Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Kasubdit Batas Wilayah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Mardiyana, didampingi Kepala Biro Pemerintahan Setda Provinsi Papua, Jimmy Wanimbo, mengadakan pertemuan bersama Bupati Merauke, Romanus Mbaraka, dan Bupati Mappi, Christosimus Anggawemu, bersama tim masing-masing, membahas batas wilayah kedua kabupaten di wilayah selatan Papua tersebut.
Dalam pertemuan yang berlangsung di salah satu hotel di Kota Jayapura, Rabu (3/11/2021), Bupati Mbaraka mengatakan pihaknya tetap berpatokan kepada sungai Digul sebagai batas wilayah antara Mappi dan Merauke.
Alasannya, demikian bupati, dari aspek ulayat, tanah milik orang Marind sampai di sungai Digul. Sehingga di kemudian hari tak menimbulkan adanya konflik horizotal.
“Saya sudah sampaikan juga beberapa bulan lalu kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian, garis koordinat yang diambil agar tak melenceng jauh dari dasar kultur pemilik ulayat,” tegasnya.
Olehnya, perlu adanya kesepahaman antara pemilik ulayat di daerah perbatasan antara Merauke dan Mappi supaya tak berdampak pula kepada pemimpin saat mengambil keputusan, tetapi betul-betul merupakan kesepakatan dari aspek kultural serta ulayat.
“Jadi antara bupati tak mengambil kesepakatan sendiri, tetapi secara bersama-sama. Sehingga ketika daerah ini berkembang ke depan, tak menimbulkan gesekan lagi,” katanya.
Intinya perlu ada kesepakatan yang diambil secara baik dan tepat untuk dijadikan rujukan dalam menentukan koordinat wilayah administrasi pemerintahan antara dua kabupaten di selatan Papua tersebut.
Baca juga: Bupati Merauke dan Wabup Mappi bahas batas wilayah
Sementara itu, Bupati Mappi, Christosimus Anggawemu, menegaskan pihaknya tak menginginkan ada masalah dengan Kabupaten Merauke dan sebaliknya. Karena awal pembagian wilayah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Merauke.
“Kami mengikuti apa yang telah diberikan Merauke. Dengan demikian, kami dari Mappi tak mengambil batas wilayah yang ada, tetapi melaksanakan apa yang telah diserahkan. Tandanya keputusan diambil saat itu semata-mata demi pelayanan pemerintahan,” katanya.
Lalu, jelas Bupati Christosimus, ia hanya bicara batas wilayah pemerintahan. Sedangkan berkaitan dengan batas wilayah adat, Tuhan telah berikan kepada orangtua, sehingga tak perlu diganggu. Jika pemerintah masuk, tentu akan menimbulkan konflik.
Dalam pembahasan lebih lanjut, rupanya tak ada titik temu soal batas wilayah yang telah dibuat dalam peta. Karena Bupati Merauke, Romanus Mbaraka, mengusulkan penarikan garis batas sesuai dengan peta Onderafdeling 1961.
Sedangkan Bupati Mappi, Christosimus Anggawemu, mengatakan penarikan garis batas disesuaikan kesepakatan dengan mantan Bupati Merauke, Frederikus Gebze, pada tahun 2020.
Oleh karena tak ada jalan keluar penyelesaian penentuan garis batas antara Merauke dan Mappi, maka Kasubdit Batas Wilayah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Mardiyana, menegaskan persoalan dimaksud diambilalih dan nantinya diputuskan oleh Mendagri.
“Ya karena tidak adanya titik temu pasti sehubungan dengan batas wilayah oleh Bupati Merauke dan Mappi, maka ditarik dan akan ditentukan oleh Mendagri,” jelasnya.
Namun demikian, menurut dia, jika masih ada data pendukung dari dua kabupaten yang ingin diserahkan, pihaknya memberikan batas waktu hingga 10 November 2021. Data tambahan itu nanti akan menjadi acuan untuk akhirnya ditentukan batas wilayah kedua kabupaten di selatan Papua tersebut oleh Mendagri.
“Kita berharap para bupati dapat menerima keputusan nanti, setelah ditentukan Mendagri. Karena pertemuan hari ini tak membuahkan suatu hasil kesepakatan bersama,” ungkapnya. (*)
Editor: Dewi Wulandari