Papua No. 1 News Portal | Jubi
Merauke, Jubi – Masyarakat Kanum di Yanggadur, Distrik Sota, Kabupaten Merauke, Papua dikenal sebagai lumbung penghasil kumbili. Karena setiap tahun mereka memanen sekaligus menyimpan di gudang masing-masing di sekitar rumah sebagai cadagan makanan.
Ubi kumbili juga sering diolah menjadi sep, ketika ada upacara adat maupun kegiatan umum lain.
Anggota Komunitas Menoken Merauke, Oktavina Gebze, saat ditemui Jubi, Minggu (21/11/2021) malam, menjelaskan kumbili merupakan salah satu makanan tradisional masyarakat Suku Kanum. Sering kali kumbili diolah menjadi sep ketika ada upacara adat atau kegiatan yang melibatkan banyak orang.
“Memang pengolaan kumbili menjadi sep, sedikit berbeda dengan sagu sep yang sering diolah orang Marind-Papua pada umumnya,” ujarnya.
Khusus kumbili yang diparut, katanya, tak langsung dicampur dengan parutan kelapa tetapi dibungkus dengan daun pisang. Selanjutnya dibuat sep di atas pelepah kelapa sekaligus disusun di onggokan batu yang dibakar. Setelah matang, baru dibuka sekaligus ditaburkan parutan di atasnya.
Sedangkan kumbili yang dicampur kelapa, diiris tipis-tipis dan dibungkus dengan daun pisang, lalu dibuat sep. Bagi masyarakat Suku Kanum, kumbili campur kelapa disebut sarko. Sedangkan kumbili tanpa kelapa dinamakan nume.
Baca juga: Ubi kumbili makanan pokok masyarakat Kanum-Yanggandur
Chris Okowari, anggota Komunitas Menoken, menambahkan lamanya kumbili disep kurang lebih satu jam. Setelah matang diangkat dan siap dihidangkan untuk makan bersama.
“Memang lebih banyak masyarakat Suku Kanum di Yanggandur membuat sep ketika ada urusan adat atau kegiatan umum lainnya,” ungkap dia. (*)
Editor: Dewi Wulandari