Papua No. 1 News Portal | Jubi
Sentani, Jubi – Masyarakat di Distrik Airu, Kabupaten Jayapura, Papua mengeluh dengan minimnya kehadiran guru pegawai negeri yang lebih sering tidak di tempat tugas mereka untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang telah diberikan.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Jayapura, Ted Mokay, mengaku pihaknya kesulitan untuk mengatasi persoalan tersebut secara khusus guru yang bertugas di kampung-kampung di Distrik Airu, distrik terjauh dari ibukota Kabupaten Jayapura.
Menurutnya, medan dan jarak tempuh yang harus dilalui oleh para guru yang rata-rata tinggal di kota sangat sulit, apalagi untuk setiap hari harus bolak balik ke tempat tugas di Airu.
“Hal ini sedang kami upayakan agar ada solusi terbaik bagi tenaga guru kami. Tidak bisa dipungkiri bahwa memang kondisi serta jarak tempuh dari kota ke tempat tugas sangat jauh dan membutuhkan biaya transportasi yang tidak sedikit untuk sekali jalan,” ujar Ted Mokay di Sentani, Rabu (8/12/2021).
Dikatakan, dari ibukota Kabupaten Jayapura, Sentani, untuk sampai di ibu kota Distrik Airu (Hulu Atas) setiap guru harus mengeluarkan biaya pribadinya sebesar Rp1-2 juta. Transportasi ke Airu tidak seperti kondisi transportasi di kota. Kendaraan yang digunakan harus dicarter dan secara patungan oleh beberapa orang yang satu tujuan menuju Airu. Itu, baru sekali pergi dan belum lagi untuk kembali ke rumah mereka di kota.
Hinga kini belum ada rumah tinggal bagi tenag guru yang bertugas di Airu. Sementara tenaga guru kontrak sangat betah di tempat tugas mereka karena difasilitasi oleh masyarakat dan juga pemerintah kampung.
“Sekali pergi dan pulang biayanya mencapai Rp4 juta. Hal ini tidak bisa kami paksakan selain membangun rumah tempat tinggal bagi tenaga guru di Airu. Dinas Perumahan telah membantu dengan beberapa unit rumah yang sudah dibangun, dan ini kami berharap bisa menjawab sedikit persoalan yang dihadapi oleh masyarakat kita,” jelasnya.
Dari kunjungan kerja Pemerintah Kabupaten Jayapura, kata Mokay, Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw, juga telah mengunjungi dan melihat secara langsung beberapa fasilitas pendidikan dan sarana pendukung lainnya. Memang, masih banyak kekurangan yang harus dibenahi seperti pengadaan bangku serta meja dan kursi yang nantinya digunakan oleh para siswa di setiap kelas.
Seperti di SD Negeri Hulu Atas, kepala sekolah mengambil inisiatif untuk memanfaatkan potensi sumber daya alam yang dimiliki untuk membuat kursi, bangku, dan meja.
“Harapan kami, setiap sekolah di Airu, kepala sekolah, masyarakat atau orang tua wali murid bisa kompak untuk mengatasi persoalan yang dihadapi dari kekurangan yang ada,” kata Mokay.
“Tidak harus menunggu jawaban pemerintah, nanti sangat lama dan sangatt tidak efektif. Kalau dilakukan secara gotong royong dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam yang ada, maka fasilitas yang dibutuhkan pasti terpenuhi,” imbuhnya.
Baca juga: Distrik Airu banyak mengalami perubahan
Terpisah, salah seorang warga masyarakat Kampung Pagai, Distrik Airu mengaku tenaga guru di kampungnya sering tidak berada di tempat. Proses belajar mengajar lebih banyak dilakukan oleh tenaga guru kontrak.
“Oleh sebab itu, kami mohon agar pemerintah daerah secara khusus dinas terkait untuk merespons dan memperhatikan hal ini dengan serius. Supaya ada keadilan dan pemerataan dalam bertugas, guru yang statusnya sebagai pegawai negeri harus memberikan contoh yang baik dalam melaksanakan tugas mereka pada tempat yang telah ditetapkan. Soal jarak dan kondisi medan, yang tenaga kontrak kenapa bisa betah dan tinggal bersama masyarakat, lalu yang pegawai negeri tidak bisa,” katanya.
Sementara itu, Kepala DP2KP Kabupaten Jayapura, Tery Ayomi, mengatakan pihaknya telah membangun 15 unit rumah tinggal bagi petugas medis, guru, dan juga pegawai negeri yang bertugas di Distrik Airu.
“Aset rumah sudah diberikan kewenangan kepada pemerintah distrik untuk mengatur dan menempatkan para petugas sesuai dengan kebutuhan yang ada. Termasuk tenaga guru yang bertugas di Airu bisa tinggal di rumah tersebut,” ucapnya. (*)
Editor: Dewi Wulandari