Kasus meningkat, Nabire masuk zona merah

Papua-dr Frans Sayori
Jubir tim Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Nabire, Dokter Frans Sayori, saat memberikan penjelasan kepada stakeholder di aula Sekda Nabire, Senin (5/7/2021) – Jubi/Titus Ruban

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Nabire, Jubi – Juru bicara (jubir) tim Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Nabire, Provinsi Papua, Dokter Frans Sayori, menjelaskan jumlah kasus Covid-19 di kabupaten di ‘leher’ pulau Papua itu terus meningkat dalam beberapa hari terakhir.

Hingga Senin (5/7/2021), pasien terkonfirmasi Covid-19 sebanyak 584 orang.  Pasien sembuh 525 orang. Sementara pasien dengan gejala berat ada 35 orang, saat ini sedang dalam perawatan.

Read More

Selain itu, pasien suspek meningkat signifikan dari hasil pemeriksaat rapid test antigen dari berbagai klinik, menjadi 138 orang. Sedangkan total pasien meninggal sebanyak 46 orang, terdiri dari 24 hasilnya positif Covid-19 dan 22 orang probable (orang dalam kategori suspek dan memiliki gejala ISPA berat, gagal napas, atau meninggal dunia, namun belum ada hasil pemeriksaan yang memastikan bahwa dirinya positif Covid-19).

“Artinya, kalau dirawat 35 orang berarti kita ada di zona merah sesuai data dari Provinsi Papua, selain Jayapura dan Merauke. Zona merah berarti pasien dirawat lebih dari 10 orang dan data kematian meningkat,” jelas Dokter Sayori dalam rapat lintas sektor di Aula Sekda Nabire, Senin (5/7/2021).

Menurutnya, jika sudah masuk dalam zona merah, maka perlu ada langkah-langkah yang diambil untuk pencegahan. Banyak pertanyaan dari masyarakat apakah Nabire sudah ditemukan varian baru, namun hal ini perlu penelitian lebih lanjut dan harus dikirim sampelnya ke balai penelitian, apakah di Nabire sudah ada varian Delta sebab belum ada alat di Nabire.

“Nabire zona merah, tapi belum ada alat untuk pemeriksaan apakah ada varian baru,” tuturnya.

Untuk itu, lanjut Sayori, perlu dilakukan tracing dan testing secara intensif. Tim gugus tugas Covid-19 Nabire akan terus melakukan penelusuran kasus positif, yang artinya meningkatnya data akibat testing, baik melalui rapid test antigen maupun PCM di rumah sakit.

Selain itu, jika sudah di zona merah maka masyarakat wajib di rumah bila tidak ada kebutuhan mendesak. Kemudian perjalanan tidak diperbolehkan, pertemuan publik ditiadakan (pernikahan dan kumpul-kumpul), termasuk aktifitas bisnis apakah harus ditutup total atau waktu aktivitas dikurangi. Namun aktifitas layanan kesehatan harus diperkuat.

“Jadi perlu regulasi yang kuat untuk diterapkan dan semua orang harus mematuhi. Kami akan terus melakukan testing untuk memastikan semua orang harus sehat, maka vaksinasi sangat bermantaat untuk mengurangi penyebaran pandemi,” ucapnya.

Lanjut Sayori, penanganan pasien di Nabire tetap mengacu pada pedoman V penatalaksanaan pengendalian Covid-19 Bab III, yakni pasien dengan gejala ringan wajib menjalani isolasi mandiri selama 10 hari dan jika gejala berat maka harus dirawat di rumah sakit.

Sayori juga menyarankan agar jika ada regulasi yang dihasilkan perluas adanya sanksi berat bagi orang yang tidak mematuhi protokol kesehatan. Sebab di Nabire masih banyak warga yang mengabaikan protokol kesehatan dan menganggap remeh pandemi Covid-19.

“Harus ada regulasi dan sanksi berat untuk menyadarkan masyarakat yang tidak mengindahkan (protokol Kesehatan),” saran Sayori.

Baca juga: Kasus kembali meningkat, tim Gugus Tugas Covid-19 Nabire rapat mendadak

Sementara itu, Direktur RSU Nabire, Dokter Andreas Pekei, mengatakan saat ini rumah sakit rujukan untuk wilayah pegunungan tengah Papua itu hanya memiliki kapasitas 250 bed (tempat tidur untuk pasien). Sementara saat ini untuk penanganan pasien Covid-19 baru terdapat 20 bed. Artinya, jika dalam sehari ada penambahan 10 kasus per hari misalnya, maka bila dikalikan 10 hari saja tentunya sudah setengah dari kapasitas.

“Kita akan susah dan kewalahan kalau kasus meningkat terus ke depannya. Tentu pasien lain  akan susah,” katanya.

Menurutnya, bertambahnya kasus dalam beberapa hari terakhir belum dapat dipastikan varian apa, namun ikut menyumbangkan kasus kematian beberapa pasien, sehingga perlu ada alternatif jika ada penambahan kasus.

Selain itu, persoalan lain adalah pembiayaan rumah sakit yang dalam kondisi berat. Artinya bahwa rumah sakit selain dalam  membiayai pasien dengan BPJS, setidaknya 50 persen KPS juga dibiayai termasuk pasien Covid-19. Namun sejak tahun 2020 tidak ada sumbangsih dari Provinsi Papua walaupun ada pergub-nya.

“Untuk menanggung pasien Covid-19 diambil dari biaya klaim Covid-19. Yaitu dari Kementerian Kesehatan akan membayar rumah sakit berdasarkan jumlah perawatan pasien Covid-19. Tapi sejak Oktober 2020, Kemenkes belum membayarkan klaim Covid-19 untuk RSU Nabire, sehingga kami masih jalan dengan apa adanya selama ini. Tidak ada klaim Covid-19 dan pemasukan dari KPS,” pungkasnya. (*)

Editor: Dewi Wulandari

Related posts

Leave a Reply