RC Mike luncurkan lagu “Panggil Saja Sa Teroris”

Musisi Hip-hop Papua
Tangkapan layar video klip "Panggil Saja Sa Teroris". - youtube.com/Rc Mike

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Kebijakan pemerintah menetapkan kelompok kriminal bersenjata di Papua sebagai teroris pada 29 April 2021 lalu menanen beragam kritik dan kecaman dari berbagai kalangan. Musisi Hip-hop Papua, RC Mike memilih merilis lagu terbarunya yang bertajuk “Panggil Saja Sa Teroris” melalui kanal Youtubenya, Jumat (7/5/2021).

Melalui lagu terbarunya, RC Mike menuturkan kegelisahannya melihat konflik berkepanjangan di Papua, yang membuat ribuan warga sipil dari berbagai kabupaten mengungsi sejak 2018. RC Mike menilai publik di Indonesia tidak pernah mengetahui penderitaan panjang rakyat Papua, karena ketimpangan informasi media.

Read More

RC Mike mengatakan banyak orang di Papua mempercayai pemberitaan yang tidak berimbang itu. “Andai mereka di luar sana tahu apa yang sebenarnya terjadi dan yang benar-benar sedang terjadi di Papua, mungkin mereka akan merasakan sakit pilu yang dalam,”katanya.

Baca juga: Musisi hip-hop menciptakan lagu tentang penderitaan warga Intan Jaya

Menurutnya, label teroris pada akhirnya menjadi stigma bagi semua orang Papua. “Kami bukan teroris, kami orang Papua adalah manusia. Kami sudah menjadi korban berkali-kali oleh militer Indonesia, namun dengan seenaknya pemerintah Indonesia melabel kami sebagai teroris,” kata RC Mike.

RC Mike mengatakan label teroris itu menggenapi rasa sakit dan kekecewaan rakyat Papua atas berbagai praktik diskriminasi rasial maupun pembungkaman atas berbagai ekspresi mereka. “Kalian silakan panggil kami monyet, silahkan panggil kami teroris, karena kami sebagai masyarakat akan terus melawan ketidakadilan itu,” katanya.

Melalui lagunya, RC Mike juga menggambarkan bagaimana pemerintah Indonesia lalai dan tidak menegakkan keadilan di Papua, lalu membuat label teroris. “Kalau keadilan tidak ditegakkan seadil-adilnya, maka akan muncul orang tertentu yang mau menegakkan keadilan dengan cara mereka sendiri. Itulah Organisasi Papua Merdeka dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat. Hal itu yang dilupakan oleh pemerintah,” kata RC Mike.

Baca juga: Didatangi aparat keamanan, acara penggalangan dana komunitas Melanesian Hip Hop Yogyakarta, ditunda

RC Mike lugas menggambarkan ketidakadilan itu. Segelintir orang Indonesia memberikan stigma dan label teroris, kelompok kriminal bersenjata, separatis, monyet, dan berbagai sebutan berkonotasi negatif lainnya, dan pada saat yang sama kekayaan alam Papua terus dikeruk.

“Alam kami  di curi, orangnya dibilang monyet. Yang hidup, dong buru. Yang mati, dong bilang sampah. Tanah dirampas secara paksa, dan banyak lagi pelanggaran yang dibuat Negara kepada orang Papua. Tapi, mereka lebih cepat memberi stigma orang Papua dengan sebebas-bebasnya,” katanya.

RC Mike mengatakan media-media di Indonesia lebih didominasi pernyataan pemerintah, sehingga aspirasi orang Papua terus terabaikan. “Aspirasi orang Papua, informasi tentang kemerdekaan Papua, sudah punya bendera, sudah punya lagu, sayangnya semua dibungkam oleh media massa,” katanya.

Lagu RC Mike juga menyoroti langkah pemerintah Indonesia memaksakan pemberlakukan Otonomi Khusus (Otsus) Papua Jilid II. Ia menggambarkan Otsus Papua sudah gagal menjadi solusi bagi Papua, dan tidak dinikmati oleh semua orang Papua.

Baca juga: Tangis duka pengungsi Nduga dan Intan Jaya mengilhami para musisi Meepago

“Otonomi Khusus hanya dinikmati orang tertentu yang punya kuasa pembangunan terlalu lama. Yang kami minta bukan Otsus, melainkan penentuan nasib sendiri,” katanya.

Personel Komunitas Nogei Deiyai, Melison Dogopia alias Mellow mengatakan semakin banyak musisi Papua yang membuat karya tentang nasib warga sipil Timika, Nduga dan Intan Jaya yang mengungsi karena berbagai konflik bersenjata di Papua. “Kami menyanyi karena kami diperlakukan tidak adil di atas tanah kami sendiri. Dilabeli teroris, kelompok kriminal bersenjata, kelompok kriminal separatis bersenjata, dan lain sebagainya,” ujar Mellow Dogopia.

Mellow Dogopia mengatakan para musisi Papua akan terus bernyanyi untuk menyuarakan tuntutan keadilan dan kebenaran di Tanah Papua, hingga perdamaian terwujud. “Karena, kalau tidak damai, persoalan akan semakin rumit. Bisa jadi orang Papua habis di tanah kita sendiri, sehingga kami akan terus bernyanyi,” katanya. (*)

Editor: Aryo Wisanggeni G

Related posts

Leave a Reply