Papua No. 1 News Portal | Jubi
Wellington, Jubi – Pada akhir 1800-an, populasi Tokelau anjlok menjadi 85 orang akibat perbudakan.
Sejarah yang tidak banyak diketahui umum ini adalah inti dari sebuah seni instalasi baru, yang akan dipamerkan di Festival Seni dan Budaya Pasifik tahun depan di Hawai’i. Hasil seni itu diluncurkan minggu ini di Porirua, untuk menunjukkan ketangguhan negara Pasifik itu, sebagai bagian dari Pekan Bahasa Tokelau Selandia Baru.
Pameran Cry of the Stolen People menggambarkan praktik blackbirding, penculikan dan penjualan orang-orang Tokelau di pasar budak terakhir di dunia, di Peru.
Kegiatan ini adalah hasil karya tiga seniman yang tinggal di Whitireia Polytech di Porirua yaitu Moses Viliamu, Jack Kirifi, dan Zac Mateo. Ketiganya dulu bersekolah di sekolah menengah yang sama, sebelum lalu melanjutkan studi di Whitireia pada awal 2000-an.
Seni instalasi ini adalah bentuk modern dari story-telling audio-visual, dan menggunakan gambar yang diproyeksikan ke tiga layar tancap. Gambar yang dipancarkan ke tiga layar tersebut menyinggung kapal-kapal budak, mewakili tiga atol din Tokelau, Nukunonu, Atafu, dan Fakaofo. Layarnya dipasang di atas tiang-tiang yang serupa dengan yang menopang kapal-kapal yang dulu digunakan oleh para penculik atau blackbirder.
Gambar-gambar dalam instalasi itu menceritakan kisah brutal penculikan dan pergolakan orang-orang Tokelau, tetapi menggunakan ikonografi Tokelau yang indah.
Kisah penculikan tersebut, kapal-kapal blackbirder, dan pasar budak di Peru, kata Musa Viliamu, masih meninggalkan kepedihan di hati mereka.
“Tidak banyak orang yang benar-benar membahasnya. Saya rasa mereka tahu, tetapi mereka tidak terlalu banyak membicarakannya,” tutur Viliamu. “Itulah yang kita temukan ketika kita menyusun instalasi ini, bahwa banyak orang yang sangat emosional dan tersentuh, dan mereka berkata subjek ini perlu lebih sering dibicarakan oleh orang-orang dan masyarakat kita sendiri.”
Pada 1872, populasi Tokelau merosot menjadi 85 orang, terdiri dari laki-laki dan perempuan yang lanjut usia dan anak-anak.
Pameran itu juga diiringi lagu Tagi Sina yang merupakan melodi duka kehilangan Tokelau, dan memohon kapal blackbirder untuk kembali memulangkan keluarga mereka. (RNZI)
Editor: Kristianto Galuwo