Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Pemerintah Nederlands Nieuw Guinea sejak 1950 an mulai membangun jasa penerbangan umum di wilayah jajahannya. Perusahaan Kroonduif merupakan penerbangan milik pemerintah Nederlands Niuew Guinea untuk penerbangan domestik baik ke Wamena maupun Fakfak.
Wilayah Papua yang belum memiliki bandara perintis biasanya dilayani oleh pesawat jenis De Havilland Beavers, mendarat di permukaan air laut atau danau yang tenang. Fakfak sebelumnya masih dilayani oleh pesawat jenis Beavers dan juga pesawat jenis Catalina.
Selanjutnya pada Juli 1955 Perusahaan Penerbangan Nieuw Guinea Belanda atau Nederlands Nieuw Guinea Luchtvaart Masstschappij atau disingkat NNGLM kemudian perusahaan ini menjadi anak perusahaan dari KLM atau Koninklijke Luchtvaart Maatschappij. Secara harafiah berarti Perusahaan Dirgantara Kerajaan. Sedangkan dalam bahasa Inggris disebut Royal Dutch Airlines yaitu maskapai penerbangan nasional Belanda.
Awalnya anak perusahaan KLM di Papua hanya mempunyai satu pesawat jenis DC-3 . Saat itu pangkalan udara utama milik KLM di Biak dan anak perusahaannya Kroonduif. Anak perusahaan berbasis di Biak dan melayani penerbangan ke Hollandia, Merauke, Tanah Merah, Sorong, dan Pulau Numfor.
Saat itu pula Seth Roembiak baru tamat dari Lagere Tecknic School milik Zending di Biak, Papua. Ia bekerja sebagai teknisi pesawat DC-3 milik perusahaan Kroonduif. Selanjutnya Kroonduif mulai menambah pesawat jenis Beaver buatan perusahaan Kanada De Havilland dan Twin Pioners dari perusahaan Scottish Aviation.
Menjelang 1960, bandara Mokmer sekarang Frans Kaisiepo diperpanjang sampai 3570 meter sehingga pesawat-pesawat jenis DC-8 milik KLM bisa mendarat.
Sebelumnya pada 7 Desember 1951 melaksanakan penerbangan perdananya dari Amsterdam ke Sydney lewat Biak. Perusahaan KLM juga membangun hotel bernama t Rif (sekarang Hotel Irian depan Bandara Frans Kaisiepo) dengan 46 double room untuk para penumpang maupun kru KLM jika transit di Biak.
Tahun 1959-1960, Roembiak ke Belanda
Bersamaan dengan peningkatan kualitas Bandara Mokmer, pada usia ke-17 Seth Roembiak berangkat dari Biak dengan pesawat KLM DC 8 ke Schippol negeri Belanda.
“Setelah belajar dan membantu di bandara Mokmer dengan perusahaan KLM, Opa Soer memintanya untuk datang ke Belanda dan belajar penerbangan pada 1960,” kenang putri kandungnya Grace Roembiak kepada Jubi.co.id melalui akun Facebook-nya.
Karena talentanya dan juga bakatnya, meneer Soer mengutus Seth Roembiak untuk belajar dan menjadi siswa di Sekolah Anthony Fokker di Den Haag Negeri Belanda, pada 1959-1960.
Namun usai menyelesaikan pendidikan di sana lelaki asal Kampung Urfu, Biak itu tak kembali dan bekerja di perusahaan produsen pesawat Fokker milik Belanda. Antony Fokker adalah pendiri produsen pesawat asal Belandapada 1912 dan termasuk produsen pesawat sipil tertua di Eropa.
Fokker-100 pertama kali diproduksi pada 1986 untuk menggantikan Fokker F28 Fellowship yang ukurannya lebih kecil. Pesawat jarak-menengah ini ditenagai oleh dua mesin jet Rolls-Royce RB.183 Tay.
Hingga 1990-an Fokker-100 kebanjiran pesanan. Tercatat pesawat ini telah diproduksi sebanyak 300 unit Pada 1996, Fokker bangkrut dan perusahaan itu dibeli oleh Deutsche Aerospace AG asal Jerman. Namun permintaan Fokker-100 terus anjlok hingga akhirnya produksi dihentikan pada 1997.
Yonas Sarwom salah seorang teknisi dari maskapai penerbangan Sempati Air Indonesia pada 1988-1990 pernah ke Belanda dan mengikuti training di sana sebab perusahaan ini hendak membeli pesawat jenis Foker 100.
“Saya belajar di sana sebagai mekanik dan bertemu dengan bapak Seth Roembiak yang mengajar kita. Karena perusahaan Sempati Air hendak membeli pesawat Foker 100,” kenang Jonas Sarwom alumni Sekolah Penerbangan Curuq jurusan mekanik pada 1980-an.
Selain sebagai instruktur, Seth Roembiak juga mendapatkan sertifikat atau lisensi sebagai peberbang atau instruktur penerbang. Ia bekerja sebagai guru penerbang juga instruktur teknik di sekolah Antoni Fokker.
Selama bekerja selama 45 tahun di sana, sekolah penerbangan teknis memberikan penghargaan kepadanya berupa The Excellent Aviation Mechanic Award. Tak ketinggalan Roembiak diberikan penghargaan bergengsi lainnya sebagai The Excellent Mechanic Award 1963-2008.
Menurut putrinya, Grace Roembiak, ayahnya ingin kembali ke Biak Papua untuk membantu mendirikan sekolah penerbangan di Biak tetapi menderita sakit tumor di tenggorakan. Hingga cita-cita mendirikan sekolah penerbangan terpaksa batal hingga ayahnya menghembuskan nafas terakhir pada 2 Februari 2013 di Lelystad Negeri Belanda.
Seth Roembiak lahir di Kampung Urfu Biak, 7 Desember 1942 menikah dengan mama Inggamer dan dikarunia dua anak Lodewijk Roembiak dan Grace Roembiak. (*)
Editor: Dewi Wulandari