Papua No. 1 News Portal | Jubi
Merauke, Jubi – Pembahasan tentang garis batas pelayanan administrasi antara Pemeritah Kabupaten Merauke dan Boven Digoel yang dilaksanakan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di salah satu hotel di Kota Jayapura, Papua, pekan lalu, belum menghasilkan kata sepakat.
Dalam pertemuan tersebut, Pemkab Boven Digoel minta agar garis batas pelayanan tepat di Kali Mandom. Karena pelayanan masyarakat oleh pemerintah setempat dilakukan setiap tahun di situ.
Hanya saja, Pemkab Merauke mengajukan keberatan mengingat Kali Mandom adalah milik masyarakat Marind yang berdiam di Distrik Muting.
Nikolaus Tefo Mahuze, dalam kesempatan itu menegaskan dirinya adalah pemilik ulayat tanah Mandom. Olehnya, garis batas wilayah pelayanan administrasi harus disesuaikan latar belakang histori sehingga tak menimbulkan persoalan di kemudian hari.
“Jadi ketika dilakukan penetapan batas wilayah administrasi antara Merauke dan Boven Digoel, perlu didukung bukti dan fakta,” pintanya.
Sebagai pemilik ulayat Kali Mandom, jelas dia, tak mungkin akan pindah ke Boven Digoel. Lalu di atas Kali Mandom, ada juga orang Marind tinggal dan melakukan kegiatan sehari-hari di situ. Sehingga perlu dipetakan secara baik batas wilayah sesungguhnya.
“Sekali lagi saya tegaskan, penetapan suatu batas wilayah, harus diikuti latar belakang sejarah. Tidak bisa serta merta pemerintah menentukan begitu saja, tanpa melakukan koordinasi dan komunikasi dengan pemilik ulayat. Perlu kehati-hatian dalam menentukan suatu batas wilayah pemerintahan,” katanya.
Ditegaskan, jika batas wilayah pemerintahan Merauke dan Boven Digoel ditetapkan di Kali Mandom, sebagai pemilik ulayat menolak tegas. Mestinya jika ada niat Pemkab Boven Digoel menginginkan demikian, harus melakukan konsultasi terlebih dahulu.
“Ya saya sebagai pemilik ulayat kali Mandom, wajib hukumnya mengetahui. Tidak bisa serta merta memasukan begitu saja batas wilayah administrasi pemerintahan dua kabupaten tersebut,” tegasnya.
Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Kabupaten Boven Digoel, Maret Klau, mengatakan pihaknya menginginkan agar batas wilayah pelayanan dua kabupaten di Kali Mandom, lantaran pelayanan terhadap masyarakat selama ini dilakukan sampai di situ.
“Jadi itu menjadi dasar kami dari Boven Digoel agar Kali Mandom adalah batas administrasi dua kabupaten. Memang banyak hal telah didiskusikan serta dibicarakan bersama Bupati Merauke, Romanus Mbaraka, sebelum masyarakat adat, termasuk pemilik ulayat datang di Jayapura,” ujarnya.
Namun demikian, katanya, keputusan dikembalikan kepada masyarakat adat untuk membicarakan, sekaligus mendiskusikan kembali. Kira-kira dimana batas wilayah administrasi antara Merauke dan Boven Digoel.
Khusus berkaitan dengan tanah ulayat, menurut dia, ada tempatnya untuk duduk bersama sekaligus dibicarakan kembali.
Bupati Merauke, Romanus Mbaraka, mengatakan pihaknya telah mendatangkan pemilik ulayat serta beberapa tokoh adat dari Muting serta Ulilin untuk berbicara tentang batas wilayah di Kali Mandom.
“Sebelum mereka datang, dengan Bupati Boven Digoel, Hengky Yaluwo, bersama tokoh adat telah kita bicarakan. Hanya saja saya tak bisa mengambil keputusan, karena perlu mendengar langsung suara pemilik ulayat. Nah, kita semua sudah mendengar apa yang disampaikan Pak Nikolaus sebagai pemilik ulayat. Sehingga tinggal saja diambil langkah penyelesaian baik dan tepat,” katanya.
Bupati Boven Digoel, Hengky Yaluwo, dalam kesempatan itu meminta tokoh adat dari dua kabupaten dapat membicarakan sekaligus menyepakati secara bersama, kira-kira batas wilayah administrasi yang tepat.
“Kalau sama-sama bertahan seperti begini, tentu tak akan menyelesaikan masalah dan tak ada akhir. Masukan saya agar kita bicara dari hati ke hati mencari solusi terbaik,” pintanya.
Setelah tak ada kesepakatan diambil bersama, lantaran pemilik ulayat kali Mandom keberatan batas wilayah itu ditetapkan, Bupati Merauke mengambil jalan tengah sekaligus menawarkan beberapa poin.
Salah satunya adalah dengan dilakukan duduk tikar adat antara tokoh adat termasuk pemilik ulayat dari Merauke dan Boven Digoel untuk disepakati bersama, sehubungan batas wilayah Kali Mandom.
Tawaran tersebut direspons positif sehingga diambil keputusan bersama untuk dilakukan duduk tikar adat yang akan dilaksanakan di Kabupaten Merauke, hanya lokasi atau tempatnya belum ditentukan.
“Ya, karena sudah ada kesepakatan digelar tikar adat, maka nanti ada pertemuan lanjutkan di Merauke. Soal tanggal dan harinya, akan saya bicarakan bersama Pak Bupati Boven Digoel,” ungkapnya.
Baca juga: Pembahasan batas wilayah Merauke dan Mappi oleh Kemendagri mentok
Kasubdit Kementerian Dalam Negeri, Mardiyana, mengatakan secara umum peta di Indonesia hanya berupa garis sebagai batas wilayah administrasi antara suatu kabupaten, termasuk antara Merauke dan Boven Digoel, dua kabupaten di wilayah selatan Papua.
“Saya sudah mendengar secara langsung tokoh adat maupun pemilik ulayat dari dua kabupaten bicara. Silakan dilakukan koreksi, kira-kira dimana batas wilayah yang tepat,” pintanya.
“Tentunya harapan kami agar ada kesepakatan bersama diambil. Namun kembali kepada pembicaraan kedua belah pihak [Merauke dan Boven Digoel],” katanya.
“Kami dari Kemendagri hanya mengikuti apa yang dibicarakan. Oleh karena ada kesepakatan untuk duduk tikar adat di Merauke, silakan saja. Asalkan batas waktu yang diberikan ditepati yakni dua minggu ke depan,” ujarnya.
Setelah disepakati melalui duduk tikar adat, sesegera mungkin dilaporkan hasilnya seperti apa. Sehingga tim meneruskan kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian. (Advetorial)