Papua No. 1 News Portal | Jubi
Merauke, Jubi – Masyarakat di Kampung Yanggandur, Distrik Sota, Kabupaten Merauke, Papua membudidayakan lebah. Kegiatan ini sudah berlangsung beberapa bulan terakhir.
Budidaya lebah itu bertujuan menghindari aktivitas penebangan pohon yang seperti selama ini biasa dilakukan masyarakat di kampung yang berbatasan dengan negara tetangg Papua Nugini ini untuk mengambil madu yang dihasilkan dari lebah yang bersarang di pohon tersebut.
Salah seorang anggota Komunitas Menoken Merauke, Yuni EA Rumateray, saat ditemui Jubi, Kamis (2/11/2021), menjelaskan terdapat sekitar 20 rumah lebah disiapkan warga setempat. Di dalam rumah lebah itu hanya diisi satu lebah betina, dengan beberapa celah rumah dibuka. Celah itu nantinya akan dijadikan jalan masuk bagi lebah jantan dan hidup bersama di rumah tersebut.
“Kenapa kami memotivasi masyarakat setempat membudidayakan lebah karena selama ini, salah satu tradisi yang dilakukan masyarakat adalah menebang pohon di hutan untuk mengambil [madu] lebah,” ujarnya.
Yuni mengaku madu dari lebah jenis Trigona yang diambil itu, hanya ada di pohon tertentu, yang paling besar dan paling tinggi. Pengambilan madu juga secara tradisional.
“Jadi masyarakat setempat sudah mengetahui tempat lebah di pohon tertentu,” ungkapnya.
Setelah ditebang, jelasnya, batang pohon di belah, lalu madunya disendok.
“Memang harus dibelah, karena lebah bersama madunnya berada di dalam batang pohon,” jelasnya.
Lebih lanjut Yuni mengaku biasanya pada malam hari masyarakat setempat pergi ke hutan dan mencari pohon yang ada lebahnya.
“Ya, mereka tahu sendiri. Selanjutnya keesokan hari baru pohon [yang ada lebahnya] akan ditebang,” katanya.
Penebangan pohon yang ada lebahnya, menurut dia, mengikuti proses penanaman kumbili. Jadi saat mereka mulai tanam bibit kumbili, lebah juga membuat sarang di pohon. Lalu saat datang musim panen kumbili, masyarakat mulai mencari lebah pula.
Baca juga: Serai merah Yanggandur, dari pengusir ular diolah jadi minyak terapi
Baca juga: Ubi kumbili makanan pokok masyarakat Kanum-Yanggandur
Anggota Komunitas Menoken Merauke lain, Adriana Papo, menambahkan setelah madu diambil, mereka membawa pulang sekaligus diperas dan disaring. Madu yang sudah diperas lalu disimpan dalam tempat tertentu yang telah disiapkan.
Beberapa hari kemudian, katanya, madu tersebut baru dikemas atau diisi dalam botol, selanjutnya akan dijual. Per botol madu dijual Rp85 ribu.
“Sudah ada juga yang memesan dari Jakarta dan telah dikirim beberapa waktu lalu,” katanya. (*)
Editor: Dewi Wulandari