011, mendorong wacana KPK sebagai lembaga adhoc, pelemahan melalui proses legislasi, mengintervensi proses penyidikan dan penuntutan,menyandera proses seleksi calon pimpinan KPK di DPR, mengajukan keberatan terhadap proses pencegahan pimpinan DPR hingga pengajuan hak angket. (*)
Sumber: Merdeka.com/CNN Indonesia