Kerja sama dengan perusahaan sawit, KAME ‘masuk angin’?

Papua-MoU KAME dan PT TSE
Uskup Agung Merauke, Mgr. Petrus Canisius Mandagi, MSC sedang menandatangani MoU untuk pencairan dana tahap pertama Rp 800 juta dari total seluruhnya Rp 2,4 miliar – Jubi/IST

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Kepercayaan terhadap Keuskupan Agung Merauke [KAME] sebagai “pejuang” pertahanan hak-hak orang asli Papua: masyarakat Marind kian memudar. Masyarakat menuding KAME “kemasukan angin” setelah menerima Rp800 juta dari total Rp2,4 miliar dari perusahaan perkebunan kelapa sawit PT. Tunas Sawa Erma, 5 Januari 2021 lalu.

KOTAK sumbangan karton bertuliskan: “Seribu Rupiah untuk Mgr Petrus C. Mandagi, Msc dan PT. Tunas Sawa Erma. Bantu mereka yang membutuhkan dana,” dijalankan belasan anak muda Papua di paroki Kristus Terang Dunia, Kota Jayapura dan paroki Sang Penebus, Kabupaten Jayapura, Minggu [31/1/2021].

Read More

Aksi Kaum Awam Katolik Papua itu hanya menyambung-asa sesama orang asli Papua di Merauke dan sekitarnya yang sedang dihadapkan dengan kecemasan atas keputusan Uskup Agung Merauke, Mgr. Petrus Canisius Mandagi, MSC untuk kerja sama—menerima bantuan dana dengan dalil program Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan tersebut.

“Kami bisa hidup dengan tanah, air, dan udara. Tapi kami tidak bisa hidup dengan sawit dan perusahaan. Kami bisa sekolah dengan mengelola tanah adat kami sendiri. Kami juga bisa bangun sekolah, seminari, dan gedung gereja katolik dengan hasil bumi kami sendiri. Tapi gedung sekolah, gereja, dan seminari tidak akan bangun kami,” kata Soleman Itlay, salah satu peserta aksi, seperti dikutip Suara Fajar Timur, Minggu (31/1/2021).

Sementara dari Merauke, sorotan dan kritikan keras pun terus datang bergelombang dari berbagai kalangan. KAME dituding akan ‘tumpul’ dan tak bergeming ketika pembongkaran hutan adat dilakukan kelak oleh perusahaan untuk perkebunan kelapa sawit.

Menurut Mama Elisabeth Ndiwaen, salah seorang pemilik ulayat yang tanahnya digunakan untuk perkebunan kelapa sawit di wilayah Mam, Distrik Ngguti, Kabupaten Merauke, selama ini KAME dinilai sebagai pihak paling kritis dan selalu memberikan ‘perlawanan’ kepada setiap perusahaan saat hutan adat masyarakat dirusak.

“Terus terang, saya kaget tambah kecewa begitu mendapatkan informasi jika KAME telah melakukan kerja sama dengan PT.Tunas Sawa Erma berupa pemberian dana senilai Rp2,4 miliar,” ujarnya, beberapa waktu lalu.

Menurutnya, tindakan kerja sama itu menunjukkan bahwa Uskup Agung Merauke, Mgr. Petrus Canisius Mandagi, MSC tidak benar-benar memahami derita dan perjuangan orang Marind-Papua hutan yang dirusak perusahaan untuk perkebunan kelapa sawit.

Ndiwaen selalu berkonsultasi dan meminta pendampingan kepada SKP Keuskupan Agung Merauke agar bersuara terhadap hutan orang Marind yang diobrak-abrik investor demi perkebunan sawit.

“Kalau KAME sudah seperti begini, kami domba-domba mau bersandar kemana? Kita tahu bersama bahwa ketika Gerja Katolik bersuara, sudah pasti didengar. Namun kalau sudah teken kerja sama, siapa lagi yang bisa diharapkan,” ucapnya pasrah.

Ndiwaen berharap Uskup Agung Merauke mendengar jeritan umatnya dan membatalkan kerja sama tersebut.

“Kalau Bapak Uskup tak merespons, pasti perusahaan akan angkat kepala dan secara leluasa membuka hutan dalam skala lebih luas untuk kepentingan investasi,” ujarnya.

Papua-Agus Mahuze
Salah seorang pemerhati lingkungan di Kabupaten Merauke, Agustinus Mahuze – Jubi/Frans L Kobun

Kekecewaan dan penilaian yang sama diutarakan pemerhati Lingkungan Kabupaten Merauke, Agustinus Mahuze. Dengan kekecewaan, Mahuze menuturkan semua orang terutama OAP tahu bahwa KAME sangat berkontribusi menentang investasi. Namun, kenapa harus takluk kepada perusahaan hanya demi uang.

“Dengan adanya kerja sama itu, gereja telah melanggar apa yang diperjuangkan umatnya. Saya mau tanya Bapak Uskup Agung Merauke, apakah dengan kerja sama begini, umat diuntungkan atau tidak,” katanya.

Mahuze pesimis, KAME akan kritis lagi ketika kelak ada masalah lingkungan, hutan, dan masyarakat adat milik orang Marind.

Tetap akan kritis

Menanggapi berbagai kritik dan sorotan, Sekretaris Keuskupan dan Perdamaian (SKP) KAME, Pastor Anselmus Amo, MSC menegaskan kerja sama itu tidak akan mengubah perjuangan mereka bersama-sama masyarakat khususnya orang Marind dari perusahaan yang “mengancam” merebut tahan ulayatnya.

“Kami dari KAME memposisikan diri kritis terhadap perusahaan yang merusak lingkungan atau merusak hutan masyarakat adat. Karena itu juga menjadi komitmen dari Bapak Uskup Agung Merauke,” jawabnya.

Ditanya alasan KAME menerima bantuan CSR dimaksud, Pastor Amo menjelaskan bantuan itu untuk membangun Seminari Pastor Bonus di Papua selatan.

“Sebelumnya ada pertemuan bersama sejumlah donator dan hadir pula perusahaan dimaksud di Bampel dan mereka tertarik membantu,” ungkapnya.

Perusahaan fokus pendidikan

Sementara, General Manager PT. Tunas Sawa Erma, Jimmy Yohanes Senduk, mengaku pihak perusahaan mempunyai komitmen bersama membangun daerah ini dan paling utama  adalah bidang pendidikan.

“Betul kami pernah membuat komitmen dengan KAME dan menjadi fokus adalah bantuan atau dukungan anggaran untuk pembangunan Seminari Bonus Merauke yang disalurkan melalui keuskupan. Karena seminari itu adalah tempat membina calon imam berkualitas,” katanya.

Program pendidikan akan terus berjalan dan telah ada penandatanganan MoU untuk semua bidang. Fokus kedepannya adalah perhatian kepada masyarakat, terutama berkaitan dengan pengembangan usaha.

“Kenapa kami kerja sama, lantaran di setiap paroki, ada pastor yang sesungguhnya mengetahui kehidupan umatnya di masing-masing kampung,” ujarnya.

Senduk mengatakan besaran dana yang akan diberikan bernilai Rp2,4 miliar dan diberikan bertahap.

“Tiap tahun [diberikan] Rp800 juta.” [*]

Editor: Yuliana Lantipo

Related posts

Leave a Reply