Tim Penyidik Kejaksaan Agung untuk kasus Paniai harus bekerja transparan

Papua
Makam empat korban Peristiwa Paniai Berdarah di lapangan Karel Gobai. - Jubi/Dok

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Yogyakarta, Jubi – Ketua Tim Tindak Lanjut Hasil Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM RI, Amiruddin meminta Tim Penyidik Kejaksaan Agung untuk Peristiwa Paniai bekerja transparan. Hal itu penting untuk menumbuhkan kepercayaan publik kepada iktikad baik Kejaksaan Agung.

Hal itu dinyatakan Amiruddin saat dihubungi melalui layanan pesan Whatsapp pada Sabtu (4/12/2021). Ia menyatakan mengapresiasi langkah Kejaksaan Agung mengumumkan pembentukan Tim Penyidik Kejaksaan Agung untuk Peristiwa Paniai pada Jumat (3/12/2021). Apalagi, sebelumnya Kejaksaan Agung berulang kali mengembalikan berkas penyelidikan Peristiwa Paniai yang dibuat Komnas HAM RI.

Amiruddin menyatakan tim itu harus diberi waktu untuk bekerja. “[Pembentukan tim penyidik itu] adalah langkah yang baik. Tim Penyidik yang beranggotakan 22 Jaksa itu harus bekerja secara transparan, agar bisa mendapat kepercayaan dan dukungan dari publik. Sebab Tim Penyidik Jaksa Agung itu belum melibatkan unsur masyarakat sebagaimana diamanatkan Undang-undang,” kata Amiruddin pada Sabtu.

Baca juga: Kejagung membentuk tim penyidik kasus HAM Berat Paniai

Peristiwa Paniai terjadi 7 – 8 Desember 2014. Laporan Amnesty International Indonesia berjudul “Suda, Kasih Tinggal Dia Mati – Pembunuhan dan Impunitas di Papua” yang dipublikasikan 2018 menyatakan peristiwa Paniai terjadi ketika ratusan warga Papua berunjukrasa di dekat markas militer dan polisi setempat, di Enarotali, ibukota Kabupaten Paniai, Provinsi Papua, pada 8 Desember 2014.

Demonstrasi itu merupakan respon warga atas dugaan pemukulan 11 anak Papua oleh personil militer pada 7 Desember 2014. Ketika para pengunjuk rasa mulai melemparkan batu dan kayu ke sekitar gedung-gedung tersebut, pasukan keamanan mulai menembaki kerumunan pengunjuk rasa menggunakan peluru tajam, menewaskan empat orang.

Setidaknya 11 orang lainnya terluka oleh tembakan ataupun bayonet. Laporan Amnesty International menyatakan sejumlah warga telah bersaksi kepada Komnas HAM bahwa mereka melihat petugas polisi menembak seorang demonstran dari jarak dekat, bahkan setelah korban setelah dia jatuh ke tanah.

Menanggapi pembentukan Tim Penyidik Kejaksaan Agung untuk Peristiwa Paniai, Amiruddin menyatakan pihaknya udah empat kali menyerahkan berkas hasil penyelidikan Komnas HAM RI atas dugaan pelanggaran HAM dalam Peristiwa Paniai itu. “Terakhir kami kirim balik pada September 2021,” kata Amiruddin.

Amiruddin menyatakan, jika dibutuhkan Komnas HAM RI siap membantu Tim Penyidik Kejaksaan Agung untuk Peristiwa Paniai itu. “Kami mau lihat cara mereka kerja dulu. Kami akan dukung untuk hal-hal yang berada dalam jangkauan kami,” ujar Amiruddin.

Baca juga: Keluarga korban pelanggaran HAM berat masih tunggu Presiden bentuk KKR

Kantor Berita Antara pada Jumat melansir bahwa Kejaksaan Agung membentuk Tim Penyidik Dugaan Pelanggaran HAM Berat di Paniai, Provinsi Papua Tahun 2014. Tim itu dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Jaksa Agung Nomor 267 Tahun 2021 tanggal 3 Desember 2021 yang ditandatangani oleh Jaksa Agung, Sanitiar Burhanuddin.

“Jaksa Agung Burhanuddin selaku penyidik pelanggaran HAM berat telah menandatangani surat keputusan pembentuk tim tersebut,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak, sebagaimana dikutip dari Antara.

Leonard menjelaskan, pertimbangan dikeluarkannya keputusan dan surat perintah Jaksa Agung tersebut memperhatikan surat Ketua Komnas HAM Nomor 153/PM.03/0.1.0/IX/2021 tanggal 27 September 2021 perihal tanggapan atas pengembalian berkas perkara terhadap hasil penyelidikan pelanggaran HAM Berat Peristiwa Paniai. “Ternyata belum terpenuhi adanya alat bukti yang cukup, oleh karena itu perlu dilakukan penyidikan (umum) dalam rangka mencari dan mengumpulkan alat bukti,” kata Leonard. (*)

Editor: Aryo Wisanggeni G

Leave a Reply