selain menyimpan cadangan karbon yang besar, mangrove juga memberikan manfaat ekologi dan ekonomi kepada masyarakat Papua Barat.
Papua No. 1 News Portal | Jubi
Kaimana, Jubi – Provinsi Papua Barat punya wilayah mangrove yang terluas secara nasional dengan lahan mencapai 482,029 hektare. Luasan lahan itu berdasarkan data Conservation International Indonesia (CII).
“Indonesia memiliki 3,1 juta hektar wilayah mangrove. Angka tersebut setara dengan 22 persen ekosistem mangrove di seluruh dunia. Wilayah mangrove yang terluas ada di Provinsi Papua Barat dengan luas 482,029 hektare,” kata Bustar Maitar, Ketua Yayasan Econusa, saat membuka briefing teknis tim ekspedisi di atas Kapal Kurabesi di Pelabuhan Kaimana, Senin (2/12/2019) kemarin.
Baca juga : OASE Kabinet Kerja tanam 5 ribu mangrove di Kota Jayapura
Melestarikan mangrove Teluk Bintuni
Pelesir ke surga mangrove Papua
Menurut Maitar, selain menyimpan cadangan karbon yang besar, mangrove juga memberikan manfaat ekologi dan ekonomi kepada masyarakat Papua Barat. Di antaranya memberikan perlindungan dari ombak besar di laut dan mangrove merupakan tempat biota laut berkembangbiak, seperti kepiting bakau.
Tercatat yayasan Econusa didukung Balitbangda Provinsi Papua Barat dan Unipa melakukan Ekspedisi Mangrove untuk menginventarisir vegetasi mangrove di pesisir selatan dan interaksi masyarakat terhadap ekosistem mangrove. Bustar meyebutkan ekspedisi ini juga akan fokus pada pengumpulan cerita dari masyarakat tentang bagaimana kehidupan mereka terkait hutan mangrove.
Selama dua pekan tim peneliti akan banyak mengamati, melakukan wawancara mendalam dengan masyarakat, merekam semua hal terkait mangrove, lalu mencatat dan mengolah hasilnya untuk disajikan dalam paparan yang menarik bagi publik.
“Salah satunya mangi-mangi atau pohon bakau mangrove yang ada di pesisir selatan Papua Barat merupakan bagian dari ekosistem mangrove terbaik yang bisa kita jumpai di Papua,” ujar Bustar menjelaskan.
Ketua tim ekspedisi Mangrove Papua Barat, Natalie Tangkapayung, mengatakan tim akan melakukan pengamatan mangrove dan singgah di kampung untuk bertemu dengan masyarakat di empat kabupaten.
“Empat kabupaten yang dituju adalah Kaimana, Fakfak, Teluk Bintuni, dan Kabupaten Sorong Selatan,” ujar Natalie.
Ia menjelaskan, perjalanan kapal dari satu lokasi ke lokasi lain akan selalu dilakukan malam hari, agar bisa maksimal bagi tim untuk mengatur waktu penelitian.
“Jadi saat pagi hari, kapal sudah melempar jangkar dan para peneliti sudah bisa memulai kegiatan,” katanya. (*)
Editor : Edi Faisol