Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Ferinando Pahabol, salah seorang pesepakbola Papua yang bermain di Persipura mengaku pilihan bermain sepakbola karena bakat dan hobby. Namun di sisi lain, orangtua dari Ferinando Pahabol sangat berharap agar harus lebih mementingkan pendidikan ketimbang bermain sepakbola.
Apalagi bermain sepakbola di Papua selalu menjadi permainan anak-anak jalanan mulai dari sepakbola patah kaleng. Sepakbola jalanan ala Papua gawang dari kaleng tanpa ada penjaga gawang dan semua pemain boleh menyerang dan bertahan bersama.
Celakanya, cita-cita anak-anak Papua bermain sepakbola sejak dulu selalu mendapat tantangan dari orantua.
”Ko besar nanti mau makan bola kah,” ungkapan semua orangtua kala itu karena melihat sepakbola tak memberikan harapan.
Salah seorang pesepakbola Papua asal Sorong Selatan, Yanto Basna, harus menyelesaikan pendidikan tinggi di Universitas Negeri Yogyakarta. Dia menulis dalam akun facebooknya merasa bersyukur karena selama hampir enam tahun menyelesaikan pendidikan sarjana olahraga di Universitas Yogyakarta.
Padahal Yanto Rudolf Basna saat ini termasuk pesepakbola Papua yang masih bermain di Liga Thailand sebagai bek tengah di klub Sukhotai FC. Sebelumnya bermain di Ligue 2 Thailand pada klub Khon Kaen sejak 2018 lalu. Hanya saja Yanto Basna gagal membawa klub Khon Kaen masuk ke Liga 1 Thailand.
Menurut data transfermarkt mencatat nilai kontrak Yanto Basna saat bermain di klub Sukhotai FC sebesar 125 thousand Poundsterling atau mencapai Rp2,212 miliar. Memang saat ini pesepak bola Papua termahal misalnya Boaz T Solossa seharga 275 thousand Pounsterling atau sebesar Rp4,42 miliar. Selain itu Osvaldo Haay mencapai 300 Thousand Poundsterling atau sebesar Rp5,795 miliar.
Sedangkan Ferinando Pahabol sendiri nilai kontraknya menurut data transfermarkt sebesar 125,000 Poundsterling atau sebesar Rp2,196 miliar. Kalau melihat dari nilai kontrak para pesepakbola Papua ini jelas memberikan gambaran bahwa transfermarkt menyebut nilai kontrak mereka mencapai miliaran rupiah.
Meski nilai kontrak besar, tetapi Yanto Basna harus tetap menyelesaikan pendidikan tinggi di Universitas Negeri Yogyakarta pada 2020. Memang Yanto Basna mengakui ujian melalui online dan kuliah hampir selama enam tahun. Yanto harus memenuhi keinginan orangtuanya menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi.
“Puji Tuhan selama hampir enam tahun tadi setelah dinyatakan lulus ujian sidang skripsi walaupun secara online tapi tidak mengurangi sukacita di hati,” tulisnya dalam medsos pribadi.
Mantan Kapten Timnas Indonesia menyebutkan salah satu beban selama berkarier di dunia sepakbola profesional, tetapi akhirnya bisa melewati hari dengan baik.
“Ini adalah salah satu target pribadi yang tercapai,” kata Yanto Basna.
“Saya jadi teringat 10 tahun lalu waktu itu ketika sebelum berangkat ke Uruguay, baoa, mama, dan adik adik duduk dalam ruang tamu. Terus bapak tanya saya, kau mau sekolah atau main sepak bola?” tulis Yanto Basna.
Tanpa pikir panjang, Yanto Basna langsung memutuskan mau bermain bola (“sa mau main bola”) karena waktu itu Yanto Basna mendapat peluang untuk berlatih ke Uruguay. Setahun kemudian rekan Yanto Basna di SSB Numbay Star, Terens Puhiri, juga mendapat kesempatan ke Uruguay.
Apalagi mantan pelatih SSB Numbay Star mendiang, Amos Makanway, mengaku dua anak didiknya Terens Puhiri dan Yanto Basna sudah menonjol sejak bermain di sekolah sepak bola Numbay Star.
“Terus bapa bilang oke itu kau punya keputusan. Sejak saat itu keluarga mendukung. Tapi bapa bilang dengan syarat sepak bola 60 persen dan sekolah 40 persen dan tidak boleh meninggalkan salah satunya,” kata Yanto Basna.
Hal ini jelas kata pemain kelahiran Sorong, 12 Juni 1995 itu, mengingatkan ada sesuatu yang harus ditekuni dengan sungguh-sungguh yaitu talenta bermain sepakbola. Namun Yanto Basna mengingatkan tidak boleh mengesampingkan hal penting lainnya yaitu pendidikan sampai ke perguruan tinggi.
Beban dari keluarga dan orangtua berharap anak-anak harus bermain sepakbola tetapi harus menyelesaikan pendidikan. Sebut saja misalnya tiga pemain Persipura, yakni Gerald Rudolf Pangkali diwisuda sebagai Sarjana Hukum, Ferinando Pahabol sebagai Sarjana Ekonomi, dan Ronny Esar Beroperay, Sarjana Fisika dari Fakultas MIPA Universitas Cenderawasih.
Sebelumnya, Ian Kabes, Stevie Bonsapia, dan Boaz T Solossa serta Ortizans Solossa juga telah menyelesaikan pendidikan di Universitas Cenderawasih. (*)
Editor: Dewi Wulandari