Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua John NR Gobay menyatakan semakin luasnya konsesi Hak Pengusahaan Hutan di Papua harus diimbangi dengan pembangunan kawasan industri pengolahan kayu di Papua. Hasil hutan Papua harus sebanyak mungkin diolah di Papua, agar orang asli Papua mendapatkan nilai tambah ekonomi yang lebih besar.
John NR Gobay mengatakan luasan hutan Papua telah terbagi dalam banyak konsesi Hak Pengusahaan Hutan (HPH), konsesi perkebunan kelapa sawit, dan konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI). Mengutip data Koran Tempo edisi 30 Januari 2019, Gobay menyatakan total luasan konsesi HPH mencapai 5.596.838 hektar, sementara luas konsesi perkebunan kelapa sawit mencapai 1.256.153 hektar.
“Sejumlah 524.675 hektar hutan di Papua juga telah dimanfaatkan sebagai konsesi HTI. Bandingkan dengan rencana konsesi HPH Adat bagi masyarakat adat setempat, yang luas totalnya 78.040 hektar,” kata Gobay kepada Jubi, Kamis (28/2/2019).
Gobay menyatakan para pemegang konsesi kebanyakan berasal dari luar Papua, dan tinggal di luar Papua. Situasi itu menyebabkan manfaat ekonomi yang akan didapatkan orang asli Papua maupun orang yang tinggal di Papua dari berbagai konsesi itu relatif sangat kecil dibandingkan skala bisnis para pengusaha yang memegang berbagai konsesi hutan dan perkebunan di Papua.
Jika Papua tidak memiliki kawasan industri pengolahan kayu, hasil hutan dari pengusahaan berbagai konsesi itu akan diolah di luar Papua. Kawasan industri pengolahan kayu di Papua dapat mengolah sendiri hasil hutan Papua, agar tebaran konsesi hutan di Papua membuka lapangan kerja yang lebih luas bagi orang di Papua, dan menciptakan manfaat ekonomis yang lebih besar kepada orang asli Papua dan perekonomian Papua.
“Semua ini kami usulkan sebagai upaya mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat di Papua. Saya yakin pembangunan kawasan industri pengolahan kayu Papua akan di Papua akan meningkatkan manfaat ekonomi bagi kami di Papua,” katanya.
Gobay menyatakan Pemerintah Provinsi Papua sudah memiliki pengalaman mengekspor kayu hasil hutan Papua. “Kini, harus ada satu kawasan yang ditetapkan sebagai Kawasan Industri Pengolahan Kayu di Papua, dilengkapi dengan beragam industri pengolahan kayu, serta pelabuhan laut yang memiliki fasilitas untuk kegiatan ekspor seperti terminal peti kemas. Presiden Republik Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kementerian Perdagangan harus mengupayakan dibangunnya kawasan industri pengolahan kayu itu,” kata Gobay.
Secara terpisah aktivis Jaringan Kerja Rakyat Papua untuk Perlindungan Sumber Daya Alam, Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Jerat Papua) Wirya mendukung gagasan kawasan industri pengolahan kayu jika kawasan itu memberikan akses masyarakat adat untuk mendapatkan keuntungan dari hasil hutannya sendiri. “Selama ini hak masyarakat adat dibaikan, dan tidak mendapatkan manfaat dari hasil hutannya sendiri. Masyarakat adat tempatan seharusnya mendapatkan manfaat ekonomi terbesar dari eksploitasi hasil hutan,” kata Wirya. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G